Ulah Clara

747 54 0
                                    

Di saat sepi tanpa ada siapa pun. Clara mulai merencanakan aksinya, ia mencari sesuatu yang mungkin saja terdapat hal paling berharga. Setiap sudut dirinya lihat satu-satu.

Namun, tak ada satu pun hal yang menarik perhatian dirinya. Clara kebingungan mesti mencari ke mana lagi? Kemudian, seseorang terdengar berteriak dari luar meminta pesanannya.

Itu hal yang bagus, waktunya bagi Clara untuk mencoreng nama baik rumah makan milik Karlina. Ia menambahkan banyak cabai pada hidangan. Lalu disuguhkannya pada pelanggan.

'Mampus, kita lihat aja apa yang bakal terjadi' batin Clara.

"HAHH! MAKANAN MACAM APA INI!" seru pelanggan wanita paruh baya tersebut. Para pengunjung lain bereaksi kebingungan.

"Saya sudah bilang, jangan pedes-pedes. Ini kenapa pedes banget? Di mana si Karlina itu, hah?!"

"Sabar, Bu, ada apa, ya?" tanya Lastri yang meninggalkan dua anak kembarnya di kamar.

"Ini, si Ina gak becus banget! Saya gak mau lagi pesen makanan di sini," decak wanita paruh baya itu sembari meninggalkan tempat.

Clara tersenyum puas, ia berhasil membuat kegaduhan yang pastinya tidak akan terasa nyaman oleh beberapa pembeli lainnya.

"Haduh, Karlina gimana, sih?" gerutu Lastri tanpa mempedulikan Clara yang sedari tadi berdiri di dekatnya.

"Berhasil," gumam Clara.

Ia memikirkan keadaan Daniel, dan segera menemui lelaki pujaannya tersebut. Kedua tangannya dikepalkan, api amarah semakin membakar sukma.

Bagaimana tidak? Secara langsung Clara melihat kedekatan Daniel serta Karlina. Langkahnya dipercepat, tatapannya amat sinis.

"Karlina!" panggil Clara berupaya menahan emosinya.

"Ada apa?" tanya Ina sembari menautkan alis.

"Ibu lo nyariin, tuh! Tadi ada pelanggan yang protes," papar Clara.

"Hah? Ya udah, Daniel, gue pergi dulu!" Ina bangkit dari duduknya berlari ke rumah makan untuk menemui sang ibu.

Selanjutnya, Clara duduk di samping Daniel dengan pandangan yang berusaha menggoda. Namun, itu terlihat menggelikan.

Sesampainya di dapur, Ina berdiri melihat Lastri yang raut wajahnya sangat ditekuk. Susah payah gadis remaja tersebut menelan ludah, ada rasa takut yang bergelut. Apakah hari ini akan terkena ceramah lagi? Bibir merah muda milik Karlina bergetar, hendak bertanya tetapi tak bisa.

"Karlina, kalau masak itu jangan sambil ngelamun atau main-main. Tadi ada satu pelanggan yang protes sama ibu, dia bilang masakan kamu gak enak dan terlalu kepedesan. Lain kali hati-hati," tutur Lastri.

"Maaf, Bu! Tadi Karlina bantuin Daniel yang penyakit traumanya kambuh lagi, Ina janji gak bakal ceroboh lagi."

"Iya, deh. Sekarang kamu siapin masakan lagi buat pelanggan lain, ibu mau lihat adik-adik kamu dulu." Lastri pergi meninggalkan Ina yang merasa cemas, gadis remaja tersebut mengusap kasar wajahnya. Dia mulai membuat bumbu makanan kembali.

"Mau gue bantuin?" tawar Gara yang sudah berada di samping.

"Boleh," jawab Karlina sembari menganggukkan kepalanya.

Semesta memberikan kesempatan terbaik bagi Gara untuk bisa berdekatan dengan gadis impiannya. Laki-laki tersebut sangat memanfaatkan waktunya sebaik mungkin, dia berupaya tampil baik di hadapan Ina agar mendapatkan perhatian. Dion serta Agas mengintip di balik pintu, kedua tangan mereka dilipatkan di depan dada.

"Sudah kuduga, pasti Gara suka sama Ina," gumam Dion.

"Gue, sih, gak masalah soal itu. Asalkan Gara baik sama Ina, gue gak bakal protes," ucap Agas.

"Ya, tapi kita harus tetep mantau. Ina harus mendapatkan perlindungan dari kita berempat," ujar Dion.

"Pastinya, Ina udah kayak adek bungsu buat gue. Meskipun dalam kenyataannya gue yang bungsu di lingkungan keluarga gue."

Beruntung? Tentu, itu adalah hal yang amat menguntungkan bagi Karlina Anindita. Ia mempunyai sahabat-sahabat yang senantiasa menjaga dirinya. Selalu ada dalam keadaan suka maupun duka, seperti seorang Ratu di antara empat pangeran. Sebanyak apa pun badai meghadang, pastinya empat laki-laki itu akan berdiri paling depan mempertahankan keselamatan Ina gadis satu-satunya di antara mereka.

"Ini apa lagi yang perlu gue masukin, Na?" tanya Gara.

"Eum, lo tinggal masukin garam satu sendok teh sama bubuk lada setengah sendok teh," jelas Ina.

Kemudian, Gara melakukan apa yang diperintahkan oleh Ina pada dirinya. Laki-laki ini sangat bersemangat, dalam dirinya hanya ada kebahagiaan kala bersama sang wanita kesayangan.

"Cicipin dulu, nih!"

Gara menyuapi Ina begitu lembut. Keduanya nampak membuat iri hati, di balik jendela kecil Daniel mengintip. Sebuah kebakaran hebat melanda atma, duri-duri tajam menusuk sukma. Rasanya tak terima melihat kemesraan Karlina juga Gara.

"Enak banget," puji Ina terhadap rekannya.

Semakin memanas memanggang hati yang mencekik raga, kesempatan ini tak boleh disia-siakan. Clara yang mengetahui perihal itu pun memanas-manasi Daniel supaya menjauh dari Ina.

"Mereka mesra banget, ya? Aku, sih, percaya. Pasti Ina punya rasa sama Gara, bentar lagi mereka bakal pacaran, tuh." Ucapan Clara membebani pikiran Daniel yang sudah tak karuan. Menyebalkan!

"Maksud lo apaan, sih?" decit Daniel.

"Ya ... aku ngomong sesuai fakta, Daniel! Harusnya kamu tau itu, lagi pula si Ina kelihatan kayak cewek fakgirls. Dia deket sama banyak cowok, aku takut kamu bakal jadi korban si Ina juga," papar Clara antusias.

Sepertinya laki-laki pemilik trauma berat tersebut terpancing oleh hasutan bodong dari mulut Clara yang tak pernah dijaga saat berbicara. Selanjutnya, Daniel memilih untuk pulang tanpa pamit. Ia telanjur termakan api cemburu dan provokasi dari gadis yang tergila-gila pada dirinya.

***

"Lo udah berhasil dapetin resep rahasia itu?" tanya Desi.

"Belum, sih. Tapi gue berhasil bikin Daniel mulai ngebenci Ina, gue juga udah bikin pelanggan si cewek itu pergi sambil marah-marah," jawab Clara.

Dua gadis itu sedang berada di sebuah kafe untuk membicarakan perihal rencana jahat yang tengah berjalan sesuai alur.

"Kenapa gak lo bakar aja itu rumah makan si Ina? Lagi pula, buat apa, sih, kasihanin dia," papar Desi yang kelakuannya hanya mengadu domba.

"Satu-satu, dong! Jangan sekaligus, kalau gue langsung bakar nanti mereka malah pada curiga."

"Abisnya greget gue sama si cewek sok tomboy itu, padahal cuman cewek biasa."

"Udah! Lihat aja jalan mainnya."

***

Jam 08:11 WIB
Seluruh murid mengisi soal di kelas, hari ini tidak bisa saling berdiskusi karena dijaga ketat oleh guru muda bernama pak Hermawan. Wajahnya tampan tetapi sangar, selalu tegas dalam mengajar sehingga banyak murid yang segan.

Karlina menggigit ujung bibirnya, bagaimana tidak? Soal pelajarannya teramat sulit untuk diisi. Sedangkan di depan sana ada guru yang terus mengawasi. Ratno beberapa kali melihat jam dinding, dia tak sabar untuk istirahat.

Agas menggoyangkan kakinya berpikir tentang jawaban dari soal. Dion seperti orang yang gila, ia merasa depresi dengan soal yang begitu sulit. Fisika memang bukan hal yang mudah dikerjakan bagi sebagian orang, Aji dengan santainya maju ke depan mengumpulkan soal. Semua murid tercengang, benar-benar jago si kutu buku itu.


Great Babysitter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang