Taruhan

1.5K 124 6
                                    

Perseteruan dalam kelas masih berlanjut. Malang sekali nasib Karlina Anindita, ia harus menerima sebuah dilema cukup berat. Permintaan gadis remaja itu belum juga dijawab oleh Daniel Ananta, jujur saja setelah mendapat gertakan dari Aji. Laki-laki bertopi tersebut merasa tersinggung.

Namun, yang dikatakan oleh lelaki kutu buku itu memang benar. Daniel harus berusaha menghilangkan trauma masa lalunya. Kebingungan terberat bagi Daniel untuk menjawab. Menolak dapat hinaan, menerima siksaan batin akan dirasakan. Iya, pastinya kepala Daniel akan seperti diguncang gempa nanti.

"Gue ... gue izinin lu, tapi jangan lama-lama," jawab Daniel menundukkan kepala.

Ina dan empat kawannya bernapas lega. Waktu yang tepat datang bagi Ina membantu bayi besar itu sadar.

"Hari ini juga gue siapin motornya," ujar Dion.

Habis sudah dilema itu. Kini, bagi enam remaja tersebut makan di kantin. Mang Afud sedang libur karena sakit. Maklum, dia sudah sangat tua dan sering sakit-sakitan. Di kantin yang bersih, rapi, serta ramai itu terdapat banyak siswi yang terpukau dengan ketampanan Daniel. Ina duduk di samping Aji tepat berhadapan langsung bersama laki-laki bertopi. Alasan Daniel sering menggunakan topi karena dia mempunyai cedera berat di kepalanya, sampai-sampai laki-laki itu terus saja menutupi kepala sebagai perlindungan.

"Mau pesen apa, lu?" tanya Ina pada majikannya.

"Samain aja sama apa yang lu pesen," balas Daniel. Wajahnya datar sekali! Untung ganteng.

"Ya udah, berarti bakso kalau gitu," ujar Karlina.

"Kayaknya ... Daniel cocok kalau sebangku bareng Aji, sama-sama datar," celetuk Agas terkekeh. Yang lain pun ikut tertawa kecuali pria kutu buku dan si pemilik trauma itu.

"Diem atau gue colok mata lu," ucap Aji menodongkan sumpit pada wajah Agas. Tatapannya serius, menambah aura horror dalam diri laki-laki itu.

"Iya, Ji. Enggak lagi, deh, gue ngomong gitu. Hushh, jiwa piscokpat-nya muncul," gumam Agas sembari sedikit menjauh dari tempat duduk Aji.

***

14:00 WIB 
Pada jam sesiang ini. Seluruh hadirin yang tentunya masih muda-mudi, cantik dan ganteng, ada juga yang sedikit berbeda. Hitam serta putih, jenis-jenis manusia negara +62 itu berkumpul. Ya, sekarang adalah waktunya untuk pertandingan balap motor lokal. Mungkin, nanti menjadi internasional. Karlina sudah mengganti seragam dengan perlengkapan khusus. Di dalam mobil, Daniel hanya tertunduk dengan earphone yang dikenakan. Kasihan juga laki-laki itu, tetapi mau bagaimana lagi? Author ... gimana, nih?

"Lu gak mau lihat gue balapan gitu?" tanya Karlina.

"Enggak," balas Daniel.

"Oke, lu baik-baik di sini. Gue pasti balik lagi," ujar Karlina.

"Gak balik juga lebih bagus," gumam Daniel.

Gara, nama lengkapnya—Anggara Maheswara. Tinggi badan seratus delapan puluh satu, hidung mancung, mata semu orange. Rambut sedikit gondrong, karisma yang dimiliki tidak kalah jauh dari Daniel. Sebenarnya, mereka berdua itu sepupuan. Karlina menyambut lawannya dengan senyuman termanis, dia tidak pernah menaruh dendam pada lawan.

"Hai, seneng bisa ketemu. Udah lama gue pengen duel sama lu." Gara mengulurkan tangannya, dan Ina tentu saja membalas.

"Gue juga," jawab Ina santai.

"Kita bisa mulai?" tanya Gara sembari menautkan alis tebal. Gantengnya maksimal.

"Ayok!"

"INAAA!" teriak Daniel dalam mobil.

Kedua tangannya memegang kepala saat ada beberapa orang di luar menyalakan mesin motor yang suaranya hancur.

"Bentar." Karlina berlari ke arah mobil. Gara mengernyit, ia pun mengikuti langkah gadis tersebut.

"Kumat, tuh, si Daniel," decit Dion.

"Namanya juga orang trauma," celetuk Ratno. Cukup pengertian.

Karlina menelan ludah saat melihat Daniel terlihat ketakutan. Pria bertopi itu menatap lekat-lekat pengasuhnya, keluar dari mobil dan segera memeluk Ina. Raut wajah gadis remaja itu tampak terkejut, tangannya perlahan mengelus punggung anak asuhnya.

"Jangan takut! Gue di sini," bisik Karlina.

"Gue gak tahan lagi di sini, banyak suara motor yang bikin gue kesakitan, Ina," gumam Daniel semakin erat memeluk Karlina. Dion dan tiga lainnya menghampiri mereka berdua.

"Daniel?" ucap Gara terkejut.

Seketika Daniel melepaskan pelukannya dari Karlina, menatap Gara dari atas hingga bawah.

"Jadi ... Babysitter lu si Ina? Pftt, udah gede masih diasuh," ejek Gara yang diikuti gelak tawa para manusia tidak punya hati.

"Apa masalahnya buat lo, hah?" gertak Daniel.

"Udah, Daniel! Lo mending masuk ke mobil dan istirahat," titah Karlina.

"Kalau lu emang cowok. Mana mungkin dijagain sama cewek," ucap Gara yang tidak menyaring perkataannya.

Penghinaan itu sungguh menyakitkan, duri-duri seakan telah menusuk keras pada ulu hati yang terdalam. Daniel mengepal kedua tangannya, ingin melawan sepupunya saat itu juga. Sungguh dramatis.

"Gue gak selemah itu," balas Daniel.

"Buktiin! Gue ajak lu taruhan, minggu depan kita balapan di sini. Kalau lu menang, gue bakal turutin semua keinginan lu. Tapi, kalau misalnya gue yang menang. Lu harus serahin Karlina sama gue," papar Gara menumbuhkan rasa amarah dalam hati Ina.

"Mana bisa gitu?!" protes Agas.

"Gue setuju," jawab Daniel.

"Maksud lo apaan Daniel? Gue gak mau dijadiin bahan taruhan, emang lo bisa balap motor? Lu punya trauma!" teriak Karlina penuh amarah.

Wanita mana yang mau dijadikan taruhan? Gara memang tampan, tetapi sedikit lebih kejam dari Daniel soal mempermainkan orang.

"Gue gak peduli!" seru Daniel.

"Gara, gue gak mau duel sama lu," decit Karlina.

Ia langsung masuk ke mobil, menutup wajah dengan kedua tangan. Dion dan yang lainnya pun merasa tak habis pikir dengan pikiran Daniel yang terbilang ceroboh. Bagaimana bisa dia belajar dalam waktu satu minggu? Apalagi dalam dirinya ada sebuah trauma berat.

"Bodoh lu! Bodoh!" teriak Dion pada Daniel.

"Gue tunggu minggu depan," ucap Gara tersenyum licik. Raut wajahnya menggambarkan sebuah tantangan serta hinaan.

***

Senja sore telah muncul. Dalam kamar bernuansa putih dan ada beberapa foto pajangan, Dion melentangkan tubuh sembari bermain game untuk menghilangkan stres dalam pikirannya. Amarah tentang keputusan Daniel masih menggores hatinya.

Ina sudah seperti adik, ibu, kakak, saudari sedarah bagi Dion, Agas, Ratno, juga Aji. Tampak wajah laki-laki itu mengerut kencang, menembak musuh dengan emosi yang menyeruap. Tiba-tiba datang Agas serta Ratno, mereka berdua duduk di sofa yang tersedia. Menyaksikan Dion bermain game.

"Dion, ngapain aja lo dari tadi?" tanya Ratno saat temannya itu bangun dan menghentikan permainan.

"Horizontal boddy battery-saving mode," jawab Dion membuat Agas memiringkan bibirnya.

"BILANG AJA LO LAGI REBAHAN! REBAHAN! WOI!" teriak Agas emosi.

"Kalau ada yang ribet, kenapa pake yang mudah?" jawab Dion santai dan tertawa geli.

"Bagaya amat lo, pake bahasa inggris segala," decit Agas.

"Terserah gue, wlee!" Dion menjulurkan lidahnya.

Bagaya : Loba gaya (banyak gaya)
Takut gak ada yang paham :v

Great Babysitter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang