.
Terhitung hampir setengah jam mereka berdua masih dalam posisi yang sama, Jaeyoon yang tadinya sesegukan kini nafasnya mula beratur tenang mendekam didada Sunghoon, pria yang berada dipangkuannya ini tertidur, penat fisik serta batin.
Sunghoon dengan hati-hati bangkit dari duduk dengan masih mendekap erat Jaeyoon didakapannya. Kakinya ia ayunkan ke arah kasur, meletakkan tubuh yang lebih pendek darinya ini dengan perlahan.
Memerhatikan wajah tidur Jaeyoon dengan sedikit sobekan diujung bibirnya serta kedua pipi yang lekat karena air mata. Sunghoon berinisiatif melangkah mengambil kotak ubat serta handuk kecil yang sedikit lembab.
Sebelum mengubati Jaeyoon, Sunghoon terlebih dahulu membersihkan wajah Jaeyoon dan juga darah yang berada diujung bibirnya yang bercampur dengan air mata yang telah kering. Baru setelah itu ia mengelosi luka sobekan dibibir Jaeyoon dengan selep.
Penuh hati-hati agar tidur Jaeyoon tak terganggu, berselang menit ia kembali menatap wajah Jaeyoon yang kini terlihat bersih tidak seperti sebelumnya yang sedikit kotor.
Menggapai tangan kanan Jaeyoon lalu mengecup berulang kali melafalkan kata maaf dalam hatinya.
Maaf, gue gak bermaksud buat lo ingat balik luka yang lo coba buang. Maaf.
Gumam Sunghoon berkali-kali dalam hati, matanya tidak lepas menatap raut Jaeyoon yang terlelap. Setelahnya ia menyelimuti Jaeyoon lalu mendaratkan bibirnya dikening Jaeyoon lama.
Setelahnya ia mengerling arlorji yang menunjuk pukul setengah tujuh, dia harus membersihkan diri, sebelum menyusul Jaeyoon.
.
.
.
Pagi hari yang baru menginjak pukul lapan, presensi Sunghoon telah terlihat sibuk mengatur sarapan pagi dengan menu ringkas yang masih bisa ia sediakan.
Netranya melirik ke arah kamar tidurnya, melihat-lihat jika atensi Jaeyoon keluar dari sana, karena setelah dirinya bersiap ia lebih dulu membangunkan Jaeyoon semantara ia menyediakan sarapan untuk mengisi perut mereka berdua di pagi hari.
Mengingat kembali ketika ia membangunkan Jaeyoon, pria itu sama sekali tidak memakinya atau melayangkan protes karena mengganggu tidurnya, malah Jaeyoon langsung bangun dan menurut tanpa kata, yang membuat hati Sunghoon tidak enak.
Mendengar pintu kamar yang terbuka sontak Sunghoon menoleh pada Jaeyoon yang berpenampilan hampir sama seperti kemarin, masih dengan turtle neck yang berbeda warna dari yang kemarin, kini terlihat abstark abu-abu dipadan dengan kardigan putih.
"Makan dulu, lo semalam gak makan." Suruh Sunghoon yang tanpa dibantah Jaeyoon menurut, duduk bertentangan dengannya di meja pantry.
Tiada yang memulai percakapan lagi setelah itu, hanya terdengar sudu yang beradu dengan pinggan, hingga Sunghoon menyudahi makanannya lalu inisiatif mencuci bekas pinggan yang ia gunakan. Menoleh sesaat pada Jaeyoon yang juga kini telah menghabiskan sarapannya, Sunghoon gesit menahan Jaeyoon yang ingin berdiri.
"Biar gue beresin, lo makan ni roti." Tangannya mendorong piring yang ada beberapa roti tawar yang sudah berisi selai pada Jaeyoon, lalu mengambil bekas pinggan Jaeyoon dan membawanya ke wastefal.
Lagi Jaeyoon hanya menurut, mulai mengunyah roti sembari menatap punggung lebar Sunghoon yang membelakanginya di wastefal.
Tanpa sedar Sunghoon kini berbalik setelah menyudahi perkerjaannya, dahinya mengerut melihat Jaeyoon menatap lurus ke arahnya atau lebih tepatnya, melamun.
"Lo kenapa?" Jarinya ia petik dihadapan wajah Jaeyoon hingga tubuh mungil itu tersentak kaget.
"L-Lo udah selesai?" Tanya Jaeyoon kikuk, nampak kebingungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORCED || sungjake
Fanfiction- terpaksa dan dipaksa untuk bersatu dalam sebuah hubungan yang mengikat dua manusia yang tidak pernah mereka impikan - bagaikan kepompong yang tidak pernah berpisah seperti itulah gambaran Sunghoon dan Jaeyoon, hubungan mereka bisa dibilang baik, b...