Part 11

1K 85 1
                                    

"Mas ini psikopat, ya?"

"Psikolog maksud kamu, huh?"

"Iya, sama aja!"

"Entahlah, saya apa, ya?" Brendon menggedikan bahu.

"Papa itu jaksa agung!" Tama menjawab dengan bahagia. "Papa keren kalau di meja hijau! Papa ngehukum orang yang bersalah!" katanya penuh keantusiasan. Semua menatapnya dalam diam, keheningan.

"Jaksa penuntut hukum ...." Sebuah bayang-bayang mengalir di kepalanya sekilas.

"Mas ingat sesuatu?" Dan Gaege bertanya, membuyarkan bayangannya. Brendon mendongak, spontan menggeleng pelan.

Gaege kemudian memegang perutnya.

"Duh, laper, di dapur ada makanan, Mas?" tanya Gaege lagi.

"Ah, entahlah." Brendon menatap ke arah dapur, agak ragu ke sana, kemudian menatap anak-anaknya. "Kalian laper juga?" Keduanya mengangguk.

"Ya udah, kuy ke dapur! Kalau gak ada makanan, saya bisa masakin!" Gaege menyengir, bangkit dari tidurannya, sebelum akhirnya berjalan ke dapur. Mereka pun hanya mengekori dan memperhatikan Gaege yang mulai beraksi mengecek keadaan dapur.

Brendon menatap sekitaran, pikirannya berkata asing, tetapi hatinya tidak. Bahkan sekilas ia melihat bayangan seorang wanita dan dua orang anak kecil tengah memasak. Ia benar-benar melupakan segalanya dan itu menyakitinya.

"Yah, keknya cuman bahan mentah doang, tapi gak masalah, sih." Brendon menatap Gaege lagi. "Mas, saya masak, ya?"

Brendon mengangguk. "Mm ... tentu ... biar saya bantu."

"Aku mau bantu juga!" kata Thea, tersenyum. "Aku kangen masak bareng Papa," timpalnya lagi.

"Aku juga!" Tama ikut-ikutan.

"Ayoklah bantu Om!" Gaege ikut antusias, dan mereka pun mulai memasak bersama.

Para istri sudah selesai dengan beres-beres mereka sampai indera penciuman mereka menangkap bau enak.

"Hm ... keknya Gaege masak," kata Kanya, tersenyum lebar.

"Baunya harum banget!" puji Beatrice. "Suami kamu chef restoran, ya?"

"Iya, Mbak. Dia kepala chef restoran cabang ayahnya, sekaligus pencipta resep gitu."

"Muda dan berbakat, ya."

Kanya tersenyum bahagia, kemudian senyumnya mengecut. "Yah, sifatnya masih ... begitu-begitu aja."

Beatrice memegang bahunya. "Dia pasti akan belajar dari banyak pengalaman."

Kanya mengangguk, tersenyum lagi. "Kuharap begitu, Mbak." Keduanya tertawa. "Mbak, ayo kita ke dapur dulu makan, entar dihabisin para misua lagi."

Kedua wanita tersebut pun menuju ke dapur, dan terlihatlah Gaege yang profesional menyiapkan makanan untuk Brendon dan anak-anak, bahkan untuk dua orang lagi di meja tersebut. Beatrice terdiam, melihat suaminya yang ditubuhnya bukan suaminya, tersenyum kekanak-kanakan ke arah mereka.

"Ayo, Buibu PMS, makan dulu sebelum saya duluan yang makan," katanya, tertawa.

Beatrice, tersadar dari lamunannya, pun tersenyum dan duduk di bangku kosong dekat anak-anaknya dan suaminya, yang kini menatap makanan di hadapannya dalam diam. Sedang Kanya, duduk di bangku seberang mereka, di mana Gaege kemudian duduk di sampingnya.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

MY HUSBAND, YOUR HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang