BABAK BELUR

126 6 2
                                    

"Aku butuh kamu, Na."

Pelukan tersebut seperti nyata bagi Daniel yang memang sangat menginginkan kasih sayang, kehangatan, serta perlindungan dari seseorang.

Namun, apalah daya, dalam sepersekian detik saja bayangan itu menghilang bersama kesadaran Daniel yang kembali muncul. Ia mengernyit, mencari kehadiran Karlina yang sebelumnya tampak jelas di depan mata.

"Cuman ilusi?" gumam Daniel sembari celingak-celinguk kebingungan. Malang sekali nasibnya.

Sementara itu, Karlina baru saja sampai di jalanan umum yang dipakai untuk melakukan ajang balap motor. Telah terkumpul orang-orang di sana, anak muda yang biasa Ina lihat, ada pula yang baru tampak. Cewek tomboi itu turun dari motor seraya membuka helm, semilir angin menyentuh lembut rambut panjangnya.

Tatapan Ina yang tajam, wajah tanpa senyum tersebut sangat tegas dan gagah. Berjalan di tengah-tengah empat pria, yang sebagian orang di sana tahu bahwa mereka adalah sahabat sejati Karlina Anindita. Bak perangko yang tak mau lepas satu sama lain.

"Waduh, jagoannya udah dateng. Ke mana aja lo, Ina? Kita-kita udah lama kangen sama Lo, biasanya kalau ada acara balapan gini Lo paling depan ikutan," sapa Kang Herman sebagai ketua dalam acara tersebut.

Ina terkekeh kecil, dia mengacak rambutnya. Uluh, makin keren aja meskipun rambut acak-acakan, bikin pangling yang lihat.

"Biasalah, Kang. Banyak urusan, di sekolah juga udah mulai ada tugas-tugas mendekati pelulusan. Btw, gue boleh 'kan ikutan sekarang?" Ina menaik turunkan alisnya.

"Ya boleh lah, pastinya. Ina kan jagoannya, kalo sampe gak dibolehin, parah benerrr!" celetuk Ratno seraya merangkul pundak Karlina.

Kang Herman tertawa kecil, lalu dia meminta Ina dan kawan-kawannya untuk duduk menunggu karena harus berbicara dengan pengurus yang lain.

"Lo harus jadi legend, jangan mau kalah sama anak baru, Na. Nama Lo udah paling depan!" bisik Agas memberi hasutan.

Ya, Agas memang senang sekali kalau Ina sudah masuk dalam lomba balap motor semacam ini. Namun, kalau dia yang disuruh selalu menolak meskipun bisa melakukannya juga. Aneh memang.

Dion mencebikkan bibirnya kala melihat Agas mulai berbisik pada Ina, dia tahu pasti cowok itu sedang memberi aura-aura negatif. Langsung dijewer kuping Agas dan menjauhkannya dari Ina.

"Lo abis ngomong apaan sama Ina? Jangan aneh-aneh, ya!" gerutu Dion.

"Bukan apa-apa. Gue cuman memberi semangat supaya Ina menang balapan motor. Iya, kan, Na?" Agas melirik Ina dengan wajah memelas.

Sementara, cewek tersebut membalasnya dengan menggedikkan bahu. Dion memiringkan sudut bibir, mengerlingkan mata jengah terhadap Dion dan menguncinya agar tidak mendekati Ina.

"Gue suka curiga sama Lo. Mending jauh-jauh dulu dari Ina."

"Ya elah, cuman begitu doang. Su'udzon aja Lo, Dion."

"Biasanya 'kan Lo yang sering memberikan ilmu-ilmu hitam."

"Lo kira gue dukun? Lo tuh, sama aja kayak gue."

"Eh, kagak! Gue mah lain lagi, udah jelas gue pemberi motivasi dan royal dunia akhirat."

"Royal tai kucing!"

"Gak ada, gue gak pernah bagi-bagi tai kucing. Tapi kalo Lo mau, gue kasih! Di rumah gue ada tuh, tai si Bobby. Kucing jantan gue yang baru diusir bininya."

"Stres Lo!"

Keributan dua orang tersebut membuat Ina nyengir kuda. Sudah hal biasa yang beginian terjadi, sedangkan Aji menghela napas berat. Cowok kutu buku itu berusaha memisahkan Dion dan Agas supaya tak bertengkar. Ya, meskipun dia harus menerima tabokan-tabokan halus dari dua temannya.

Great Babysitter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang