Seteguk air teh hangat diminum. Buku-buku dimasukkan pada ransel, menyisir rambut secara asal-asalan. Tidak lupa memakai bedak juga lipstik agar terlihat hidup. Kini, waktunya untuk pergi sekolah bersama empat rekan laki-laki yang sudah menunggu sedari tadi di depan rumah.
Karlina mencium punggung tangan kedua orang tuanya berpamitan. Mencubit gemas dua adik kembar yang sudah wangi. Kakinya melangkah ke luar bagaikan pangeran. Ups, bidadari maksudnya.
"Ina! Lama banget, sih. Sampe berjamur gue," protes Ratno. Ia memang orang yang tak pernah sabaran.
"Masih pagi, jangan marah-marah! Kalau marah gue ngambek," jawab Karlina.
"Naik, gih!" titah Dion.
Gadis remaja tujuh belas tahun itu menaiki motor milik Dion. Sepanjang perjalanan diramaikan oleh mereka berlima, apalagi dengan ocehan Dion, Agas, serta Ratno. Mungkin, yang lebih normal hanya Aji dan Ina saja di antara mereka.
Singkat waktu, mereka sampai di sekolah SMA Garuda. Seluruh murid digegerkan dengan kedatangan dua anak baru sekaligus. Namun, Bintang Laut bersikap biasa saja saat mengetahuinya. Kemudian, Karlina dan kawan-kawan masuk ke kelas. Ada yang aneh, tempat duduk yang biasa Ina gunakan telah ditempati seorang wanita. Yang pastinya itu Clara Amelia, ia ingin duduk sebangku dengan Daniel Ananta. Enggak tahu diri.
"Awas! Itu tempat duduk gue," ucap Ina pada gadis yang masih asing baginya.
"Eh, mending lo cari tempat duduk yang lain. Gue pengen duduk di sini bareng Daniel calon masa depan gue," papar Clara membuat Ina mengernyit.
"Calon masa depan, kek. Pacar, kek. Gue gak peduli, itu tempat gue!" Nada suara Karlina mulai meninggi satu oktaf.
"Karlina! Lo jangan ngebantah ucapan Clara," celetuk Desi. Siapa nih?
Ia murid lama di sekolah ini, sangat membenci Karlina Anindita. Hanya saja tak bisa melawannya karena takut. Kedatangan Clara membuat dirinya berani.
"Nyenyenyenyeee! Orang kaya emang bebas mau apa juga," decit Ina sembari memilih tempat duduk paling belakang yang kebetulan kosong.
Perdebatan antara dua gadis telah selesai, tak lama seisi sekolah dihebohkan dengan kedatangan Anggara Maheswara. Para siswi berlari hanya untuk melihat wajah tampan anak baru tersebut. Kecuali Karlina.
Dion, Agas, Ratno, juga Aji tercengang. Mereka berempat tak menyangka jika anak baru itu teman duel Ina. Rasa takut mulai tumbuh, itu karena sifat Gara yang nakal.
"Hai! Ketemu lagi kita," sapa Gara pada empat pria di depannya.
"Iya, iya," jawab Ratno.
"Kenapa lo pindah sekolah? Di sana gak nyaman?" tanya Agas penasaran.
"Iya, gue ngerasa risih di sana. Lihat kalian yang selalu asik, gue jadi kepikiran buat pindah," balas Gara. Padahal mau ngedeketin Ina.
"Kok, gue curiga sama lu, Gara," celetuk Dion yang pundaknya langsung dipukul oleh Aji. "Apa, sih, Aji? Gue ngomong jujur."
"Itu gak sopan, kita harus menyambut anak baru," papar Aji selalu berpikir positif.
Bell dibunyikan oleh petugas sehingga seluruh murid berhamburan untuk masuk ke kelas. Daniel mengerutkan keningnya saat melihat Clara duduk di tempat Ina, pria itu menatap sendu mantan Babysitter-nya.
Ada sebuah harapan yang tersirat ingin kembali seperti kemarin-kemarin. Namun, rasanya itu sangatlah mustahil. Daniel duduk di samping Clara, tatapan netra hitam tersebut tampak tidak suka pada gadis yang duduk bersamanya. Anggara sendiri memilih tempat di samping Karlina. Dion terperanjat melihatnya, ia takut pria baru itu mengganggu sahabatnya.
"Anak baru juga?" tanya Karlina datar.
"Iya, lo gak suka gue sekolah di sini?" Gara balik bertanya.
"Enggak pa-pa, sih, cuman ngerasa aneh aja."
"Aneh? Aneh kenapa?"
"Guru udah masuk, mending siapin buku," ucap Ina bertepatan dengan tibanya guru matematika.
Kring! Kring! Cepet banget, baru juga masuk gurunya.
Istirahat adalah yang dinanti-nanti bagi murid pemalas. Gadis remaja tujuh belas tahun itu pergi ke kantin bersama empat temannya. Namun, sepertinya Gara ikut membuntuti dari belakang. Untuk Daniel sendiri, ia terjebak oleh keberadaan Clara yang super manja. Padahal, pria tersebut sangat ingin bersama Ina. Sesekali Daniel mendengkus dan menepis pelan lengan wanita yang sedari tadi bergelayut pada dirinya.
"Daniel, kamu kenapa? Kok, tangan aku dilepasin?" tanya Clara dengan suara yang dimanja-manja.
"Gak usah lebay! Lo bikin malu gue di sini. Mending main sama yang lain," ucap Daniel.
"Tapi aku pengen sama kamu, kita 'kan udah lama gak bareng-bareng kayak gini. Emangnya ... kalau aku pergi kamu mau ke mana?"
"Gue mau ketemu Ina, ada sesuatu yang pengen gue omongin," jawab Daniel.
"Ina? Buat apa, sih? Sepenting apa itu? Lagi pula, ya. Emangnya kamu gak takut sama Ina? Dia cewek murahan, temen mainnya aja sama cowok semua," oceh Clara.
"Jangan asal ngomong!" bentak Daniel sehingga Clara terkejut.
"Yang diomongin Clara itu bener," celetuk Desi tiba-tiba datang bersama tiga temannya. Feri, Moni, dan Sindi.
"Gue sama yang lain udah tau kelakuan buruk si Karlina. Dia sering bolos, nyontek, ngebon, bahkan ... keluarganya selalu pinjem uang ke Bank buat bebasin Ina. Asal lo tau, Ina gak sebaik itu. Dia selalu ngerasa paling baik, temen-temennya itu selalu ngelindungin kelakuan jahat Ina."
Semua fitnah itu dilontarkan oleh Desi untuk mengotori pikiran Daniel. Sebagai orang yang baru mengenal Karlina, tentu saja laki-laki tersebut mulai terpengaruh. Apalagi yang lain mengiyakan penjelasan palsu dari Desi.
Selesai merenung, Daniel dengan yang lain pergi ke kantin dan bentrok bersama Karlina. Terlihat jelas raut kekecewaan di wajah pria pemilik manik sehitam malam. Untuk Ina sendiri, ia merasa tak karuan dengan tatapan pria di hadapannya. Mereka berdua beradu pandang cukup lama sampai-sampai Clara berdecit kesal.
"Daniel!" gertak Clara. "Ayok ke kantin!"
"Iya," jawab Daniel patuh. Lalu, ia dan Clara jalan terlebih dahulu.
"Minggir," ucap Desi sembari menyenggol lengan Karlina. Berjalan dengan angkuh bersama teman-temannya.
"Dih, masih luas juga. Sok berani banget, tuh, anak. Dulu aja sering mohon-mohon," gerutu Karlina.
"Bengong mulu, lagi mikirin apa, hmn?" tanya Gara dari arah belakang melangkah ke samping Karlina.
"Gue gak bengong, cuman lagi ngelamun doang," balas Ina sembari melanjutkan langkahnya ke kelas. Gara menggaruk kepala, ia bingung dengan jawaban Karlina.
"Bedanya apa?" gumam Gara mengikuti langkah Ina.
***
Di kala petang, keluarga Surya berkumpul untuk membicarakan perihal bisnis yang akan dirilis oleh si anak sulung. Ya ... Ina berniat untuk membuat rumah makan. Gadis tersebut pandai memasak, banyak orang yang menyukai masakannya. Sebagian uang gaji dari Sekar digunakan modal. Bahkan, rekan-rekan Ina juga ikut andil dalam bisnis kuliner.
"Tempatnya udah gue temuin, di deket pantai," ujar Dion.
"Wah! Bagus itu, di sana tempat Om ngajar silat juga," sambung Surya.
"Kita mulainya kapan?" tanya Karlina.
"Menurut dari penelitian gue, hari minggu lebih cocok. Waktu luang," jawab Aji si anak cerdas.
"Setuju!" seru Agas dan Ratno bersamaan.
"Dimakan dulu kuenya." Lastri menghidangkan minuman serta kue ke atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Great Babysitter
Fiksi Remaja[FOLLOW DAHULU BARU BACA! JANGAN LUPA KOMEN SERTA VOTE! DILARANG KERAS PLAGIAT] Karlina Anindita, gadis SMA yang sedikit tomboy itu mempunyai empat teman pria yang mempunyai kepribadian berbeda. Karlina yang sering disebut Ina dikenal mahir dalam b...