Dua Puluh Lima - Maret

562 59 81
                                    

*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

*

Cerita ini tentang aku dan dia.

Tentang bagaimana perasaanku tumbuh dengan sempurna.

Tentang rasa yang seharusnya tidak pernah ada.

Juga tentang cinta dan luka pertama yang diterima.

*

*

Pukul delapan malam, seorang anak menangis di sudut kamarnya. Ia baru saja dimarahi Bunda karena tidak sengaja memecahkan gelas.

Altair namanya, anak pertama dari keluarga Gunadhya. Ia juga cucu pertama dari neneknya yang bernama Sakka Gunadhya. Ia sangat disayang oleh beliau, apa yang diminta pasti dia dapat. Diumurnya yang masih enam tahun, ia masih menyandang gelar anak tunggal. Ia tidak mau punya adik, berulang kali ketika ditanya, Alta selalu menolak. Ia suka sendiri, ia tidak butuh adik yang harus menemani. Jadi untuk sekarang, menjadi anak tunggal adalah kesukaannya.

Suara sesenggukan nyaring terdengar. Sudah lebih dari lima menit ia menangis dan masih enggan berhenti. Ia sedih Bunda marah, padahal hanya sebuah gelas. Alta tidak mengerti dengan Bunda. Apa gelas lebih berharga dari dirinya?

Disela-sela isak tangisnya, sebuah cahaya putih berpendar. Membuat ia menyipit karena silau. Lalu bagaikan sebuah sihir, seorang gadis cantik dengan gaun putih muncul di hadapannya. Alta takut, tapi ia terlalu kepo untuk itu.

"Kakak siapa?" tanya bocah itu sembari sesekali menariki ingusnya.

Perempuan itu tersenyum. Ia mendekati Alta lalu sedikit membungkuk untuk mengusap sisa air mata di wajah bocah itu.

"Aku bintang jatuh" jawabnya dengan senyum yang sangat manis. Bahkan lebih manis dari permen kapas yang biasa Alta makan.

"Bintang jatuh?" heran si bocah menatap bingung gadis cantik itu.

"Iyaa, namaku Aries. Nama kamu pasti Alta kan?"

"Kok kakak tau?"

"Bintang jatuh tau semua"

Alta hanya mengangguk lucu, ia percaya dengan ucapan gadis misterius itu. Lalu perlahan, Alta bangkit dari posisi duduknya, menatap si cantik yang tersenyum lebar karena tangis Alta telah berhenti.

"Kakak ngapain ke sini?" tanya Alta lagi-lagi menariki ingusnya yang ingin jatuh.

"Aku mau menghibur kamu" jawabnya membungkuk lalu mengusap surai Alta lembut.

"Menghibur Alta?"

Aries mengangguk, ia menyeka lembut air mata yang masih membanjiri pipi bocah itu. "Alta..." panggilnya penuh dengan kelembutan.

Kolase ImajiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang