"Tertawa!"
"Tertawa!"
"Tertawa atau semua foto ini gue kasih ke Elora? Lo tau kan dia penyakitan?"
Alora mendecih jijik. Dengan terpaksa ia tertawa seperti orang gila. Sean pun demikian. Sean bangkit dan lagi lagi mendekatkan wajahnya ke wajah Alora. Jika orang lain melihat, mereka akan menyangka bahwa Sean memang mencium Alora.
"Ikuti alur permainan ini, Alora."
***
"ANAK KURANG AJAR!"
Alora terjatuh di lantai dengan kuat saat Adam menampar pipi Alora. Pipi Alora kini terasa membengkak dan panas akibat tamparan dari sebuah tangan yang disebut ayah.
Alora tertawa. Ia benar benar tertawa membuat Adam semakin emosi dan langsung menendang Alora.
Mana tangan yang berjanji akan mengelus pipinya kala terluka? Bahkan tangan itu yang melukainya. Mana orang yang berjanji menjaga hatinya? Bahkan orang itu yang membuat Alora semakin terpuruk.
Adam menarik rambut Alora agar gadis itu berdiri. Lalu adam mencengkeram pipi Alora kasar.
"Kalau mau ngejalang pikir pikir dulu! Bahkan pacar adik kamu, kamu embat. Dasar jalang anjing!"
Alora benar benar tak tahan dengan sikap Adam. Selalu saja diri nya yang salah.
"MAKSUD ANDA APA HAH?!"
"LALU INI SEMUA APA?!" teriak Adam tak kalah kuat. Ia melempar lembaran kembaran foto yang menunjukkan keasikan antara Alora dan Sean.
Alora menatap foto foto itu. Padahal Sean berjanji tidak akan menunjukkan itu. Ah iya, Sean tidak mengatakan bahwa ia berjanji. Alora terisak.
"Kamu bahkan mencium pacar adik kamu sendiri? MAU BUNUH ELORA HAH?!"
"Bukannya saya nggak punya adik ya? Bukannya saya anak buangan? Bukankah saya bukan anak anda? LALU APA HAK ANDA SIALAN!"
***
Semua berjalan seperti biasa. Ia selalu ditatap rendah oleh orang orang. Ditambah wajah Alora yang lebam pasti akan menambah rumor baru. Tapi sekarang, Alora adalah gadis yang mulai bodo amat.
"Alora!"
Alora berbalik ketika seorang cowok memanggil namanya dari ujung koridor. Alora menunggu cowok itu dengan malas.
"Kemarin gue telfon lo tapi nggak diangkat, kenapa?"
"Mati," jawab Alora lalu berbalik melanjutkan langkahnya.
"Apanya?"
"Gue."
Dehan berdecak kesal. "Mau jadi sahabat gue nggak?"
Alora berhenti dan memaku. Ia menoleh menatap wajah Alora.
"Nggak!" tegas Alora kembali melanjutkan langkahnya.
"Tunggu elah!" Dehan menarik tas Alora membuka sang empunya berjalan mundur dengan tatapan kesalnya.
"Apa sih?" Protes Alora.
"Lo sahabat gue sekarang! Plus adik angkat gue," ujar Dehan mengacak rambut Alora. Sedangkan Alora membuang tangan Dehan yang berada di kepalanya.
"Apa apaan sih. Berantakan kan!"
Dehan semakin gencar mengacak rambut Alora sembari tertawa. Alora pun tak tinggal diam, tangannya terulur untuk ikut menarik rambut Dehan tapi sama sekali tak sampai. Dehan terlalu tinggi bagi Alora.
"Dasar pendek!"
Alora menatap Dehan sangar. Dengan tiba tiba ia mencubit perut Dehan berkali kali membuat Dehan mengaduh sakit.
Sedangkan cowok yang sedari tadi menyaksikan perbuatan Dehan dengan Alora mengerang kesal. Panas di hatinya sangat terasa. Ia berjalan menghampiri keberadaan Dehan dan Alora. Reno berjalan tepat dari tengah tengah Dehan dan Alora.
Alora menatap punggung Reno yang baru saja menubruk bahunya.
Alora menggapai lengan Reno. "Pak," ujar Alora dan tangannya langsung dihempaskan oleh Reno.
"Alora! Sini aja," ajak Dehan menarik tangan Alora.
"Bentar, ada yang mau gue omongin sama pak Reno." Tapi Dehan tetap menarik tangan Alora.
Reno datang dengan cepat dan membuang tangan Dehan. Reno menatap mata Dehan tajam lalu membawa bahu mungil Alora pergi meninggalkan Dehan yang mematung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alora [TERBIT ✔]
Teen FictionBelum revisi, revisi versi cetak. ❕FOLLOW DULU. Judul awal : Bukan Kuebiko "Ma, Alora pusing dan terus mimisan. Bisa bawa Alora ke rumah sakit sebentar?" "Pa, aku ulang tahun. Bisakah peluk aku sekali saja?" "Elora, kita kembar, bukan? Bisakah g...