Chapter 9

4.8K 446 26
                                    

.

Bersandar santai dijok mobil dengan sesekali menggerakkan kakinya, mata Jaeyoon tidak lepas memerhatikan Sunghoon yang baru saja keluar dari mobil hendak membeli makanan direstoran yang jaraknya hanya beberapa langkah dari mobil yang ia parkir.

Mereka berdua baru bisa bernafas lega setelah dari siang sibuk mengurusi segala hal tentang pernikahan mereka dari mengunjungi gereja hingga ke gedung acara pernikahan yang akan berlangsung. Mereka lakukan bersama-sama hingga tidak sedar itu memakan waktu yang lama.

Hingga kini jam telah menginjak pukul enam petang, niat dihati ingin langsung pulang namun keduanya sudah terlanjur lapar dan kebetulan terdapat restoran yang tidak jauh dihadapan mobil Jaeyoon terparkir, dan juga beruntung restoran itu tidak terlalu ramai. Mereka berdua bisa makan selama perjalanan.

Netra hitam Jaeyoon seketika meliar disegala arah di dalam mobilnya mencari sesuatu, malah irisnya menangkap beberapa kad undangan dijok penumpang belakang yang ia letak asal semalam, nampaknya mau tidak mau ia harus memberikan kad itu pada kedua temannya.

Sesaat Jaeyoon membuka sesuatu disamping jok kemudi membongkar segala benda yang terisi di dalam sana yang seketika ia tersenyum begitu benda yang ia cari berada dalam tangannya.

Photocard bersama gantungan tali itu telah lama ia tidak nampak, yang tempatnya seharusnya digantung di antara jok hadapan yang kadang Jaeyoon tiap menyetir pasti mencuri pandang pada gantungan photocard.

Terakhir yang ia ingat ia meletakkan asal photocard itu menyembunyikannya setelah berantam hebat bersama Sunghoon, karena merasa sakit hati tiap melihat photocard itu dimobilnya.

Photocard itu bergambar ia dan Sunghoon namun bukan hanya mereka berdua tapi bertiga, bersama sosok laki-laki tegap paru baya memeluk dua anak remaja yang menyandarkan kedua kepalanya dipundak si pria dewasa serta kedua tangan anak remaja itu memeluk erat tubuhnya dengan senyum lebar yang membuat mata mereka nampak sipit.

Sosok itu ayahnya gambar itu diambil diulang tahun ayahnya yang terakhir kali sebelum ayahnya meninggalkannya buat selamanya. Dalam foto itu ia dan Sunghoon baru saja memasuki sekolah menengah wajahnya kedua juga masih terlihat tembam.

Jaeyoon tersenyum kecil ketika kenangan masuk dalam ingatan, dan ia masih mengingat, ia dan Sunghoon selalu berebut untuk menarik perhatian ayah. Kadang ia cemburu sama Sunghoon dan merasa seperti bukan anak kandung karena ayahnya kadang lebih menaruh perhatian terhadap Sunghoon.

Namun ayahnya selalu mengingatkannya bahwa Sunghoon layak mendapatkannya bahkan lebih karena Sunghoon tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah, sosok ayah Sunghoon telah tiada sejak Sunghoon masih dalam rahim ibunya yang baru berapa minggu.

Tidak heran Sunghoon lebih banyak menghabiskan masanya dirumah keluarga Jaeyoon, yang memang sedari bayi Sunghoon selalu dititipkan kepada ibu Jaeyoon yang memang kebetulan ia dan Sunghoon lahir ditahun yang sama dan hanya beda sebulan.

Ibu Sunghoon yang mengambil alih perusahaan suaminya membuatnya  sibuk dan tidak punya masa seperti ibu Jaeyoon yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga sepenuh masa kala itu. Dan karena terbiasa, hal itu bukan masalah bagi Sunghoon karena memang sedari bayi ia sudah terlatih dengan kesibukan ibunya. Baginya itu hal yang sangat lumrah.

Sejak ayah Jaeyoon meninggal, sosok dua ibu itulah yang menjadi ayah dan ibu sekaligus buat dua anak remaja kala itu. Walau tidak menampik kesibukan dua wanita itu namun masih bisa membagi masa untuk kedua anak mereka.

Tersenyum lebih lebar mengingat kembali memori bersama ayahnya, Jaeyoon kembali menggantung photocard itu ditempatnya semula dan bertepatan itu mobil jok sebelah kemudi terbuka dan masuk sosok Sunghoon dengan kantong plastik berisi makanan.

FORCED || sungjakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang