xiv. may i?

68 8 4
                                    

"Kau sangat kaku, seperti kain lap milik bibi pelayan yang kering," cibir Jaecob melihat Jeno sedang berlakon di hadapannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kau sangat kaku, seperti kain lap milik bibi pelayan yang kering," cibir Jaecob melihat Jeno sedang berlakon di hadapannya. Akhir bulan nanti, akan ada pementasan teater di sekolah mereka yang bercerita tentang Perang Troya. Kebetulan, Jeno mendapat peran utama sebagai Paris, Pangeran Troya anak Raja Priamos.

"Bayangkan apabila kau kabur bersama seorang istri raja yang kejam," ujar Jaecob. 

"Kenapa tidak kau saja yang mengambil peran ini? lagipula kau telah menjadi pangeran di kehidupan nyata, akan lebih mudah bagimu mendalami peran ini," kata Jeno.

"Kau tidak lihat wajahku? wajahku ini tidak diperuntukkan sebagai kisah pria yang merebut istri orang lain," sarkas Jaecob.

"Iya, wajahmu lebih cocok berperan sebagai pria yang mencintai seorang gadis namun terhalang restu orangtua," balas Jeno.

"Bisakah kau tak membicarakan itu lagi? memang tak ada lagi yang bisa dibicarakan selain hal itu?" protes Jaecob.

Jeno mendelik, "Kau yang mengejekku duluan."

"Sudahlah cepat ulangi naskahnya! ulangi dari dialog saat kau menemui Helene di Sparta," ujar Jaecob menepuk-nepuk naskah di tangannya.

"Tidak bisakah kau bertingkah biasa saja? kau bahkan tak ikut berperan dalam teater kali ini!" Jeno kesal. Jaecob berlagak seperti seorang pemilik studio teater tersohor sambil mengetuk-ngetukkan sepatu ke lantai pualam mansionnya.

"Cepat ulangi, aku tak punya waktu lama," kata Jaecob.

Jeno menghembuskan napas kesal, "Oh, Helene, aku akan melindungimu sampai kita  menginjakkan kaki di tanah Troya."

"Apakah kau akan memohon pada seorang wanita dengan wajah datar seperti itu?" oceh Jaecob. Jaecob tak berbohong, Jeno tak memasang ekspresi apapun di wajahnya. Datar.

"Lalu aku harus apa? ini sudah ekspresi terbaik yang aku bisa," ujar Jeno pasrah.

"Hmm, kau pernah menyukai wanita? bayangkan kau sedang membujuknya untuk ikut hidup bersamamu," usul Jaecob.

"Wanita? aku belum pernah menyukai wanita," gumam Jeno.

"Kalau begitu pria, apakah kau pernah menyukai pria?" ujar Jaecob akhirnya.

"Kau ini yang benar saja," kata Jeno melempar sebuah bantal dari sofa ke arah Jaecob. "Intinya, bayangkan saja seakan kau membujuk orang yang kau sayangi untuk pergi bersamamu," tambah Jaecob.

Jeno kembali mengulangi dialognya. Beberapa kali Jaecob menepuk naskah tanda Jeno harus mengulangi adegannya. Terjadi berulang kali sampai akhirnya Jaecob berdiri dan bertepuk tangan.

"Bagus, ekspresimu seperti seorang pria yang mengalami perceraian sebanyak 7 kali," kata Jaecob sambil tersenyum dan melengos pergi dari mansion Jeno.

"Pangeran sialan," umpat Jeno.

MINOR(ITY);✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang