xii. nice veil, pretty eyes

78 11 2
                                    

Jaecob melangkahkan kaki terburu-buru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jaecob melangkahkan kaki terburu-buru. Para pelayan bahkan ikut pontang-panting berlarian sambil memegang tuksedo dan pakaian lainnya. Pantofel hitam mengkilat setelah disemir seakan berteriak setiap membentur pualam tak ingin diri mengkilapnya tergores walau sedikitpun.

"Bagaimana dengan tuksedo ini, Yang Mulia?"

"Satu suapan lagi, Yang Mulia."

Suara pelayan istana ramai bersahut-sahutan. Gerak tangan dan kaki Jaecob bahkan sudah tak seirama akibat buyar di tengah kegaduhan pagi itu. Hari ini, kerajaan mendapat undangan perjamuan pribadi dari Raja Mir, pemimpin Kerajaan Al Ammar di Timur Tengah. Tepat pukul sebelas pagi nanti, Jaecob beserta Ayah dan Kakaknya harus sudah sampai di bandar udara untuk melakukan penerbangan ke Timur Tengah.

"Ini koper Anda, Yang Mulia," kata seorang pelayan laki-laki.

"Terima kasih," ujar Jaecob singkat. Dengan cepat pangeran muda tersebut menyeret koper kulit dengan bordir emasnya menuju pintu utama. Di sana, Hendery sudah siap dan apik setelah melalui serangkaian kegaduhan yang sama seperti Jaecob.

"Kau sudah membawa mantel?" tanya Hendery. Adiknya seringkali melupakan barang penting, terakhir kali mereka pergi mengunjungi negeri seberang, Jaecob lupa membawa mantel hujan sehingga Hendery harus merelakan mantelnya diisi oleh dua orang di tengah derasnya tangisan langit saat itu.

"Aku sudah mencatat semua keperluanku di sana. Tak perlu khawatir," ujar Jaecob menunjukkan sebuah kertas bertuliskan daftar bawaan dalam kopernya.

Hendery mengangguk puas. Soal apakah catatan di sana sudah lengkap atau belum itu urusan nanti. Hendery bersumpah tak akan mau berbagi mantel lagi untuk yang kedua kalinya.

"Aku pergi dulu," ujar Jeffrey datang dari arah belakang. Terlihat tubuh ramping Theo tersembunyi apik di balik bahu lebar Jeffrey. Wanita itu sudah menggunakan setelan berkuda beserta pengaman namun masih menyempatkan diri untuk berpamitan pada sang kekasih sebelum pergi.

"Aku pergi dulu," ledek Hendery memperagakan Jeffrey pada Jaecob. Jeffrey hanya memberikan tatapan sinis dan melalui Hendery tak peduli.

Tak menunggu lama, rombongan keluarga tersebut memasuki mobil dinas yang telah terparkir apik di depan air mancur.

"Kami pergi, tolong jaga istana dengan baik," pesan Simon pada Donnie yang melepas kepergian mereka. Di sebelahnya berdiri Jeno dengan tatapan tajam yang sebenarnya sedang mengobrol batin dengan Jaecob.

"Jeno," panggil Simon tiba-tiba.

"Saya, Yang Mulia," jawab Jeno.

"Bantu ayahmu menjaga istana, ya?" pesan Simon lagi. Jeno mengangguk mantap dan yakin. Ini waktunya membuktikan bahwa dia bisa dan layak menjadi pengganti ayahnya kelak. Di saat raja dan para pangeran bepergian, saat itulah musuh rawan menyerang. Maka dari itu Donnie seringkali diamanahkan untuk tidur di dalam istana menggantikan peran Simon selama ia pergi.

MINOR(ITY);✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang