Mampus!

2.7K 216 4
                                    

Melewati jalan setapak diiringi matahari yang sebentar lagi tenggelam. Langkah dua kaki itu terus berjalan santai tersenyum girang, tangan berbalut perban bukan penghalang kebahagiaan.

Keramah tamahan setiap orang telah menyambutnya datang. Kehangatan dunia terasa seakan tengah memeluk erat dirinya. Semilir angin membelai rambutnya yang bagaikan malam tanpa rembulan. Kakinya menapak sampai di rumah sederhana yang diriuhi ayam-ayam betina.

"Baru pulang, ke mana aja kamu?" tanya Lastri tengah menggendong satu anak kembarnya.

"Iya, Bu. Ina udah dapet kerjaan!" seru Karlina sembari langsung memeluk sang ibu mencium gemas adiknya yang cantik.

"Kerja apa?" celetuk Surya. Ia muncul di balik pintu membawa anak kembar ke dua.

"Babysitter, gampang, kan?" Ina memainkan kedua alisnya. Bibir gadis remaja tersebut membentuk bulan sabit.

"Gampang itu mah, tiap hari juga kamu sering asuh dua adek kembar kamu. Pasti yang ini lebih gampang karena cuman satu, kan?" tanya Surya.

Anak perempuannya mengangguk riang, lalu masuk ke rumah untuk membersihkan diri. Mengambil handphone menyalakan musik rock sekencang-kencangnya. Lastri tengah menidurkan dua anak kembarnya, ia mendengkus mendengar suara musik yang dinyalakan Ina. Tangannya mengambil sapu lidi, berjalan dengan kekuatan ibu-ibu berdaster.

"Karlina!" teriak Lastri yang kedatangannya mengejutkan Ina sehingga gadis tersebut berlari kocar-kacir.

"Ampun, Bu! Enggak lagi, deh!" seru Ina. Ia berlari ke luar.

"Karlina! Balik kamu!" Lastri hendak mengejar anak sulungnya itu, tetapi suara tangis kedua bayinya menghentikan kaki untuk maju. "Awas kamu Karlina."

***

Esok harinya, di mana Karlina akan mulai bekerja dan tidak akan tinggal serumah lagi bersama keluarga. Ina tidak sekolah karena hari libur. Dia menenteng tas yang cukup besar berisi segala perlengkapan dirinya. Keempat teman prianya menatap sendu atas kepergian Karlina untuk bekerja. Surya terharu melihat anak gadisnya akan jauh dari keluarga. Padahal jarak rumahnya tidak terlalu jauh juga.

"Lu jangan lupain kita, ya? Kalau lu sampe lupa, gue bakal jitak kepala lu seratus kali," rengek Dion.

Ia memeluk sahabat gadisnya, begitu pula dengan yang lain.

"Semoga lu baik-baik di alam sana," ujar Ratno.

"Eh, gue masih hidup, Ratna!" seru Karlina sembari menjitak kepala teman konyolnya tersebut. Rasain.

"Jangan ngadi-ngadi lu," sambung Agas. "Kalau bayinya nakal, jangan lu hajar pake jurus silat, ya."

"Enggak bakalan, gue 'kan anak baik,"  jawab Karlina.

"Intinya hati-hati," lanjut Aji. Kini, ia sedikit memberikan senyumanya. Ingat, cuman sedikit.

Drama kelima anak itu pun terus berlanjut sampai pada akhirnya Karlina harus segera berangkat karena telah dijemput oleh supir majikannya. Ina melambaikan tangan pada teman-teman, tetangga, dan keluarga. Ratno menangis haru, ia tak tahan memendam kesedihannya. Waktu bermain bagi mereka berlima akan selalu singkat. Perjalanan pun berlanjut hingga sang supir menghentikan mobil tepat di depan rumah megah dan mewah. Ina keluar dari kendaraan roda empat, melihat-lihat sekitar tempat.

Gadis remaja itu berdiri di depan pintu, di atas sana seseorang tengah mengintip dengan wajah sesinis mungkin. Lalu, tersenyum licik. Sekar yang mengetahui kedatangan Ina segera membukakan pintu lebar-lebar.

"Selamat datang, Karlina!" sapa Sekar.

"Hai, Bu! Selanjutnya saya mulai dari mana, ya?" tanya Ina tanpa basa-basi.

"Saya sudah siapkan kamar buat kamu, sekarang ... kamu kenalan dulu sama bayi besar saya, nama dia Daniel. Yuk!" ajak Sekar.

Kemudian, dua wanita tersebut berjalan melewati tangga, berhenti di depan pintu berwarna hitam yang tertutup rapat. Sekar berusaha untuk membuka pintu tetapi tak bisa karena dikunci.

"Aduh, pasti pintunya dikunci sama Daniel," gerutu Sekar membuat Ina mengernyit kebingungan.

Kok, bisa?

"Bayi orang kaya bisa ngunci pintu, ya," gumam Karlina menggaruk-garuk kepalanya.

"Daniel! Bukain pintu, Sayang!" teriak Sekar sembari mengetuk-ngetuk pintu.

"Buka aja!" sahut Daniel menambah beban pikiran pada diri Karlina yang  hampir gila.

"Bayi apa siluman, kok, bisa jawab?"

Ina terbelalak kaget. Sungguh, mana mungkin seorang bayi bisa berbicara dan mengunci pintu sendiri kecuali anak siluman, bukan? Sekar membukakan pintu, ia menghela napas dalam-dalam ketika melihat kamar sang anak semata golek berantakan bak kapal yang jatuh dari langit ke tujuh. Seperti apa? Entah, sangat sulit tuk diceritakan. Males deskripsiin.

"Apa-apaan ini Daniel? Seumur hidup baru kali ini lihat kamar kamu berantakan," rengek Sekar.

Daniel hanya diam santai menatap tajam calon Babysitter yang masih berdiri seperti patung. Karlina terlonjak kaget ketika melihat kebenarannya sehingga mulut terkunci untuk berbicara. Untung enggak jantungan.

"Kan ada dia yang bakal beresin," decit Daniel dengan santainya. Biadab.

"Sudah, lah. Mama rasanya pengen makan kalau liat beginian. Karlina, nanti kamu bersihin, ya."

Sekar menepuk pundak gadis remaja tersebut. Ina membalasnya dengan anggukan, matanya tak berkedip. Setelah Sekar pergi, Daniel duduk manis di atas kursi sambil menonton anime kesayangannya. Baru juga masuk kerja.

"Kerjain cepetan!" seru Daniel tanpa menoleh.

Ina tersadar, bibirnya memiring satu senti. Satu per satu dia membereskan kamar tetapi Daniel terus menerus membuang kulit kacang pada lantai.

"Bisa diem gak, sih?" protes Karlina.

"Bodo, tugas lu cuman bersihin rumah sama jaga gue. Jadi, jangan banyak protes!" balas Daniel.

Sekitar beberapa jam akhirnya Karlina selesai mengerjakan tugas. Dia segera mandi dan beristirahat sekejap karena lelah melakukan hari pertamanya. Gadis itu membaca rentetan jadwal yang diberikan Sekar, terdapat banyak yang harus Karlina lakukan untuk Daniel. Saat malam tiba, Ina mesti membuatkan susu putih tanpa gula ditambah dua roti tawar dengan selai anggur. Di dalam kamar, Daniel bersiap-siap untuk memberikan kejutan pada Karlina. Keribetan yang hakiki.

"Anak kota udah gede masih nyusahin orang tua," gerutu Ina sembari berjalan membawa nampan.

"Aaa! Hantu!" teriak Karlina langsung terjatuh di ambang pintu karena melihat Daniel memakai topeng menyeramkan.

"Mampus!" Senang hati laki-laki itu melihat derita Karlina, dia duduk ke tempat biasa melanjutkan belajarnya.

"Dasar anak gak punya sopan santun," ujar Karlina.

Ia harus mengganti pakaian dan membuat susu serta roti yang baru untuk Daniel. Ina berjalan sambil memegang bokong, mengucap sumpah serapah. Untung dia enggak punya lidah pahit, bisa langsung terkabul sumpahnya nanti.

Waktu istirahat bagi Karlina telah tiba. Ia tidak tertidur karena harus belajar juga. Dari balik pintu Daniel sudah mengintai, laki-laki tersebut membawa tikus mainan. Kemudian, melemparkannya lewat jendela belakang dan langsung bersembunyi.

"Apaan, nih?" gumam Ina tanpa rasa takut ataupun kaget.

Ia mengangkat tikus mainan, berjalan menuju jendela. Terlihat Daniel tengah bersembunyi menutup kepala dengan topi. Ina tersenyum licik, ia mengambil kain putih. Lalu menggunakan bedak bayi ke seluruh muka.

"KHAAAA!" teriak Karlina.

"SETAAANN!" jerit Daniel berlari terbirit-birit untuk segera masuk ke kamar.

"Haha, mampus!" Puas juga hati Karlina.




Great Babysitter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang