Tujuh Belas - April [2]

304 27 8
                                    

*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

*

"Kenapa seseorang bisa dengan mudah jatuh cinta di waktu pertemuan pertama mereka? Ya karena itu cinta, datangnya bisa berbagai cara."

Eretta Efendi

Arga Putra Zebua adalah putra tunggal dari Demian Bumi Zebua pendiri sekaligus CEO Zebercorp, sebuah perusahaan yang tergolong besar di ibukota. Perusahaan ini dirintis ayah Arga sejak masih muda dulu. Modalnya ia kumpulkan berdua bersama istrinya, ibunya Arga. Namun sedih, Ibu Arga tidak bisa menikmati lebih lama hasil perjuangannya bersama kekasihnya ini, yang Di Atas sana jauh berkali lipat lebih sayang dengan Ibu Arga. Di rumah Arga hanya ditemani dengan asisten rumah tangga yang tiap sore akan pulang ke rumahnya lalu datang lagi saat pagi sebelum jam kantor dan sekolah Arga. Hanya ada satu petugas keamanan yang kadang merangkap membersihkan kebun dan satu orang supir untuk Arga. Itulah sebabnya Arga sudah terbiasa dengan kesepian dan ketenangan. Rumahnya tidak terlalu besar, tapi seberapapun luas rumah akan tetap terasa kosong dan dingin tanpa sosok hangat seorang ibu.

Sampai hari dimana ada sebuah keluarga yang lewat di depan rumahnya dengan heboh. Arga yang saat itu sedang duduk bermain game online di teras depan sambil menemani Pak Bayu, petugas keamanaan di rumahnya menyiram tanaman dan memotong daun-daun kering. Arga langsung memasang perhatian penuh pada mereka yang sedang lewat itu. Dilihatnya ada lima wanita dengan satu yang dalam pikiran Arga saat itu adalah kakak yang tertua, menggendong bayi laki-laki yang sedang menangis sambil tangan kanannya menggandeng satu tangan anak lainnya dan wanita satu lagi yang menurut Arga terlihat seusia dengannya, tangan kanan dan kirinya menggandeng dua anak yang sepertinya seumuran. Satu bayi ditambah 3 anak kecil yang menangis bersamaan, mungkin karena merasa asing dan belum terbiasa dengan lingkungan baru mereka. Siapapun yang melihat ini mungkin akan merasa risih dan terganggu. Tapi Arga justru memperhatikan mereka dengan seksama. Yang menggendong bayi, menenangkan dengan sabar. Yang menggandeng anak yang lebih kecil menenangkan dengan ceria. Arga merasa hatinya menghangat.

Tebakan Arga benar, salah satu wanita yang dilihatnya lewat saat itu memang seumuran dengannya dan sekarang mereka berada di sekolah dan kelas yang sama.

"Hai Arga, gue Rere!"

Nada bicara ini, nada yang tidak pernah Arga dengar sebelumnya. Tidak pernah ada yang mengajaknya berbicara seceria ini. Tidak pernah ada yang menyapanya dengan senyum secerah ini. Arga tidak terbiasa.

Dengan 'serangan' yang mendadak seperti ini, Arga tidak siap. Otak pintarnya tidak bisa merespon dengan cepat harus seperti apa ia menyambutnya? Yang kemudian hanya matanya yang merespon dengan membulat kaget dan berkedip cepat berkali-kali.

"Arga? Haiiii... Gue Rere, yang minggu lalu lewat depan rumah lo, yang rame-rame ituuu." Dengan gemas dan tidak sabar Rere menggoyangkan sebelah bahu Arga, sambil menceritakan kejadian minggu lalu dengan harapan dapat menarik sedikit ingatan Arga pada pertemuan pertama mereka waktu itu.

Kolase ImajiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang