Part 14

879 86 0
                                    

Beatrice menggeleng. "Mas hampir tak punya kekurangan, di mata kami, Mas sempurna. Bahkan kala sibuk-sibuknya mengurus kasus, Mas selalu menyempatkan diri buat meluangkan waktu untuk kami bertiga. Mas, bagaikan superhero di keluarga, pemimpin yang baik. Walau, yah, kadang Mas suka kentut sembarangan."

Kedua pipi Brendon memerah. "Waduh ...." Keduanya tertawa. "Mas kadang manja, tapi manjanya di waktu-waktu tertentu, Mas selalu paham situasi dan Mas ... segalanya buatku."

"Omong-omong, awal kita bertemu ... bagaimana?"

"Ah itu." Kedua pipi Beatrice memerah. "Pertemuan kita ... enggak biasa, sih, Mas. Saat itu, aku menghadiri pengadilan bersama almarhum ayahku yang seorang hakim. Kamu di sana, dan aku memperhatikan tiap gerik jaksa lihai itu. Aku ... gadis yang pinter ngegambar, dan aku menggambar kamu."

Brendon mulai membayangkan bagaimana di masa lalu itu, ia tak tahu ....

"Kemenangan hadir saat kamu menyatakan pria itu memang bersalah, dan saat selesai itulah semuanya yah, kembali ke tugas masing-masing. Dan ayah dan aku ke belakang, bertemu kamu di sana, aku gak sengaja jatuhin gambaran aku dan kamu melihatnya. Kamu bilang, "Wah, di lukisan ini saya kelihatan terlalu ganteng dari aslinya." Semuanya ketawa, kamu emang suka banget bercanda. Kamu ingat?"

Brendon terdiam, wajahnya kelihatan menyesal, dan ia hanya menunduk lesu. "Maaf."

"Enggak masalah, Mas. Semuanya perlu proses." Beatrice mengusap bahu suaminya. "Setelah itu, hubungan kita semakin dekat, kita jadi sepasang kekasih, sering dating, dan kemudian ayah meninggal ... ayah mempercayakan aku ke kamu sepenuhnya. Kita menikah setelah itu, dan kebahagiaan semakin kentara kala Thea datang ke dunia, kemudian Tama. Kita ... keluarga yang sempurna, meski ada yah permasalahan rumah tangga seperti biasa."

"Kita ... saling menyayangi." Brendon memegang dadanya. "Aku mungkin lupa, tapi selalu kubilang ini, perasaanku gak berbohong sama sekali."

Beatrice tersenyum. "Mas ...."

"Aku ... janji dengan ayah kamu, dan aku harus menepati janji itu. Aku akan mengingat semuanya, secepatnya." Kemudian, ia tersenyum, menoleh ke istrinya. "Omong-omong, boleh aku lihat gambar kamu?"

"Tentu, Mas!" Ia tampak bahagia.

"Ayo kita bawa anak-anak ke kamar dulu," katanya, setelahnya pun mengantar anak-anak ke kamar masing-masing, Beatrice mengantar Thea yang kemudian berbaring di samping Kanya yang sudah terlelap, dengan keibuan ia menarik selimut untuk keduanya, kemudian mengambil sesuatu di dalam lemari.

Sebuah buku tebal.

Ia lalu menuju ke kamar lain di mana Brendon duduk di tepian seraya mengawasi Tama, yang di sampingnya ada Gaege yang memakai tubuh Brendon dengan cara tidur yang tidak elite. Bantal dipakainya untuk kakinya.

"Itu?" Beatrice mengangguk, menyerahkan itu ke Brendon. "Aku juga menggambar banyak tentang kita, di sana."

Brendon mengusap buku tersebut, sebelum akhirnya menatap ke arah Beatrice, wajahnya kelihatan lelah. "Sayang, mungkin kamu tidur aja dulu, kamu kelihatan lelah." Ia tersenyum. "Aku bakalan jaga buku ini."

"Yah, iya, Mas." Beatrice menatap Gaege sejenak. "Selamat malam, Mas."

"Selamat malam, Sayang." Dan Beatrice beranjak, menutup pintu meninggalkannya di dalam ruangan bercahaya redup tersebut, meninggalkan Brendon bersama buku bergambar itu yang kemudian ia buka.

Lembar pertama, di sebuah meja pengadilan, ada dirinya di sana. Lembar demi lembar ia buka, pelan tetapi pasti, dan perlahan-lahan mulai hadir bayangan demi bayangan samar yang semakin jelas, begitu jelas, sampai akhirnya Brendon tanpa sengaja menjatuhkannya.

Buku itu jatuh tanpa suara, Brendon yang memegang keningnya kini juga jatuh di lantai di sampingnya.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

MY HUSBAND, YOUR HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang