Keusilan Daniel

1.1K 84 2
                                    

Kue-kue serta minuman dihidangkan oleh Lastri. Tentu saja kue tersebut buatan tangannya sendiri. Sebagai orang yang banyak makan, Ratno secepat mungkin mengambil kue sampai-sampai berebutan dengan Agas yang tak mau terkalahkan.

Dion dan Aji mengernyit menahan malu atas kelakuan temannya. Ina melongo melihat Ratno memasukkan banyak kue pada mulut sementara Agas mengambil piringnya. Anak-anak bobrok.

"Sumpah bukan temen gue, bukan temen gue kalian berdua! Jijik aku jijik," ejek Dion membuat yang lain tertawa karena gaya bicaranya.

"Makanan Bu Lastri enak, gue gak bisa nahan," ucap Ratno masih mengunyah. Sampai kembung pipinya.

"Iya, kamu habisin aja! Masih banyak di dapur," ujar Lastri terkekeh. Ia menganggap semua teman yang baik pada Ina adalah anaknya juga.

Selang beberapa hari. Kini saatnya yang tepat untuk membuka warung kecil di tepi pantai yang sejuk. Tempatnya cukup luas dan nyaman. Tangan lembutnya memasukkan bumbu dapur untuk masakan percobaan. Sedikit dicicipi agar tidak berlebihan atau pun kekurangan. Lalu, satu hidangan hasil tangannya dibawa ke luar untuk diberikan pada teman-teman.

"Lezattttt! Lo emang berbakat!" Dion mengacungkan dua jempolnya pada Ina.

"Sumpah, gue yakin bakal banyak orang yang mampir kemari," sambung Aji. Ia sangat menikmati makanannya.

"Habisin, ya, gue mau balik ke dapur bantu ibu. Kalau ada pelanggan suruh duduk aja," jelas Karlina dibalas anggukan kecil dari rekan-rekannya.

Di bawah pohon sana ada Surya yang melatih sepuluh muridnya silat. Itu pekerjaan Surya setiap hari yang gajinya tidak seberapa. Pemandangan pantai amat menenangkan, banyak kumang di tepian.

Para pelaut terlihat dari kejauhan dengan sampan yang digunakan. Pengunjung pantai ada beberapa yang mampir ke warung makan milik Karlina Anindita.

Di seberang jalan dalam mobil, Daniel yang mengenakan kaos hitam tanpa topi yang dipakai terus memantau. Ia merasakan rindu pada Karlina, tetapi dirinya terlalu malu dan gengsi untuk bertemu serta bertegur sapa.

Melihat kerja keras gadis remaja itu, Daniel meragukan perkataan Desi pada saat di sekolah. Ia memakai jaket dan menutup kepala, tak lupa sebuah masker hitam dikenakan. Nampak gagah meski ketampanannya tertutup, berjalan mengendap-endap ke arah dapur tempat Karlina memasak.

Kedua manik hitamnya mengintip pada bilik, mengambil sebuah kerikil kecil. Lalu dilemparkan pada gadis remaja berusia tujuh belas tahun tersebut.

"Aduh, siapa yang lemparin gue, sih?" gerutu Ina. Namun, ia tetap fokus memasak. Sekali lagi Daniel melemparkan kerikil, dan reaksi Karlina masih tetap sama.

"Rasain lo," gumam Daniel terkekeh.

Merasa tak nyaman karena diganggu. Ina bersembunyi ke bawah kolong meja. Kemudian, Daniel mengintip lagi pada jendela dengan setengah kepala, yang terlihat hanya mata saja. Ina menyadarinya, ia jalan merangkak secara perlahan.

"KHAAA!" teriak Karlina sembari menelengkan matanya.

"AAAA!" Daniel lari terbirit-birit menuju mobil dan segera pergi.

"Kabur dia, usil banget, sih. Kira-kira siapa, ya?" Ina berdiri lagi melanjutkan memasak.

Dalam mobil Daniel menetralkan jantungnya sekejap. Sungguh, wajah Ina tadi sangat mengerikan dan mengagetkan dirinya. Padahal salah sendiri karena berniat usil.

Namun, setidaknya perasaan ingin bertemu itu sudah terlunasi meskipun tidak begitu lama. Tangan kekarnya membuka layar handphone yang sudah terdapat banyak panggilan tak terjawab dari Clara Amelia. Daniel mendengkus, ia sangat risih dengan anak gadis itu.

"Pak, kita pulang!" titah Daniel pada supirnya.

"Siap, Den," jawab Pak supir. Mobil dilajukan tetapi pandangan pria pemilik mata sehitam malam itu masih tertuju pada warung sederhana milik mantan Babysitter-nya.

***

Hari kembali lagi berganti. Sangat cepat dunia ini berputar. Kedua kakinya melangkah melewati koridor sekolah menuju perpustakaan. Karlina sudah lama tidak mengunjungi tempat seribu buku tersebut. Diam-diam Daniel mengikuti Karlina sembari bersusah payah agar tidak ketahuan oleh Clara Amelia yang kini sedang mencari dirinya.

Setelah masuk perpustakaan. Daniel mengambil satu buku tentang sejarah untuk menutupi wajahnya. Duduk di kursi memerhatikan gerak-gerik Karlina yang masih memilih buku untuk dibaca sekarang ini. Terdengar samar-samar suara Clara serta teman-temannya di luar. Daniel bangkit mengikuti Ina di belakang sembari terus menerus menutup wajah.

"Daniel! Daniel!"

Clara sudah di ambang pintu. Dada si empunya nama tersebut berdetak kencang. Pada saat Clara sudah benar-benar masuk, Daniel membekap mulut Karlina dan mengajaknya untuk jongkok.

"Lepasin! Pengap tau," protes Ina sembari berupaya menepis lengan kekar Daniel.

"Please, diem!" Tatapan bola mata yang tajam membuat Karlina patuh. Keduanya merangkak pelan ke tempat paling ujung, bersembunyi di bawah meja. Langkah kaki Clara terlihat oleh mereka. Daniel mendekap erat tubuh Karlina agar tetap diam.

"Daniel ...," panggil Clara pelan-pelan.

"Tadi gue kayak liat si Daniel di sini, deh," ucap Feri. Ia laki-laki, tetapi sering bermain dengan wanita.

"Mungkin salah liat lo," celetuk Moni.

"Atau Daniel diculik sama wewe gembel?" Sindi membuat raut wajah terkejut.

"Jangan ngadi-ngadi lu." Desi menjitak kepala Sindi yang selalu berpikir terlalu jauh. Kemudian, mereka pergi dari perpustakaan. Daniel melepaskan dekapannya dan mengelus dada karena sudah aman. Karlina menautkan alis hingga pandangan keduanya saling beradu satu sama lain.

"Gue mau ke luar," kata Karlina. Namun, Daniel memegang erat lengannya. "Kenapa?"

"Di sini aja, gue takut Clara balik lagi," jawab Daniel.

"Ya udah kalau gitu."

Akhirnya, mereka berdua membaca buku di bawah meja. Daniel tersenyum melihat Karlina yang fokus membaca, ia sangat menyukai gadis ini. Hanya saja terlalu malu untuk mengungkapkan.

Di sisi lain ada Gara yang sedang mencari Karlina. Ia masuk ke perpustakaan karena tahu jika gadis yang dicintainya ada di sana. Tidak sengaja kunci motor terjatuh ke bawah, saat berupaya mengambilnya hati Gara sedikit tergores menyaksikan kedekatan Daniel serta Ina.

"Kalian ngapain?" tanya Gara mengejutkan dua remaja tersebut.

"Lagi baca buku," jawab Karlina sejujur-jujurnya.

"Kenapa harus di bawah meja, terus paling ujung lagi," gerutu Gara membuat Daniel tak nyaman.

"Bisa diem? Ini urusan gue sama Ina, apa hubungannya sama lo?" protes Daniel.

"Jangan berantem!" teriak seseorang dari jauh.

Kemudian tiga orang itu saling terdiam, Karlina duduk di kursi tempat yang digunakan Daniel sebelumnya. Lalu Gara serta Daniel ikut bergabung dengan duduk yang berjarak. Saling menatap sinis satu sama lain.

"Kalian mau baca buku atau pandang-pandangan?" tanya Karlina ketus.

"Baca buku," jawab serentak Gara dan Daniel.

"Ya udah buruan baca," ucap Ina.

"Ini juga mau." Sekali lagi dua lelaki tersebut menjawab secara bersamaan. Rasa kesal antar keduanya semakin bertambah. Persaingan semakin memanas.

Great Babysitter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang