"Aduh kenapa sih mimisan lagi?" Tanya Alora pada dirinya sendiri. Hidungnya kembali mengeluarkan darah saat Alora tengah keramas. Ia segera bergegas menyelesaikan mandinya baru membersihkan darah pada hidungnya. Rasa pusing yang akhir akhir ini sering melanda kepala Alora kembali terasa. Setelah mengenakan pakaiannya, Alora segera mengambil beberapa obat yang biasa ia minum jika pusing di kepalanya kembali kambuh.
Alora mengambil tas selempangnya dan hendak meminta izin kepada Adam dan Anggun supaya bisa pergi. Baru saja Alora ingin menghampiri orang tuanya yang tengah berdiri di teras, niatnya itu langsung ia urungkan saat kedua orang tua serta Elora pergi dengan mobil hitam milik Adam. Elora sempat berkata bahwa ia ingin memakan makanan pedas di restoran nanti kepada Adam yang masih bisa di dengar oleh Alora dari dalam rumah. Hal itu membuat Alora mendesah pasrah.
Setelah kepergian Adam dan yang lainnya, Alora langsung mengunci semua pintu rumah agar bisa pergi ke sekolah pukul empat sesuai perintah gurunya. Sebelum benar benar meninggalkan rumah, ponsel Alora bergetar beberapa kali secara berturut turut yang menandakan ada pesan yang masuk secara berturut turut pula.
| Gimana?
| Kemarin kemarin juga nggak jelas.
| Kemarin gue nungguin sampai malem dan lo nggak dateng.
| Gimana sih?
Alora memukul kepalanya pelan. Ia sudah benar benar lupa akan Sean.
Maaf gue sibuk. |
| Nanti malem gue tunggu di resto depan sekolah. Lo nggak dateng? Siapin mental lo soal adik lo!
Maksud lo apa? |
Alora menunggu balasan dari Sean tapi sepertinya cowok itu sudah tak berniat untuk membalas. Ada apa sebenarnya? Alora semakin dibuat bingung oleh Sean. Kenapa sekarang cowok itu terkesan memaksa?
Alora melirik jam tangan hitamnya lalu segera berjalan menuju halte.
***
Gadis itu berjalan dengan cepat. Semakin lama langkahnya semakin cepat hingga sekarang ia terlihat sedang berlari. Beberapa kali ia melirik jam tanggannya.
Gadis itu tiba tiba berhenti ketika dua pasang kaki lain menghadangnya.
"Melewatkan puluhan juta demi sebuah harga diri, kak?"
Gisel lagi lagi mencari masalah dengan Alora. Entah punya dendam apa ia sampai tak membiarkan hidup Alora berjalan mulus walau sedikit saja.
"Harga diri? Bukannya kalau udah dipake harga dirinya udah nggak ada ya, sel?" Tanya Putri yang terkesan menyindir.
Gisel menjentikkan jarinya di depan wajah Putri. "Otak sahabat gue emang the best," ujarnya.
Putri tertawa. Tangannya tiba tiba menarik kerah leher baju Alora saat Alora hendak pergi meninggalkan mereka.
"Kemana sih buru buru? Emang beli ipon nya udah terwujud makanya pensiun dulu dari ... dari apa, sel?"
"Bitch?" Gisel kembali bertanya.
"Duh ngeri," ujar Putri dilanjutkan oleh tawanya.
"Mau kalian apa sih? Salah gue sama kalian apa?" Tanya Alora pada akhirnya. Ia tak habis pikir mengapa dua wanita ini mau menghabiskan waktunya untuk Alora.
"Mau kita? Lo musnah aja udah cukup, ya nggak?"
"Right!" Seru Putri antusias.
"Punya hidup ngapain diribetin sih? Ngurus diri sendiri aja belum bener tapi udah ngurusin orang lain. Mending jadi bu RT!" Pungkas Alora dengan sengaja menubruk bahu Gisel lalu beranjak meninggalkan kedua gadis yang sudah tercengang mendengar ucapan yang keluar dari mulut Alora.
Sadar bahwa Alora membuat mereka berdua kesal, dengan cepat Gisel dan Putri pergi menyusul Alora dan langsung menarik dan menyeret rambut Alora.
"Heh kalian ngapain?!" hardik seorang satpam yang kebetulan lewat dan melihat aksi Gisel serta Putri terhadap Alora.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alora [TERBIT ✔]
Teen FictionBelum revisi, revisi versi cetak. ❕FOLLOW DULU. Judul awal : Bukan Kuebiko "Ma, Alora pusing dan terus mimisan. Bisa bawa Alora ke rumah sakit sebentar?" "Pa, aku ulang tahun. Bisakah peluk aku sekali saja?" "Elora, kita kembar, bukan? Bisakah g...