Hey, Capek, Ya?

485 26 0
                                    

Mata bulat milik Feri memperhatikan secara seksama raut wajah Karlina. Sepertinya dia menyadari sesuatu yang tak disadari oleh teman-temannya. Angin berembus pelan menggring dedaunan menggesek tanah yang kekeringan. Clara mengernyit bertanya dalam hati, apa yang sebenarnya terjadi? Keheningan Feri telah membuat rencananya terjeda.

"Lo gak jelas banget, Fer!" seru Clara sembari menepuk kencang pundak sang teman laki-lakinya tersebut.

"Oh ... gue baru sadar."

Feri memegang keningnya dengan mulut sedikit menganga. "Kalo Ina emang gak suka sama dua jenis makanan ini, kenapa dia kayaknya biasa-biasa aja? Gak ada muntah-muntah, tuh!" lanjut Feri.

"Karlina! Lo udah bohongin kita, ya?!" teriak Clara.

Mulutnya nampak maju beberapa senti, tangannya mulai terangkat ke atas. Apa yang akan dilakukan gadis tersebut? Apakah dia hendak menampar wajah elok milik Karlina Anindita?

"Gue bohong? Sejak kapan?"

Ina berpura-pura tidak mengerti. Padahal dalam benaknya sudah tertawa kencang, puas sekali telah memberikan harapan palsu pada anak-anak remaja nakal seperti Clara dengan yang lainnya. Sebaik apapun hati, jangan pernah mau untuk diinjak-injak oleh orang lain.

"Dasar! Malah pura-pura bego lagi!" celetuk Desi. Dadanya naik-turun menahan amarah, kemenangan yang sebelumnya dibanggakan ternyata hanya guyonan saja.

"Tapi kata Ratno si Ina gak suka sama semur jengkol," ujar Sindi.

"Lo, sih, Sindi! Kenapa percaya gitu aja sama si Ratno," cibir Moni.

"Aduh, aduh, ada apa ini ribut-ribut? Acara ulang tahunnya belum selesai lho, Des!" seru Dion dari arah belakang diikuti Agas, Aji, Ratno, Gara, serta Daniel.

Seketika nyali Desi dan empat rekannya yang nakal itu menciut. Memang, ya, hanya berani main curang. Ina pun bangkit dari kursi, ia mendekati pangeran-pangeran bumi yang senantiasa melindungi. Begitulah sahabat, selalu ada dalam suka maupun duka. Berbagi setiap cerita tanpa rasa malu, saling merangkul dalam kebaikan.

"Daniel, kamu jangan marah, ya? Aku cuman main-main, kok," rengek Clara. Genit, tangannya menggelayuti lengan kekar Daniel dengan logat manja. Gadis itu tidak merasa malu sama sekali, Dion juga Agas menatap geli. Sepertinya Clara sudah kehilangan akal dengan menganggap hal yang dilakukannya itu hanya main-main.

"Cuih, cuih! Malu-maluin aja lo, Clara! Jadi cewek jangan genit!" celetuk Agas. Tak kuasa melihat lama-lama wajah wanita yang berbuat jahat pada sahabatnya sehingga pandangan pun dipalingkan.

"Lo gak usah manja! Gue enggak habis pikir, lo nganggap ini cuman main-main? Kelakuan lo sama kayak perundungan!" gertak Daniel sembari menepis Clara dan menjauhkan diri dari wanita itu.

Kekesalan yang dirasakannya menyeruap pada ulu hati, hanya orang-orang bodoh yang mendukung kenakalan Clara. Sungguh, Daniel sudah amat jijik meskipun sekedar berbicara pada gadis yang sebenarnya dia anggap sebagai adik. Sementara, Karlina hanya bisa membuang napas kasar. Ia menyerahkan semuanya pada teman-teman.

"Kita bakal laporin perbuatan busuk kalian ke Kepala Sekolah!" ancam Gara.

"Sekarang aja laporinnya, Kepala Sekolah juga kan ada di sini," sambung Aji.

Kedua tangannya dimasukkan pada saku celana, tatapan santai tetapi ucapannya selalu benar. Aji tidak cuman sekedar bicara, jika dia berkata demikian pasti akan dilakukan.

"Please jangan laporin! Kita minta maaf, malam ini acara ulang tahun gue. Nanti nyokap sama bokap gue marah," keluh Desi memohon. Namun, kebenarannya dia tak sudi mengatakan hal tersebut. Demi reputasi keluarga serta menjaga nama baik dirinya sendiri, Desi berbohong. Setelah dimaafkan pastinya dia akan melakukan hal yang sama lagi sampai pada akhirnya Tuhan memberikan pelajaran.

"Gue maafin, tapi kalo sekali lagi ngelakuin hal kayak gitu atau semacamnya. Awas aja lo," ucap Karlina.

Ia pergi meninggalkan semuanya, dirinya kesal tetapi juga puas karena telah menipu orang-orang jahat itu. Seharusnya, sebagai anak terpelajar tidaklah pantas berperilaku buruk seperti itu. Ya ... meskipun mereka dari kalangan keluarga terpandang, jangan karena merasa diri hebat serta mempunyai kekayaan berlimpah. Seenaknya menjatuhkan orang yang sering dipandang rendah.

Karlina memilih duduk di kursi berwarna putih, tempatnya cukup untuk dua sampai tiga orang. Gadis mungil tersebut menatap cahaya langit malam yang cerah. Namun, rembulan bersembunyi entah ke mana? Bintang berkedip-kedip, seakan-akan tengah mengajak bicara wanita yang menatapnya. Dari belakang dengan jarak dua puluh langkah Daniel menatap punggung Karlina yang disandarkan.

Sebaliknya, di sisi lain Anggara berdiri di dekat pohon hias. Bibirnya melengkung indah, matanya tertuju pada sosok gadis yang berada jauh darinya. Sedangkan, Dion, Agas, Aji, serta Ratno masih bertengkar adu mulut bersama Clara dan yang lainnya.

"Hei, capek, ya? Sama, gue juga." Tiba-tiba saja Daniel duduk di samping Ina.  Seketika Gara mendengkus kesal, sekarang ia tertinggal langkah oleh saingannya itu.

"Makin capek kalo liat muka lu," balas Karlina.

"Asal lo tau aja, setiap orang yang lihat muka gue mereka semua bakal merasakan kedamaian. Mungkin, lu ada kelainan kali," celetuk Daniel dengan sedikit terkekeh.

"Apa? Kelainan? Ada juga lo yang punya kelainan, lagian gue enggak percaya sama apa yang lo bilang tadi. Mana ada orang ngerasa damai pas liat muka lo, pastinya mereka bakal mual muntah-muntah. Muka lo pait!"

"Muka lo kayak tikus!"

"Muka lo kayak buaya!"

"Ina sombong!"

"Daniel ngeselin!"

"Gue imut baik hati dan bersahaja!

"Semuanya omong kosong!"

"Ina bawel kayak nenek-nenek!"

"Daniel sok kegantengan."

"Gue emang ganteng, wlee!"

"Lo jelek, jelek, jelek."

Ina melipat kedua tangannya di depan dada, bibir miring satu senti. Sementara, Daniel hanya tersenyum melihatnya. Manis, simpul bulan sabit yang dibentuk Daniel mampu membuat orang yang menatapnya diabetes. Penyakitan kali.

"Kenapa liatin gue kayak gitu, sih?" tanya Karlina. Sepertinya gadis ini mulai terpancing, apalagi sorot mata Daniel cukup tajam dan tidak berkedip sama sekali.

"Mau gak lo jadi ...." Ucapannya terhenti, lelaki tampan itu kembali tersenyum. Apa yang akan dikatakannya? Apakah Daniel benar-benar ingin mengatakan perihal cinta terpendamnya? Sungguh, posisi Ina kala itu sangat tegang. Ia menantikan kelanjutan dari perkataan Daniel.

"Jadi ...."

"Karlina!" teriak Ratno memotong perkataan Daniel.

"Udahlah, lain kali aja gue ngomongnya."

Embusan napasnya kasar, siapa yang tak kesal ketika hendak mengatakan hal penting tiba-tiba datang orang lain mengganggu. Daniel pergi menemui temannya yang lain, ia membiarkan Ina bicara bersama sahabat-sahabatnya.

"Asik bener berduaan, itu si Daniel kenapa pergi?" tanya Agas.

"Enggak tau gue," jawab Ina. Dirinya juga merasa tak enak hati, rasa penasarannya menjadi-jadi setelah Daniel mengucapkan kata-kata yang menggantung tadi.

"Kusut banget itu muka, kayak belum digosok aja," ejek Dion sambil terkekeh. Ah, tidak peka sekali Dion ini.







Great Babysitter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang