Kena Hukum

646 50 0
                                    

"Ini baru murid saya, pinter dan cepet kalau ngerjain tugas," puji Pak Hermawan terhadap Aji. "Kalian itu harus kayak si Aji, cerdas!"

"Kalau gitu, besok saya ke pasar," celetuk Ratno menarik perhatian. Guru fisika itu mengangkat alis kirinya menatap bingung salah satu murid tersebut.

"Apa hubungannya, Ratno?" tanya Pak Hermawan.

"Kata Bapak harus kayak Aji, jadi besok saya mau ke pasar beli kaca mata biar mirip. Terus juga jualan kue, pasti tambah sama persis, kan?"

Tiba-tiba seluruh isi kelas menjadi riuh dengan tawaan murid-murid. Sedangkan, pak Hermawan menghela napas dalam sembari menepak jidatnya pelan. Salah satu siswanya ini sangat menjengkelkan.

"Hadeuhhh, Ratno! Bukan itu maksud saya," keluh Pak Hermawan.

***
Jari telunjuknya menghitung setiap semut kecil yang berlalu di depan mata. Tatapan netra gadis itu sangat teduh, sorot matanya ceria dan berwarna. Rambut panjangnya tergerai mempesona, setiap kata yang terucap di mulutnya terdengar lembut.

Nampak kedua kaki melangkah mendekat secara perlahan. Terhenti di belakang dengan tangan yang dimasukkan pada saku celana.

"Sembilan, sepuluh, sebelas, dua be ...."

"Ngapain, sih?" sergah Daniel.

"Lagi ngitung semut, lah, gak lihat?" jawab Karlina. Ketus.

"Ya ... liat, tapi gak guna banget lo ngitung semut. Buang-buang waktu doang."

Perkataan Daniel yang teramat jujur itu membuat Ina kesal, lagi pula untuk apa dirinya mempedulikan orang lain? Toh, yang melakukannya juga tidak keberatan.

Hati Daniel masih menyimpan cemburu, tetapi tak berani mengungkapkan dan akhirnya, hanya bisa melampiaskan.

"Lho, urusannya apa? Terserah gue, dong," protes Karlina. Ia bergegas pergi, tetapi kakinya tersandung karena kenakalan Daniel.

"Daniel!" teriak Ina sembari berusaha bangun. "Sakit tau!"

"Bodo amat," ejek Daniel tanpa memikirkan lutut Karlina terdapat sedikit luka.

Gara yang melihat kegaduhan antar temannya pun langsung menghampiri. Yang pasti, Daniel tak menyukai kehadiran saudaranya tersebut.

"Ina, kaki lo luka, biar gue bantu obatin ya?"

Perhatian yang diberikan Gara menyentuh hati gadis remaja itu. Namun, di sisi lain juga dirinya menyimpan perasaan pada pria yang sering mengganggu dirinya. Kejailan Daniel bukanlah karena unsur kebencian, tetapi sebagai bentuk protes ingin mendapatkan perhatian.

"Gue gak pa-pa, ini luka kecil. Gak perlu repot-repot," jawab Ina.

"Ya udah. Eu ... lo mau ikut gue ke perpustakaan? Di sana ada buku baru," ucap Gara.

"Boleh, yok!"

Ina menarik lengan Gara dan berjalan pergi. Sementara itu, Daniel mengernyit dan mendengkus. Harap-harap bisa mempunyai waktu bersama Ina, tetapi kalah kreatif oleh Gara.

Akhirnya, Daniel mengikuti dari belakang dengan raut wajah kesal. Cemburu itu tak enak! Siapa saja pasti tidak bisa menahan cemburu, meskipun tidak mengungkapkannya tetapi raut wajah dan pandangan mata akan menggambarkannya.

Langkah Daniel diketahui oleh Clara yang tak sengaja melihatnya. Kemudian, gadis itu pun mengikuti lelaki tercintanya secara diam-diam. Dion, Ratno, Agas, serta Aji curiga dengan kelakuan Clara. Yang pada akhirnya, keempat pria itu mengendap-endap membuntuti Clara. Mereka semua tidak menyangka jika masing-masing sedang diikuti.

"Ini ada buku baru tentang sejarah, isinya enggak bikin bosen. Lo pasti bakal suka," ujar Gara sambil menyerahkan buku bernuansa cokelat pada Karlina.

"Wah, bagus banget sampulnya," ucap Ina.

"Si Gara cari-cari kesempatan," gumam Daniel. Pelan-pelan berjalan ke arah Ina dengan wajah ditutupi buku.

"Ishh, Daniel masih aja ngikutin si cewek desa itu," gerutu Clara.

Ia pun sama seperti apa yang dilakukan Daniel, menutupi wajah sembari melangkah.

"Mak Lampir gak tau diri, dia pasti mau macem-macem sama Ina," umpat Dion pada teman-temannya yang bersembunyi di balik lemari buku.

"Kita ikutin dia sampe ujung dunia," ujar Agas.

"Emang dunia ada ujungnya?" tanya Ratno.

"Ada," jawab singkat Aji.

"Di mana? Kok, gue gak tau," ucap Ratno memancing emosi mendalam.

"Di Pluto!" balas Agas yang tak tahan menahan sabar.

"Jangan banyak ngomong! Kita lanjutin perjalanan," bisik Dion.

Selanjutnya, Daniel sudah sampai di dekat gadis remaja berambut panjang tersebut. Dia sangat ingin memisahkan antara Gara serta Ina, tetapi dirinya terlalu gengsi untuk melakukannya. Api yang memanas itu membuat tubuh terasa gerah berkeringat, apalagi Gara sepertinya sedari tadi hanya memandangi raut wajah Karlina Anindita.

Clara berhasil bersembunyi, tak ada yang mengetahui keberadaannya kecuali empat teman Ina. Gadis itu berjalan mundur tanpa melihat.

Dion berada di posisi paling depan, ia sudah bersiap untuk menggertak gadis yang dipanggilnya Mak Lampir. Namun, Ratno tak sengaja mendorong karena melihat kecoa. Yang akhirnya, Dion tersungkur menjatuhkan Clara pada Daniel, dan Daniel terjatuh di hadapan Gara juga Ina.

"Aduh mama sakit!" teriak Clara.

"Apa-apaan, sih, Clara?!" seru Daniel sembari berupaya bangkit dibantu oleh Ina.

"Lo, sih, Dion!" celetuk Agas.

"Si Ratno, tuh!" tangkas Dion yang tak mau disalahkan. Ya, memang bukan salahnya.

"Kecoa yang salah," jawab Ratno.

"Eh, kecoa anjirrrr!" jerit Daniel yang langsung saja bersembunyi di punggung Karlina.

"Aaa! Daniel!" Clara pun ketakutan melihat makhluk bumi kecil tersebut. Dia hendak memeluk Daniel tetapi salah sasaran dengan memegang erat tangan Gara.

"Ihhh, geli kalii!" protes Gara yang segera melepaskan pegangan kencang dari Clara.

"Lebay lu pada!" Dion dengan keberaniannya menyingkirkan kecoa sejauh mungkin hingga jatuh pada baju pak Hermawan yang kebetulan baru saja datang.

"DIONN!" teriak pak Hermawan.

***

Di ruang BK anak-anak remaja itu dikumpulkan untuk diberi hukuman atas keributan yang telah dilakukan. Semuanya saling menyalahkan satu sama lain dan tidak ada yang mau mengalah. Tatapan tajam pak Hermawan tertuju pada wajah Dion. Bu Anita sebagai guru BK yang sangat tegas itu hanya menggeleng-gelengkan kepala setelah mengetahui kenakalan murid-muridnya.

"Kalian berdiri di tengah lapangan sambil angkat satu kaki dan hormat sama bendera," jelas Bu Anita.

"Panas, Bu. Nanti bedak saya luntur," keluh Clara.

"Lebay banget, sih," celetuk Dion.

"Diam! Keputusan saya tidak bisa diganggu gugat. Sekarang, lakukan apa yang saya perintahkan. Jangan berhenti sebelum bell pulang sekolah dibunyikan," papar Bu Anita.

Sesampainya di lapangan Karlina dan yang lain berdiri berbaris rapi menghadap tiang bendera. Karlina berada di posisi tengah-tengah antara Gara serta Daniel Ananta. Cuacanya menyengat, panasnya merata menyilaukan mata saat beradu bersama bagaskara.

"Ihh, Karlina! Tukeran tempat, dong!" pinta Clara.

"Jangan! Ina tetep di sini aja, lo gak usah banyak protes Clara," jawab Daniel.

"Kalian gak usah ribut mulu! Pusing gue dengernya," ucap Karlina.

Waktu untuk pulang tinggal beberapa menit lagi, tetapi rasa haus dan gerah sudah sangat tak kuat. Daniel yang memang memiliki fisik tidak terlalu sehat itu pun merasakan mual pada perut serta mata kunang-kunang.

Great Babysitter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang