4. Masih peduli?

1.6K 133 10
                                    

Happy Reading...

Setelah memasuki rumah mewah nan luas itu, Gaziel menuju dapur terlebih dahulu. Bukan untuk makan, melainkan untuk mencari pekerjaan yang mungkin belum sempat di kerjakan oleh bibi yang bekerja.

Di sampainya disana, pekerjaan yang seharusnya ia kerjakan kini sudah selesai. Gaziel menjadi bersalah, karena meninggalkan rumah ia jadi merepotkan bi Sarah. Di antara banyaknya maid dirumah ini, bi Sarah lah yang paling sayang dan bersikap baik kepadanya.

Gaziel akhirnya memilih untuk ke kamar, mengistirahatkan sedikit tubuhnya. Lelah dan letih itu yang sering ia rasakan namun tak membuat semangat anak itu berkurang.

Terkadang, Gaziel menangis dalam tidurnya, ketika menginat takdirnya yang kejam. Ia juga ingin merasakan pelukan dan kasih sayang ibunya, kalimat penenang saat ia sedih, terluka. Gaziel termasuk anak yang lemah, rapuh tapi ia berusaha untuk terlihat baik-baik saja karena ia yakin suatu hari nanti mereka akan menyayanginya 'kembali.'

Tok. Tok. Tok.

Suara pintu yang di ketuk dari luar, membuat Gaziel yang akan memejamkan matanya harus ia tunda. Ia pun bergegas membukakan pintu.

"Udah tidur den?" tanya bi Sarah orang yang telah mengetuk pintu kamarnya.

"Belum kok bi," jawab Renand.

"Maaf den, bibi udah ganggu tidurnya Aden. Tadinya, saya pikir aden belum pulang," kata bi Sarah yang merasa bersalah.

"Gak bi, tadi Gaziel belum tidur kok dan baru juga datang, ada apa bi kok cari Gaziel? Papa mama udah pulang yah?"

Pertanyaan yang selalu dan yang pertama ia tanyakan adalah perihal keluarganya. Karena keluarga adalah prioritasnya.

"Belum den, nyonya dan tuan belum pulang kemungkinan mereka akan liburan sekitar satu minggu den. Saya datang kesini ngantar makanan den," bi Sarah memperlihatkan sebuah nampan berisi makanan beserta lauk pauknya. Anak majikannya itu tak pernah mau makan ketika tak di paksa. Yang bi Sarah takutkan adalah jika Gaziel sampai sakit, ia menyayangi Gaziel layaknya anak kandung.

"Den Gaziel makan ya," bujuk bi Sarah menyerahkan nampan itu pada Gaziel namun di tolak dengan halus oleh sang empu.

"Gak usah repot-repot bi, Gaziel kan bisa ambil sendiri, kasian bibi harus nganter makanan ke kamar Gaziel."

Bi Sarah tak menolak penolakan. Ia segera menyerahkan makanan itu. Dan Gaziel tak ada pilihan lain, selain menerimanya. Ia juga tak enak hati jika selalu menolaknya.

"Gak papa den, ini udah menjadi tugas bibi," jawab bi Sarah dengan senyuman hangatnya.

"Terima kasih bi."

"Den Gaziel makan ya, habis itu istirahat, bibi tinggal."

"Iya Bi."

Gaziel menutup kembali pintunya, ia duduk bersila di lantai dan mulai memakan makanan yang diberikan oleh bi Sarah.

"Terimakasih bi, selalu ada buat Gaziel. Semoga suatu hari nanti Gaziel bisa balas kebaikan bibi."

-----

Hari-hari Gaziel tanpa keluarganya ia jalani seperti biasa, selama itu ia tak pernah bermalas-malasan. Meski tak ada yang mengawasi tetapi itu sudah menjadi kewajibannya.

Tak terasa sudah satu minggu berlalu. Gaziel baru saja sampai di rumah. Dan ia melihat mobil papanya itu sudah terparkir rapi di halaman rumah. Ia ingin sekali menyambut kedatangan bertanya banyak hal kepada mereka namun semua itu hanya akan menjadi angan-angan untuknya.

Gaziel berjalan masuk ke rumah dengan perasaan yang bahagia. Berharap akan ada yang menyambutnya namun kedatangannya di anggap angin lalu oleh mereka.

D ruang tamu itu, ia melihat jikalau kakak kembarnya itu tengah memamerkan barang-barang yang telah ia beli. Tak ingin menggangu momen keluarga itu, Gaziel bergegas masuk ke kamarnya untuk berganti pakaian dan melakukan pekerjaan rumahnya.

Gaziel Story {ON GOING} - (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang