Part 25

700 67 0
                                    

Ia terlihat beroh ria, mengangguk.

"Aduh, Sayang, kenapa kamu enggak bilang ada tamu!" Dan wanita yang lebih tua di ingatan Brendon datang. "Mari, Pak, Bu! Mari!" Dan mereka menuntun mereka menuju ke penginapan, Brendon sejenak menatap lokasi pernikahan mereka, membayangkan altar serta sesi pernikahan ....

Ia tersenyum, ia bisa mengingat.

"Kamu tolong ambilkan barang-barang mereka dan parkirkan mobilnya, ya." Dan pemuda itu nyatanya ada di sini, melambaikan tangannya lima jari ke arah mereka, dan menyambut kunci dari tangan Gaege, sebelum akhirnya menuju ke mobil yang terparkir di depan.

Penginapan di sana ... Brendon semakin mengingatnya dengan jelas, dan ada perasaan aneh di dadanya selain rasa bahagia. Aneh, sangat aneh, sekalipun ia berusaha bahagia karena ingatannya mulai merekam dan merekam nyatanya perasaan itu tak bisa ia tekan meski ia berusaha menyembunyikan wajah murungnya.

Namun, wajah murung tersebut semakin kentara kala mereka melakukan pesta barbeque tak jauh dari air terjun ....

"Kenapa, Mas?" tanya Gaege heran. Brendon hanya menggeleng. "Cerita aja, sih, daripada keganjel." Sejenak, Brendon menatap para wanita yang asyik berbincang dan memasak sebelum akhirnya menatap Gaege, menghela napas.

"Saya sendiri enggak tahu."

"Lah?" Gaege mengerutkan kening.

"Saya dapetin ingatan saya di sini, tapi ada perasaan mengganjal yang membuat saya ... gak nyaman. Tolong, jangan beritahu Beatrice, dia sudah cukup kesusahan menangani saya. Saya belum pasti dengan ini, jadi biar saya sendiri yang cerita ke dia."

"Hm ... mungkin ada sangkut pautnya sama ingatan penting lain yang mau masuk, Mas." Brendon hanya mengangguk.

"Yah ... entahlah."

"Oh, ya, Mas. Omong-omong, saya denger-denger Mas sebenernya lagi nanganin kasus sebelum koma." Brendon menatap kaget Gaege.

"Eh? Kasus?"

Gaege mengangguk. "Tapi, saya gak tahu salah denger atau apa, tapi saat Mas sakit Mbak Beatrice ditelpon seseorang. Katanya temen Mas atau siapa gitu. Yang saya denger ya ... minta berkas-berkas gak ditemukan gitu keknya, lah. Lagi, Tama bilang juga kalau Mas suka nanganin kasus-kasus berat demi menegakkan keadilan."

"Be-begitu?"

"Saya sebenernya takut ngasih tahu ke Mas, sih, soalnya keadaan Mas saat itu terpuruk banget, saya takut kenapa-kenapa. Cuman, liat Mas pas dapet ingatan gak separah itu, ya saya kasih tahu aja, deh. Saya ngumpulin beberapa data kasus korupsi yang diketahu di beberapa artikel, Mas, dan memang Mas yang nanganin itu. Lalu, kecelakaan itu, keknya disengaja."

"Disengaja?"

Gaege mengangkat tangannya. "Saya asal jeblak aja, Mas. Soalnya kalau permainan berbau-bau uang biasanya gitu, di TV TV begitu." Kemudian, melihat wajah serius Brendon, Gaege menepuk kening.

"Duh ... keceplosan ... harusnya gue ngasih tau nanti sesuai urutan!" Ia menepuk-nepuk keningnya, merutuki kecerobohannya.

"Boleh saya liat berkas yang kamu kumpulin?" Mau tak mau, Gaege pun memperlihatkan berita demi berita yang tertera di sana. Kasus suap, korupsi besar-besaran impor. Banyak pihak yang terlibat dan Brendon mengingat wajah mereka, sekilas demi sekilas.

"Ya Tuhan ...." Ia memegang keningnya, pening.

"Mas, mm ... ja-jangan dipaksain," kata Gaege, mengambil ponselnya lagi, dan ia semakin khawatir karena bukan cuma kepala sakit tetapi ada darah yang menetes. Brendon mimisan. "Mas!" pekiknya.

Semuanya gelap.

Namun bangun bangun, Brendon kembali di dalam mobilnya, ia menjalankan mobil dengan kecepatan sedang yang pas ketika tiba-tiba di perempatan sebuah truk terlihat menghantam mobilnya keras dari samping. Sangat keras hantaman tersebut sekalipun bagian belakang yang terhantam, sakit dan kemudian mobil memutar tiga ratus enam puluh derajat beberapa kali.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

MY HUSBAND, YOUR HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang