Tidak Suka Choco Pie

18 1 0
                                    

"Hai kenalin aku Zafa assisten PD disini semoga kita bisa bekerja sama mulai saat ini" ungkapnya pria tegap itu mengenalkan diri. Semua diam memperhatikannya. Tapi tidak dengan wanita ini sejak tadi ia hanya menunduk dan bertarung dengan diri sendiri.

"Kenapa harus dia? Dunia yang seluas ini kenapa kita harus bertemu lagi?" Tanyanya dalam hati dan berkali-berkali menggelengkan kepala.

"Dari beberapa orang penyiar disini aku udah kenal nama tapi belum yakin orangnya yang mana" ucap pria itu lagi dengan ramah.

"Tapi aku yakin mulai hari ini dan kedepannya kita akan saling mengenal dan saling membantu untuk menyukseskan program-program kita" tambahnya dengan yakin.

"Ini hanyalah kebetulan semata, dan aku harusnya bisa bersikap biasa saja karena itu adalah masa lalu" lagi-lagi wanita ini berucap dalam hati di iringin anggukan kepalanya meyakinkan diri sendiri. Membuat kedua pria disebelahnya bingung akan tingkahnya.

"Kau kenapa?" Tanya Wildan namun tak ada respon.

"Memangnya di semua program kita, kamu lebih sering dan dengar program yang mana?" Tanya Aida Nurul.

"Emmm Hati" jawabnya sambil berpikir. Lantas saja kalimat itu membuat Rhein langsung merangkul partnernya dengan membagakan diri, dan rangkulan itu membuat wanita yang sibuk dengan pikirannya sendiri itu sadar dan menoleh.

"Apa yang kau lakukan?" Tanyanya bingung.

"Kau tidak dengar barusan dia menyukai program kita" jelasnya.

"Hah?" Hanya itu yang keluar dari mulut wanita itu dan tanpa disadari ia memberanikan diri memandang wajah pria itu. Mata mereka bertemu.

"Iya... hah heh hah heh kau mengerti tidak dia menyu..."

"Ahh sudahlah tidak mau dengar" ucapnya melangkah pergi.

"Pinkan" Panggil Rhein dan Wildan secara bersamaan. Membuat semua orang yang disana memperhatikan keduanya. Tak kalah heran keduanya juga saling memandang aneh,Wildan memilih pergi dan menyusul Pinkan.

"Aku dapat hadiah choco pie, penelpon dengan nama choco pie, dan hari ini pemberi hadiah dan penelpon choco pie ada..." ucapnya kini sedikit bergeming.

"Apa maksudnya jadi choco pie itu?, tidak, tidak mungkin" suranya terdengar lebih jelas.

"Pinkan apa yang tidak mungkin?" Tanya Wildan bingung melihat tingkah temannya ini. Mendengar pertanyaan itu wanita ini tak kalah bingung untuk menjawabnya karena ia juga tak menyadari bahwa pria ini terus mengikutinya.

"Hah? Aa...apa?"

"Kamu tu dari tadi hah hah terus, kamu kenapa sih?" Tanyanya lagi.

"Emm gak ada apa-apa mungkin kecapekan jadi gak fokus, maklum abis UAS" jawabnya menyalamatkan diri, mendengar itu pria ini hanya menganggukan kepala.

***

"Untuk pertemuan pertama kita, aku membawa sedikit cemilan untuk semua" ungkap pria bernama Zafa ini sambil membagikan bingkisan yang ia ambil dari paper bag di atas meja. Semua menerima bingkisan itu dengan senang hati, tapi tidak dengan pria ini ia menerimanya dengan malas. Bagaimana tidak ia merasa ditinggalkan dan sedikit cemburu karena temannya dan partnernya yang sekarang entah kemana.

"Rhein kenapa kamu gak dicicip choco pienya?" Suara bang Tama membuyarkan lamunanya.

"Hah choco pie?" saat itu juga ia memikirkan partnernya yang becerita sepanjang hari karena menyukai choco pie.

"Rhein mau kemana?" Tanya bang Tama mengehentikan langkahnya yang baru mau keluar.

"Keluar cari..."

"Ada apa sih sebenernya kalian bertiga? belum selesai masih ada yang mau saya sampein, kamu jangan kemana-mana dulu" pintanya. Tak ada perlawanan dari Rhein karena ia sangat menghormati bang Tama.

"Sambil makan cemilannya aku juga sampein selama cuti Zafa yang ambil alih jadi mungkin ada beberapa program dan jadwal siaran baru ini juga gebrakan dari calon PD" jelasnya.

"Jadi diterima nanti sarannya diskusi dulu siapa tau ini akan jadi lebih baik" tambahnya.

"Oke bang". Jawaban dari semua penyiar.

"Baik boleh pulang yang jadwalnya udah selesai, kalo lanjut siaran disipain, yang mau nongkrong di sini boleh" tambahnya. Para penyiar keluar dari ruangan itu termasuk Rhein yang sejak tadi tidak sabar ingin mengakhiri pertemuan ini dan mencari kedua orang itu.

"Keluar dulu ya bang". Tambahnya sambil melangkah pergi meninggalkan ruangan. Mata Rhein menyusuri setiap sudut gedung 'kemana mereka'. Tak lama pencariannya berakhir karena orang yang dicarinya duduk berdampingan mengobrol tanpa menyadari kedatanganya.

"Pinkan tebak aku bawa apa?". Mendengar suara pria itu keduanya langsung mengadahkan wajah melihatnya. Pinkan menantikannya.

"Tada... choco pie kesukaan kamu". Katanya menunjukan bingkisan cemilan dari punggungnya. Wanita itu membelalakan mata dan langsung berdiri dari duduknya.

"Kamu suka kan? jangan banyak-banyak makannya nanti gendut"

"Kamu tu apaan sih Rhein choco pie, choco pie, choco pie lagi siapa bilang aku suka, aku gak suka". Ucapnya dengan nada sedikit keras. Pria itu tak mengerti mengapa wanita ini tiba-tiba berubah kemarin ia senang sekali menerima hadiah ini.

"Bukannya kamu..."

"Enggak! Aku gak suka, makan sendiri" Tambahnya lagi dan berlari meninggalkan.

Pria ini masih mematung karena tindakan wanita ini kepadanya, dan memikirkan kembali sebenarnya ia berbuat salah apa lagi sehingga wanita itu marah. Wildan yang melihat itu juga tak bisa bertindak apa-apa karena ia juga tak mengerti apa yang terjadi pada Pinkan. Wanita itu kembali dengan langkah besar dengan raut wajah kesal.

"Anda... ayok kita pulang sekarang" ajaknya sambil menarik lengan Wildan dan pergi. Tak jauh dari mereka pria yang membawa bingkisan kotak berwarna merah itu memperhatikan.

"Selamat bergabung ya, wah ini choco pienya beda rasa ya?" tunjuk bang Tama pada sebuah bingkisan kotak berwarna merah yang masih tertinggal di paper bag dan mau membukanya.

"Eee.ee jangan bang ini mau aku..."

"Ohh mau kamu bawa pulang lagi ya??"

"Hah? Iya iya ini mau aku bawa lagi" jawabnya. 

I.L.Y.A ( I Love You Announcer)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang