Tergantung!

1.2K 121 2
                                    

Rupa-rupanya dalam kardus yang tak sengaja terjatuhkan itu terdapat tiga gelas yang tersimpan. Karlina harus memungut satu per satu pecahan kaca tersebut. Jari tangannya terluka dan mengeluarkan darah. Ina meringis kesakitan, perlahan kembali untuk membersihkan lagi. Pintu tiba-tiba tertutup karena angin, gadis remaja itu kaget dan berupaya keluar tetapi terkunci. Malang sekali nasib anak remaja itu. Sedangkan, Daniel masih menunggu tanpa rasa cemas.

"Tolong! Bukain pintu! Daniel!" teriak Ina.

Bahkan, gadis itu bukan sekali dua kali berteriak meminta pertolongan. Namun, tetap saja tak ada yang mendengarkan suara dirinya yang hampir kehilangan tenaga. Nasib buruk menimpa Ina untuk ke sekian kalinya, tak ada jendela di gudang. Lalu, laki-laki manja itu terus saja bersikap santai.

"Aduh, si Ina lama banget, sih. Apa jangan-jangan dia tidur? Itu gak bisa dibiarin, gue harus lihat ke atas."

Daniel mematikan televisi, melangkahi setiap anak tangga. Akhirnya, pria ini berada di depan pintu gudang yang sudah tertutup rapat. Sunyi, tak ada tanda-tanda seseorang di dalam.

"Woi, Ina! Lu di dalem, kan?!" seru Daniel sembari mengetuk-ngetuk pintu. Sontak saja Karlina berdiri.

"Iya! Pintunya kekunci!" sahut Ina. Harap-harap, semoga saja majikannya tersebut menolong.

"Kekunci?" gumam Daniel. "Bagus, deh! Lo tidur aja di dalem sampai besok. Biar nyamuk-nyamuk yang nemenin!" teriak Daniel.

Ia tersenyum puas dan pergi turun untuk tidur.

"Woi! Brengsek lo Daniel!" sungut Karlina.

Napas gadis remaja ini tak beraturan. Lagi-lagi Daniel mengerjai dirinya. Apa yang ada dipikiran pria itu sebenarnya? Kini, Ina mesti berserah diri saja. Semoga dia baik-baik di dalam sana.

Pukul 22:45 WIB. Malam semakin larut saja, Karlina maupun Daniel tidak tertidur. Laki-laki dengan hoodie berwarna hitam tersebut merenung menatap jendela. Dia membayangkan hal-hal buruk yang terjadi pada pengasuhnya. Semua itu sangat menakutkan hingga dirinya merasa kasihan dan ingin melepaskan.

"Terpaksa gue harus nolongin bocah itu," gumam Daniel.

Ia keluar dari kamar, melangkah ke lantai atas. Tangannya berusaha membuka pintu tetapi tidak bisa. Daniel memasuki kamar orang tuanya untuk mencari kunci cadangan gudang. Nihil, sama sekali tak ditemukan sesuatu. Akhirnya, dengan terpaksa pria itu mendobrak pintu. Karlina terperanjat, matanya terbelalak kala melihat Daniel berdiri di ambang pintu.

"Ayok ke luar!" Daniel menarik paksa Karlina.

"Pelan-pelan! Tangan gue sakit," ujar Ina meringis kesakitan.

"Lebay amat lo, emang sakit kenapa?" tanya Daniel ketus. Hatinya khawatir, tapi pura-pura tak peduli.

"Tadi kena pecahan gelas," jawab Karlina.

"Ya udah, nanti gue obatin."

***

Pelajaran telah usai. Gadis remaja berusia tujuh belas tahun itu tidak ikut dengan empat teman prianya untuk makan di tempat mang Afud atas perintah Daniel Ananta. Sudah habis tiga mangkuk Siomay yang dimakan Ratno. Tidak aneh memang jika pria tukang tidur itu yang melakukannya. Suasananya sejuk karena dekat dengan pepohonan besar, angin sepoi-sepoi mengiringi matahari yang menyinari bumi. Nyaman.

Sesepi dan sesunyi ini, kah? Tak ada percakapan antara satu dengan yang lain. Dion yang biasanya bawel kini membisu mengunci mulut rapat-rapat, Ratno lebih mementingkan makanan. Aji masih datar seperti biasa, ia membaca cerita komik. Agas  ... sepertinya dia sangat merasa bosan.

"Aji, tipe cewek lo kayak gimana?" tanya Agas.

"Tergantung," jawab singkat Aji.

"Lu suka cewek tomboy atau feminim?" tanya Agas lagi.

"Tergantung," balas Aji yang jawabannya tetap sama.

"Cantik atau manis?"

"Tergantung."

"LU MAU GUE GANTUNG?!" Agas mengikat leher Aji menggunakan dasi.

Sontak semua menjadi gaduh, Dion segera menyalakan video streaming  untuk merekam momen langka. Ratno bergegas menghabiskan makanan. Aji menahan lehernya yang dicekik.

"Mati! Mati! Mati!" seru Ratno. Teman laknat memang.

"Napas gue sesek, Kampret!" protes Aji.

"Oke, guys! Hari ini temen gue yang namanya Agas lagi kerasukan Jin Iprit," ucap Dion sambil merekam.

"Sahabat lukcnut kalian!" teriak Aji.

"Lo juga, dari tadi jawabannya bikin emosi," ujar Agas yang kembali duduk.

"Yah, guys! Agas udah sadar lagi. Kayaknya Jin Iprit kabur karena lapar," papar Dion terkekeh.

***

Selepas pulang sekolah Karlina menggosok banyak baju milik anak asuhnya itu. Sesekali dirinya merasakan sakit pada lengan yang diperban. Namun, Daniel hanya melihatnya dari kejauhan tanpa menghentikan Karlina. Laki-laki itu memilih untuk belajar di kamarnya, menunggu obat datang. Ya ... pekerjaan gadis remaja tersebut sangat banyak. Daniel sudah besar, tetapi tak bisa bersikap mandiri untuk hal-hal yang kecil.

Peluh keluar dari tubuh. Waktunya bagi Ina mengunjungi kamar Daniel. Tampak jelas raut wajahnya menggambarkan kecemasan, kegelisahan, dan kemarahan. Kenapa Daniel bersikap biasa-biasa saja? Satu hari lagi pertandingan balap motor akan segera dimulai. Sekali pun dia tidak belajar.

"Lo gak mikirin buat lusa nanti?" tanya Ina sembari menaruh obat serta air ke atas meja.

"Lusa? Emangnya ada apa?" Daniel malah balik bertanya. Sangat menjengkelkan, raut wajahnya terlihat seperti orang tak berdosa.

"Balap motor, lah. Lu lupa? Daniel, taruhannya gue. Please, lo jangan kayak gini!" Ina menyatukan kedua tangannya memohon.

"Justru itu, gue pengen Gara yang menang biar lo gak jadi Babysitter gue lagi," jawab Daniel teramat santai tetapi menusuk batin hingga pedalaman samudra lautan.

"Cowok gak punya hati, brengsek, bodoh, manja. Ngeselin!" gerutu Karlina. Dadanya tampak kembang-kempis emosi tersulut api neraka. Serem.

Daniel hanya berdeham, ia tak lagi mengucapkan sepatah kata terhadap pengasuhnya yang masih berdiri di hadapan dengan segala kemarahan. Hati laki-laki ini telah terkunci rapat dan berdebu sehingga sulit untuk mengasihi orang lain. Terlalu pedas serta membakar dahaga pada sukma yang sesak. Karlina terjebak dalam tempat perputaran takdir. Entah pelajaran apa yang bisa diambil nantinya dari kejadian ini. Gadis tersebut mendengkus, menghentakkan kaki sebelum akhirnya pergi.

"Bagus, rencana gue berhasil buat bikin cewek itu pergi," ujar Daniel tanpa terdengar sedikit pun oleh Ina.

Di sisi lain, Gara sedang memodifikasi motornya untuk pertandingan balap nanti. Ia tak sabar melihat kekalahan sepupunya dan mendapatkan Karlina. Dimas teman akrab Gara tersebut tersenyum dan berkata, "Lo gak latihan, Gar? Bukannya lusa nanti pertandingan."

"Gue gak perlu latihan buat ngelawan si Daniel. Anak itu gak bisa bawa motor, seumur-umur hidupnya cuman di dalam kamar. Trauma bikin dia takut alam luar," papar Gara.

"Dia sepupu lo, tapi kenapa sifat lo gitu sama dia?" tanya Dimas.

"Jujur aja, gue ngelakuin itu buat dapetin Ina. Dia cewek idaman gue," jawab Gara terkekeh.

"Waw! Gue gak nyangka sama rencana lo."

Great Babysitter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang