Brendon dan Kanya bertukar pandang sesaat.
"Boleh, kok, Bu, Pak! Boleh!" Dan kali ini, Gaege yang di dalam mobil menyahut. "Makin banyak orang, makin seru."
"Iya, Kakek, Nenek!" sahut Tama, dan mereka terlihat bahagia akan pernyataan dari anak kecil itu.
"Ah ... cucu ...." Mereka terlihat terharu.
"Ayo, Bu! Pak! Masuk mobil ini aja, masih banyak ruangnya." Gaege mempersilakan dan keduanya pun menuju mobil, Beatrice langsung keluar dari mobil dan bertukar duduk dengan cepat ke depan bersama Gaege yang memakai tubuh suaminya sedang Kanya terlihat pasrah.
"Uh ... Gaege, astaga ...."
"Pilihan dia tepat, Kanya. Enggak masalah." Brendon tersenyum hangat dan mau tak mau mereka bertukar duduk ke tempat sesuai tubuh dan istrinya masing-masing, juga bersama anak-anak. Mulailah mobil berjalan ke tempat pertama yaitu sebuah court.
Tempat di mana hukum ditegakkan, hakim, jaksa, pengecara, juri, dan orang-orang yang bersangkutan memecahkan masalah kemudian memutuskan akhir yang didapat. Lokasi ini adalah tempat pertama kali Brendon dan Beatrice bertemu, dan kini bangunan ini tak lagi terpakai hingga menjadi sebuah museum yang memperkenalkan banyak orang dengan aktivitas hukum.
Tak lupa, Beatrice membawa lukisannya ....
"Papah sama Mamah ke sana dulu, ya!" Dan itu kesempatan untuk mereka.
"Kakek, Nenek, kami ikut!" ucap Tama dan Thea mengekori mereka, dan mereka pun terlihat bahagia berpisah dengan para orang tua.
Kini, posisi bertukar antara Beatrice dan Kanya, ke suami masing-masing sesuai jiwa mereka, sebelum akhirnya menuju ke tengah ruangan. Suasana terlihat lumayan ramai dan mereka melihat ke arah lukisan Beatrice, sebelum akhirnya meniru orang-orang yang ada di dalamnya.
Gaege menjadi tersangka, Beatrice menjadi juri, dan Kanya menjadi hakim, sedang Brendon menjadi sisi jaksanya. Di hadapan Gaege, ia memejamkan mata selama beberapa saat, sebelum akhirnya membuka matanya kembali.
Suasana berubah di bayangannya ... sebuah masa lalu terungkap kemudian.
"Kamu sudah lama bertempat tinggal di sini, dan pasti tahu Sabtu dan Minggu adalah hari di mana pangkas rambut libur, itu alasan lain ungkapan kamu tidak logis. Kamu mungkin akan beralasan lupa, tapi ada sebuah pernyataan yang jelas berbohong di sana. Kamu lewat jalur biasa, dan kamu sadar jalur itu jauh dari pangkas rambut. Kita ulang, tetapi dengan rekaman di swalayan lewat sana."
Pernyataan yang dengan lancarnya keluar dari mulut Brendon, kemudian ia memejamkan matanya dengan ingatan setelahnya yang melintas, satu demi satu, hingga ia bertemu istrinya Beatrice. Mereka sama-sama muda, dan bergairah, kemudian memasuki jenjang demi jenjang tertinggi.
"Mas Brendon!" Gaege langsung sigap memegangi tubuh Brendon yang limbung, nyaris jatuh, tetapi nyatanya pria itu bertahan. Dua wanita di sekitar mereka ikut menghampiri.
Brendon, dengan senyuman meski di sela rasa sakit, menatap Beatrice. "Aku ... aku ingat awal kita bertemu, itu menyenangkan. Aku ... ah ...." Ia memegang kepalanya lagi, rasanya sakit tetapi tak sebanding dengan kebahagiaannya.
"Mas, duduk dulu, Mas!" Gaege menuntun Brendon agar duduk di tempatnya tadi, dan kini Beatrice mengeluarkan minuman dari tas yang dibawanya, Brendon pun meminumnya.
Semua masih terdiam, menunggu keadaan Brendon membaik, hingga akhirnya pria itu bertahan di sana. "Aku ... aku udah gak papa," katanya, tersenyum hangat.
Beatrice, pun memeluk kepalanya, Brendon balik memeluk. Dan tak ada rasa cemburu kala si wanita melakukannya dari Kanya. Dengan hati-hati, pun Brendon berdiri, dan tiba-tiba suasana sepi dan saat itulah pemuda tersebut muncul.
Si malaikat maut.
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
MY HUSBAND, YOUR HUSBAND
Romance18+ Bagaimana jadinya jika jiwa suami kalian tertukar dengan suami orang lain? Itulah yang dialami Beatrice dan Kanya, ketika suami mereka Brendon dan Gaege tertukar jiwanya karena kesalahan sang maut amatir.