'Semoga aja berhasil! Gue gak mau sampe gagal' batin Sindi.
Sebelum melanjutkan aksi, gadis remaja itu mengembuskan napas terlebih dahulu. Jari-jari tangannya tidak berhenti bergerak. Penuh keyakinan Sindi duduk di hadapan Ratno, matanya menatap cukup lama sosok laki-laki yang sedang membaca buku tersebut.
Kejora cerahnya berputar ke arah kanan serta kiri. Nyali dalam diri belum sepenuhnya hadir, pandangan terasa gelap untuk mengumpulkan kata-kata pertama. Ratno terlalu nampak serius untuk diajak berbicara. Lagi pula, pria tersebut bukan orang yang sangat bodoh. Pasti akan curiga jika Sindi bertanya perihal Ina secara tiba-tiba, itulah yang ada pada pikiran gadis dengan rambut yang diikat.
"Lo ngapain duduk di sini? Mau ngomong apa?" tanya Ratno.
Dia berhenti membaca buku, rasanya tak nyaman diperhatikan amat lama oleh wanita yang berada di depannya itu.
"Gu ... gue ... gue cuman pengen duduk aja, ngomong-ngomong. Masakan bikinan si Ina enak banget, ya? Kayak chef internasional gitu. Gue pernah beli soalnya, ya ... meskipun cuman sekali," papar Sindi.
Susah payah dia menelan ludah yang terasa bagaikan batu kerikil. Kakinya terus bergetar hebat karena gugup menyerang kuat.
"Jelas! Ina emang udah pinter masak dari sananya," balas Ratno.
"Hmn, terus, biasanya si Ina suka bikin masakan apa? Pastinya, si Ina tuh punya makanan favorit sama makanan yang dia gak suka sama sekali, kan?" tanya Sindi dengan segala drama.
Sebelum menjawab, Ratno merenung sejenak. Lelaki itu menyentuh dagu lancipnya, tatapan manik hitam Ratno mencoba untuk mencerna ucapan Sindi.
"Eum ... setau gue, ya, Ina suka banget sama ayam bakar buatan ibunya. Maka dari itu, Ina sering masak ayam bakar. Sebenernya banyak makanan favorit Ina, tapi itu yang paling utama. Ina juga gak suka sama semur jengkol, katanya bau! Apalagi sama pare, pahit! Kalau sampe makan dua hidangan itu, Ina bakal muntah-muntah."
Panjang lebar Ratno menjelaskan tentang sahabat wanitanya tersebut. Seketika Sindi mengembangkan senyum, hatinya merasa puas dan cekikan pada sukma telah terlepas. Berita menguntungkan ini mesti secepat mungkin dikabarkan pada Clara serta yang lainnya.
"Wah! Ina favoritnya sama kayak gue, ayam bakar. Jujur, gue juga gak suka sama semur jengkol dan pare."
Sindi berpikir bahwa dirinya sudah berhasil, ia menengok arloji yang dikenakannya. Detak jarum jam tangan tersebut hampir menentukan masuk pelajaran selanjutnya.
"Oh, ya, Ratno! Sebentar lagi masuk, gue pergi ke kelas duluan, ya?" Sindi menyunggingkan senyuman, ia berlalu pergi dengan hati senang. Sementara, Ratno memerhatikan punggung gadis tersebut yang mulai menghilang dari balik pintu.
***
Bel pulang sekolah telah berbunyi. Materi hari ini selesai, semua murid serta guru-guru bersiap untuk pulang. Namun, sebelumnya ada pengumuman dari Desi kepada seluruh teman-temannya.
Minggu depan akan ada perayaan hari ulang tahun dirinya yang ke delapan belas tahun. Siapa pun dipersilakan hadir asalkan membawa bukti surat undangan. Tidak ada satu orang yang tertinggal. Dalam acara itu pula Clara memanfaatkannya agar bisa menjahili Karlina.
Selepas datang ke rumah tepat waktu, Ina mencari pakaian yang cocok untuk dirinya kenakan nanti. Gadis remaja tersebut memilih gaun berwarna putih cerah yang terdapat manik-manik juga. Tidak lupa mengambil sepatu lamanya yang pernah dipakai sekali saja. Masih terlihat bagus dan elegan, segala sesuatunya sudah dia siapkan. Namun, seperti ada yang terlupakan.
"Apa yang gue lupain, ya? Kok, kayak ada yang kurang?" gumam Karlina sembari melihat-lihat sekeliling kamar. "Astaga! Kado! Gue lupa buat nyiapin kado."
"Kado buat apa?" tanya Lastri yang baru saja datang.
"Ini, lho, Bu! Temen Ina bentar lagi ultah, tapi aku gak tau harus kasih kado apa?"
"Ohh, soal itu mah gampang. Kamu beliin aja dia sepatu, enggak usah yang ribet-ribet! Misalkan dia nolak, biarin aja. Setidaknya kamu udah usaha," papar Lastri.
"Ibu hebat! Ya udah, abis selesai beresin kamar. Ina mau pergi sama temen-temen buat bikin kado, boleh?"
"Boleh ... tapi sebelumnya makan dulu, jangan sampai kamu sakit! Semua makanan udah ibu siapin di dapur, tinggal ambil aja."
"Hokee!" seru Karlina sembari memberikan hormat dengan tegak.
Kemudian, gadis itu menggantung gaun putihnya dan melangkah ke dapur untuk makan. Hari semakin siang, tetapi suasana nampak teduh tidak terlalu panas. Akhirnya, Ina menelepon Dion untuk mengajak pergi mencari hadiah bersama teman lainnya.
Ransel kecil berwarna hitam ditenteng. Rambut tergerai tanpa ikatan, penampilan sederhananya sama sekali tidak mengurangi kadar kecantikan. Di depan sana telah hadir rekan-rekan yang setia menemani ke mana pun pergi.
"Lho, Daniel? Gara? Kalian mau ikut juga?" tanya Ina keheranan.
Perasaan, dia berniat mengajak empat sahabatnya saja tanpa dua orang yang disebutkan tadi.
"Biasa aja bibirnya, emang kita gak boleh ikut? Jangan pilih kasih lu," celetuk Daniel yang mengenakan jaket lepis.
"Ya ... gak masalah, tapi aneh aja gitu. Gue padahal cuman ngajak Dion, Agas, Aji, sama Ratno doang," ujar Karlina.
"Jadi ... boleh atau enggak?" tanya Gara.
"Dilihat dari wajahnya, sih, kita kayak gak dibolehin ikut, Ga!" sindir Daniel.
"Gue gak bilang kalian gak boleh ikut, gue gak ada masalah sama sekali! Lo jangan mancing emosi mulu, Daniel!" seru Ina sembari mengalihkan pandangannya. Malas berdebat, tetapi rindu jika tidak bertemu.
"Debat mulu kapan berangkatnya?" Agas memutar bola matanya. Ia terlalu bosan melihat pertengkaran dua rekannya itu yang tak ada habisnya.
"Yok, berangkat, yok!" teriak Dion.
"Gasskeun, lah!" sambung Aji.
***
Lima cangkir jus jeruk terhidang di atas meja kayu bundar. Sekelilingnya dihiasi tanaman-tanaman hijau dan bunga-bunga mekar. Air kolam terlihat jernih, daun kering menggesek rumput yang terhampar luas di sekitar halaman rumah. Kicauan burung kutilang bernyanyi di pepohonan tinggi. Kelinci meloncat ke sana ke mari. Mentari tersenyum menemani hari, cahayanya meluas pada bumi.
"Gimana? Udah siapin semuanya?" Clara mengawali pembicaraan. Ia tersenyum sinis, tak sabar menanti hari itu. Di mana dirinya akan mempermalukan Karlina Anindita agar merasa jera.
"Tenang aja! Gue udah beresin semuanya, kita tinggal tunggu tanggal mainnya itu," jawab Desi menyeringai bak harimau hendak menerkam.
"Main apa?" tanya Sindi. Pikirannya memang sedikit lambat untuk memahami.
"Petak umpat!" teriak Feri.
"Umpet kali, Fer!" seru Moni dengan tangan menepuk keras pundak teman laki-lakinya tersebut.
"Sakit bangke!" rengek Feri. Jiwa kelakiannya muncul juga setelah dipukul keras.
"Lebay! Cowok layu banget kek bunga kagak pernah disiram," oceh Moni.
"Kenapa jadi ribut, sih? Gue 'kan nanyanya kita main apa?" keluh Sindi.
"Lo, sih, punya otak lola banget. Makanya perbanyak makan makanan bergizi," ujar Feri.
"Kalian bertiga ribut mulu perasaan kalau ketemu, pusing gue," gerutu Desi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Great Babysitter
Novela Juvenil[FOLLOW DAHULU BARU BACA! JANGAN LUPA KOMEN SERTA VOTE! DILARANG KERAS PLAGIAT] Karlina Anindita, gadis SMA yang sedikit tomboy itu mempunyai empat teman pria yang mempunyai kepribadian berbeda. Karlina yang sering disebut Ina dikenal mahir dalam b...