Maaf!

1.3K 110 1
                                    

Satu Hari Kemudian

Puncak panasnya matahari menggerahkan diri. Kini Karlina dalam situasi buruk. Di tengah-tengah dua orang pria yang akan melakukan pertandingan. Empat sahabatnya tidak bisa berbuat apa-apa untuk menyelamatkan ia dalam sebuah taruhan. Gara menyunggingkan senyuman pada gadis remaja berusia tujuh belas tahun tersebut. Daniel terdiam kaku seperti batu.

Jantung berdegup lebih kencang dari kereta malam. Karlina mesti menyiapkan batin sekuat baja menerima kekalahan majikannya. Yang sabar ....

"Lu yakin mau duel bareng gue, hah?" tanya Gara. Angkuh.

"Ya, gue bener-bener yakin," jawab Daniel. Percaya diri seperti Spongebob.

Ina menelan ludah, matanya berbinar tubuh gemetar.

"Siap-siap, Ina," ucap Gara pada gadis yang berdiri di depannya. Sialan.

"Hancur hidup gue," gumam Karlina sembari mengusap wajah secara kasar. Mode pasrah mulai on.

Dion memegang pundaknya, memberikan senyum paksa untuk menguatkan. Sahabat baik.

"Kita bakal nemenin lo, Ina. Jadi, jangan khawatir!" ucap Dion.

Dua motor berwarna merah serta hitam telah disiapkan. Gara mengangkat alis kirinya, ia yakin jika lawannya akan kalah. Bertahun-tahun Daniel hidup dengan segala trauma, mana mungkin dia bisa melakukan ini semua? Saat mendengar suara mesin saja dia ketakutan, apalagi menggunakannya. Para pesaing telah siap, Daniel menaiki motor berwarna merah dan Gara berwarna hitam. Hati Karlina seketika menjadi maraton. Bukan marathon Drakor.

"Siap!" teriak seorang wanita. Dua lelaki gagah itu mengangguk. "One ... two ... mulai!"

Motor dilajukan, tetapi Daniel tertinggal jauh oleh sepupunya. Ina memelas dengan seribu cemas. Dion serta Agas mendengkus kesal karena Daniel tertinggal. Aji menyaksikan amat santai tetapi hati tak karuan. Ratno melipat kedua lengannya ingin menghajar Daniel. Satu perputaran telah dilewati oleh Gara, ia melirik ke belakang yang mana Daniel membawa motor santai. Kepala mulai terasa berputar, perut mual, trauma Daniel kembali kambuh. Pandangan matanya suram untuk melewati jalanan. Nah ... kumat.

"Hancur hidup gue, fiks ini mah hancur," gerutu Karlina.

"Tenang, lo jangan terlalu kepikiran," ujar Aji.

Teriakan serta tepuk tangan semakin mengeras. Kebanyakan dari para penonton mendukung Gara. Ina tidak nafsu tersenyum sama sekali. Semua mata tercengang, mulut sedikit terbuka. Pikiran dibuat pusing karenanya.

Apa? Daniel berhasil melewati Gara sangat cepat. Seakan-akan pria tersebut seorang pembalap. Karlina merekahkan senyumanya, siapa sangka seorang Daniel Ananta bisa melakukan hal yang tak terduga. Bahkan, Gara sendiri merasa dibodohi. Ia lebih tertinggal lagi, perputaran terakhir didapatkan oleh Daniel.

"Cowok itu gak bisa ditebak," gumam Karlina.

Semua hadirin bertepuk tangan dan memberikan selamat pada Daniel.

"Apa?" tanya Daniel terhadap Ina yang menganga.

"Gue gak nyangka aja kalau lo bisa kayak gini," jawab Karlina.

"Gue emang pengen lo pergi dari kehidupan dan rumah gue, tapi gue gak sejahat itu. Soal balapan ini? Dari dulu juga bisa, cuman gak ada yang tau selain gue sama ayah," jelas Daniel.

"Bukannya trauma, ya?" Ina menautkan alis.

"Ya, emang. Cuman gue paksain aja tadi, setelah dipikir-pikir ... gitu, lah, males jelasinnya." Gengsi, tinggal jawab kasihan.

"Maaf udah ngata-ngatain lo kemarin!"

"Gak masalah," jawab Daniel.

"Selamat!" ucap Dion sembari mengulurkan tangannya.

Empat laki-laki yang semula membenci itu telah sadar jika Daniel tak seburuk yang mereka pikirkan. Ya, meskipun sikap Daniel memang menjengkelkan. Gara menghela napas dalam-dalam, sangat memalukan bagi dirinya. Ia harus menerima kekalahan serta konsekuensi yang telah dibuatnya.

"Gue ucapin selamat, dan mulai sekarang lo bebas mau nyuruh gue apa pun," papar Gara.

"Makasih, tapi gue gak butuh lo," balas Daniel langsung masuk ke mobil. Sikapnya menyinggung Gara, dua saudara itu seperti musuh bebuyutan.

Kejadian ini terdengar sampai telinga Sekar. Ia segera pulang dari masa liburannya kecuali suaminya. Kabar yang sangat menggembirakan karena sang anak telah sembuh dari rasa trauma meskipun belum sepenuhnya. Terkadang, mual dan pening masih dirasakan oleh Daniel. Hanya saja dia bisa sedikit mengontrolnya sekarang. Waktu satu bulan pun sudah dilalui, waktunya bagi Karlina Anindita untuk pulang ke rumahnya lagi dengan membawa kabar gembira.

"Saya beri kamu lima puluh juta, ini karena kamu berhasil membantu Daniel keluar dari traumanya," jelas Sekar sembari memberikan tas yang berisi uang.

"Saya juga ucapkan terima kasih! Kalau begitu saya pamit pulang," ujar Karlina.

Ia diantar oleh supir yang disiapkan Sekar. Gadis itu merasa tenang, dia tak perlu repot-repot lagi untuk mengasuh Daniel. Mungkin, Daniel juga merasakan hal yang sama.

Di saat Ina sudah sampai di rumah. Pihak Bank datang menagih janji, secepatnya Surya melunasi. Akhirnya, keluarga itu bebas dari belenggu hutang yang melilit selama bertahun-tahun. Seorang pembantu baru telah datang ke rumah Sekar, tugasnya hanya memasak dan membersihkan rumah tanpa menjadi seorang pengasuh.

"Tuan Daniel, jangan lupa dimakan rotinya," ucap seorang pelayan wanita sembari menaruh roti ke atas meja.

"Lho, kamu siapa?" tanya Daniel terheran.

"Saya Mirna, pelayan baru di sini," jawab Mirna dengan kepala sedikit tertunduk.

"Ina di mana?" Laki-laki ber-hoodie putih ini tidak mengetahui tentang kepergian Karlina Anindita. Kangen, deh.

"Saya tidak tahu, Tuan. Setahu saya, Nyonya Sekar bilang kalau kontrak kerja Babysitter di rumah ini sudah habis karena Tuan sembuh," jelas Mirna.

"Oh, ya sudah, kamu balik ke sana!"

Setelah pelayan wanita tersebut pergi. Daniel merenung, ada sesuatu yang hilang dalam hatinya. Ia membayangkan kali pertama Karlina membawakan roti dan terjatuh di ambang pintu. Masa-masa itu menghantui pikiran Daniel. Ini keinginannya, tetapi mengapa seperti tak ikhlas setelah Tuhan mengabulkannya?

***

"Pokoknya Clara pengen pindah ke sekolah tempat Daniel, Pah!" teriak seorang gadis cantik dengan rambut hitam panjang dan poni.

"Iya, iya, papa pasti bakal bantu kamu. Bahkan, besok juga kamu bisa pindah sekolah," jawab Haris—ayah dari Clara Amelia.

"Makasih, Pah."

Clara memeluk erat sang ayah. Gadis ini mengenal dekat keluarga Sekar, sedari SMP dirinya menyukai Daniel sehingga ingin memiliki. Sifat manjanya membuat dia tak pernah mandiri, selalu ingin dituruti. Walau bagaimanapun Clara adalah anak bungsu. Jadi, Haris serta istrinya selalu memanjakan secara berlebihan. Padahal, itu semua akan berdampak buruk pada sang anak.

"Gue pasti bakal dapetin hati Daniel," gumam Clara. Kepedean.

***

Ketika malam semakin kelam dan di luar sudah sunyi dari orang-orang. Karlina tetap terjaga, ia merindukan anak asuhnya. Perasaan itu tiba-tiba tumbuh tanpa permisi terlebih dahulu, tetapi dirinya juga sadar jika dia bukanlah siapa-siapa. Mustahil untuk bisa bersama Daniel yang termasuk kalangan keluarga orang kaya. Di sisi lain ada Anggara Maheswara, ia sangat membenci sepupunya serta mencintai Karlina Anindita. Kejadian beberapa hari yang lalu telah membuatnya merasa dipermalukan.

"Jadi ... besok lu mau pindah sekolah ke tempat si Ina?" tanya Dimas.

"Ya," jawab singkat Gara.

Great Babysitter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang