Sia Wani Ka Aing?

1.3K 115 6
                                    

Tiga pria remaja itu duduk berkumpul. Ada kekurangan satu orang. Ya, Aji sibuk membantu ibunya berjualan kue di toko. Anak yang rajin si Aji, ia tidak masalah jika tak bisa bermain bersama kawan-kawan. Asalkan, dirinya dapat membantu pekerjaan sang ibu. Contoh tuh si Aji, masih muda, sayang ibu.

Masih pada tempat yang sama, yaitu di kamar Dion Alexsander anak terkaya di antara empat sahabatnya. Orang tua Dion teramat baik, sering membantu tanpa pamrih ataupun riya. Ratno mengambil toples berisi keripik singkong dan memakannya.

"Kita harus gimana? Ina dalam bahaya," ujar Agas mengawali pembicaraan.

"Mau gimana lagi?" sahut Ratno.

"Gara orangnya keras, dia gak bakalan mau diajak damai. Apalagi setelah si kutu kupret itu nerima taruhan." Dion menghela napas cukup dalam. Menyandarkan tubuh ke belakang.

"Intinya, sih. Kalau Ina kena hukuman, kita juga harus kena. Gue gak mau lihat Ina makin menderita," ungkap Agas.

"Setuju! Kita harus tetep berlima," jawab Dion sembari menjetikan jari.

***

Segelas air minum serta obat telah disiapkan pada nampan. Kedua matanya terpejam, menarik napas dan mengeluarkan. Masih terasa nyeri pada hati, tetapi sedikit lega setelah menenangkan diri.

Gadis remaja itu pergi membawa nampan, pakaiannya sudah berganti dengan seragam Babysitter. Itu artinya, Ina akan ke kamar Daniel. Diketuk pintu beberapa kali, setelah itu laki-laki pemakai hoodie membukanya. Karlina menaruh gelas dan obat ke atas meja. Berdiri memegang nampan menghadap majikan.

"Maksudnya apa, sih? Kenapa mesti setuju sama taruhan si Gara? Lu mau bikin gue disiksa?" tanya Karlina.

Wajar saja, dia pasti sangat membutuhkan penjelasan. Daniel memutar bola matanya malas, apa sebenci itu dirinya pada Ina? Padahal, gadis remaja tersebut tidak pernah memperlakukannya dengan buruk.

"Iya, gue pengen lu disiksa. Asal lu tau, gue gak suka punya Babysitter. Berulang kali bikin lu capek, tapi lu tetep bertahan. Jadi, ini kesempatan buat gue," tutur Daniel yang berdiri di hadapan pengasuhnya.

Karlina mendongak menatap lekat-lekat wajah pria tersebut. Mata gadis itu berkaca-kaca, dia memang memiliki raga yang kuat. Namun, hatinya terlalu rapuh. Banyak beban yang disembunyikan dalam benaknya dengan cara berpura-pura bahagia.

"Oke, terserah lo mau apa juga. Gue sadar kalau gue ini cuman budak lo doang," ucap Karlina.

Suaranya bergetar menahan tangis, dia keluar dari kamar. Sebelum itu berhenti sejenak di ambang pintu, menoleh ke arah Daniel yang masih berdiri.

"Obatnya jangan lupa diminum!"

Daniel membalas dengan anggukan. Ia segera meminum obat yang sudah menjadi teman dekatnya sedari kecil. Entah apa yang ada di pikiran pria ini, melakukan segala sesuatu atas kehendaknya sendiri tanpa memikirkan kebaikan orang lain. Karlina memang pengasuhnya, tetapi seharusnya Daniel mempunyai rasa iba pada gadis itu. Bukan malah menaruhkannya hanya karena gengsi belaka.

"Kapan satu bulan ini berakhir? Gue capek gini mulu," gumam Karlina lirih menatap kalender yang tertempel pada tembok cat berwarna putih.

***

Dion, Agas, dan Ratno pergi ke toko kue milik orang tua Aji. Mereka memang biasa nongkrong di sana. Sekalian mendapat traktiran. Kan lumayan bagi perut yang terus keroncongan.

Hari ini toko kue sepi dari para pelanggan, untuk itu Aji menyempatkan diri membaca buku pelajaran. Tidak lama setelah itu tiga sekawan datang dan langsung duduk pada kursi tanpa ucapan. Aji mengembuskan napas kasar, ia tahu jika teman-temannya akan mengganggu.

"Satu ... dua ...." Aji mulai menghitung. "Tiga."

"Ajii!" teriak serentak Dion dan dua lainnya.

Lelaki kutu buku itu sudah sangat mengenal sahabat-sahabatnya sehingga tahu apa kebiasaan masing-masing dari mereka. Terpaksa Aji menutup buku, keluar toko untuk menemui rekan-rekan yang duduk di luar dengan santai.

"Menggesrekan," gerutu Aji pada yang lain.

"Apa, sih, Aji? Jangan gitu sama temen," ucap Ratno terkekeh.

"Gak usah belajar, Ji! Lu udah pinter," celetuk Agas diiringi gelak tawa. Kerongkongannya sampai kelihatan. Kalau sampai usus, gawat.

"Stop becanda! Mending dangdutan aja," sambung Dion sembari menyalakan musik dangdut artis terkenal dengan suara nyaring.

Lagunya memang merdu mendayu-dayu. Ratno mulai menggoyangkan pinggulnya, dia tampak seperti orang depresi. Agas terus menerus mengikuti lirik lagu. Padahal, suaranya seperti jangkrik sawah. Aji duduk terdiam melihat kebobrokan teman-teman. Yang sabar dan kuatkan hati untuk Aji, jangan sampai tersulut emosi.

Tiba-tiba ada pria dewasa melempar sendal ke kepala Ratno.

"Woi! Apa-apaan lu lempar sendal segala?!" gertak Ratno sembari berjalan menghampiri orang tersebut.

"Lu juga pernah lempar gue pake sepatu!" seru pemuda berkaos hitam.

"Ohh, ngajak gelud lu?!" Ratno melipat lengan bajunya. Tampang Ratno sok berani, padahal dalam hati ketakutan melihat pria di depannya yang bertubuh kekar.

"SIA WANI KA AING?!" teriak pemuda itu.

Ratno menelan ludah, Dion dan yang lain menyengir. Sahabat macam apa itu?

"Eeeh, jangan marah-marah atuh! Saya minta maaf, saya benar-benar gak sengaja." Ratno menciumi punggung tangan laki-laki itu. Dasar, seharusnya tidak usah pura-pura berani. Jadi malu sendiri.

"Awas aja kalo lu lempar gue lagi!" ancamnya langsung pergi.

"Lu, sih, cari gara-gara," celetuk Agas.

"Gara di rumahnya," decit Ratno.

***

Gelap tapi terang karena lampu alam. Angin membelai rambut yang panjang. Tangan berbalut gelang warna hitam mengaduk secangkir air susu, menambah dua roti tawar dengan selai anggur sesuai dengan kesukaan sang majikan. Malam ini nona dan tuan rumah sedang pergi berlibur sehingga hanya ada Karlina serta Daniel semata. Gadis itu menghampiri pria yang tengah bersantai menonton televisi. Ditaruhnya hidangan pada meja.

"Dihabisin dulu susu sama rotinya," ucap Karlina.

"Iya, nanti aja. Oh, ya, tolong ambilin remot! Gue males," ujar Daniel.

"Nih!" Karlina menyerahkan remot pada Daniel.

"Ambilin gue air jernih yang dingin!" titah laki-laki hoodie hitam tersebut.

"Iya, sebentar."

Rasa-rasa ingin baku hantam tetapi tidak bisa melakukan karena Daniel sang majikan. Sehabis mengambil air dari kulkas, Ina menyerahkannya pada Daniel.

"Gue pengen baca buku komik, bisa ambilin di gudang?"

"Banyak amat permintaan lo!" seru Karlina dengan pipi yang sudah mengembung.

"Nurut atau gue ngadu," ucap Daniel.

Sabar, harus tenang menghadapi jenis anak seperti ini. Tidak boleh emosi, Karlina mendengkus kasar. Berjalan ke atas lantai dua, gadis itu terus mengomel pada batinnya. Bibir komat-kamit seakan-akan sedang membaca mantra. Ada pintu paling ujung, gadis itu masuk ke gudang. Banyak kardus yang tersimpan sehingga dirinya kebingungan harus mencari buku ke mana? Tak sengaja Karlina menjatuhkan kardus yang akhirnya ia mesti merapikan kembali.

"Ribet banget sumpah ribet," gerutu Karlina.

Great Babysitter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang