[2] Secangkir Kopi

936 129 12
                                    

~HAPPY READING~
Sebelum baca...
Vote dan Comment dulu(◠‿◕)
· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·

Ini sudah ke 5 harinya Jisoo kembali ke tempat ia bertemu dengan lelaki yang sampai sekarang bahkan tidak jelas namanya. Entah apa yang merasukinya hingga ia bersedia menunggu sampai larut malam, bahkan ia mengambil pekerjaan paruh waktu agar lebih leluasa mengawasi lelaki itu jika sewaktu-waktu ia kembali. Jisoo benci saat ia harus pulang tanpa membawa kabar bahagia buat hatinya. Ia tidak bisa bohong pada hatinya. Ia merindukan lelaki itu padahal ia belum sempat berbicara sedikit pun dengannya. Namun rasa benci itu akan hilang tanpa bekas sesaat ia mengingat bagaimana cara lelaki itu tersenyum.

"Kau masih di sini" suara berat khas Jiyong mengagetkan Jisoo dari lamunannya. Kakak laki lakinya ini memang sering berkunjung ke sini dan setiap ia berkunjung pasti akan ada sosok Jisoo yang bekerja maupun duduk dengan secangkir kopi.

Jisoo menghela nafas sembari tersenyum kecut ke arah sang kakak. Ia tidak ingin Jiyong tahu ia mulai menyukai seorang laki laki. Ia tahu persis sikap sang kakak yang selalu cemburu jika Jisoo lebih dekat dengan pria lain selain dirinya. Lebih tepatnya ia memiliki kakak posesif.

"Entahlah aku malas sendirian di rumah" Bohong Jisoo. Dahi Jiyong mengerut saat ia mendengar jawaban sang adek. Bagaimana ia bisa mengatakan malas sendirian di rumah sedangkan di rumah ada wonyoung yang menunggunya seharian.

"Kasihan wonyoung sendirian di rumah" Jiyong mendudukkan dirinya di depan Jisoo untuk memandangi wajah lesu Jisoo.

"Dia sudah dewasa oppa" jawab Jisoo dengan nada malas dan kesal

"Kau benar wonyoung memang sudah besar tapi ia masih membutuhkan mu di rumah. Sudah 2 kali kau membatalkan janji pergi ke jalan jalan dengannya. Apa yang salah dengan mu. Kau biasanya tidak seperti ini?" Raut wajah khawatir terlihat jelas di wajah Jiyong. Sebenarnya ia berpikir bahwa Jisoo mengalami perundungan di kampus barunya. Jika di lihat dari sikap Jisoo yang blak blakan dan tidak pernah memikirkan perasaan orang lain, perundungan memang bisa saja terjadi.

Tapi bukan Jisoo namanya jika ia tidak tahu apa yang Jiyong pikirkan bahkan sebelum ia berbicara dengannya.

"Hentikan pikiran aneh mu itu oppa. Kau pikir aku gadis lemah?" Jisoo meminum kopi nya yang sudah mulai dingin karena kelamaan tidak di minum "aishh... Jinjja kopi ini sudah dingin" umpat Jisoo

Jiyong tertawa mendengar Jisoo yang selama ini ia kenal, sosok yang kasar di luar namun lemah di dalam. " Sini berikan kopi itu biar oppa yang minum, sayang jika kau buang begitu saja"

"Siapa yang bilang aku akan membuang kopi ini. Setidaknya kopi ini sudah menemani ku menunggunya kembali. Ia tidak pantas untuk di buang atau di minum oleh Ajusshi seperti oppa" ledek Jisoo yang membuat Jiyong tertawa melihat tingkah adeknya.

"Omo.. Omo apa oppa mu ini sudah setua itu" Jiyong memegangi wajahnya dan bertingkah selayaknya orang yang sedang berkaca.

"Geurae oppa terlihat sangat tua. Tapi untung saja wajah tampan itu tidak ikut menua dengan tubuh mu"

"Sekarang aku bingung harus senang atau sedih mendengar ucapan putri kecil galak ini" Jiyong mengelus kepala Jisoo membiarkan ia menyalurkan rasa sayangnya melalui sentuhan lembut itu.

"Tentu saja kau harus bahagia. Jarang jarang aku memuji seseorang"

"Baiklah semuanya lihat sekarang aku begitu bahagia karena adek ku yang manis ini memuji oppa satu satunya ini!! Dia bilang aku tampan!" Jiyong berdiri dan berteriak membuat semua mata kini tertuju padanya dan Jisoo. Jiyong tersenyum lebar seakan akan ingin mengatakan bahwa Jisoo adalah hadiah terbaik yang di berikan Tuhan dan ia sangat menyayangi Jisoo.

STRAIGHT WITH METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang