"Siapa itu?"
Jantung Alora hampir copot saat mendengar suara dari belakangnya. Alora berbalik dan mendapati Anggun yang sudah berkacak pinggang.
"Bukan siapa siapa, ma," jawab Alora menggaruk tengkuknya.
"Hebat banget ya, dari pagi keluyuran sama cowok terus keluar masuknya juga dari jendela."
Alora yakin saat ia mengintip tadi ia tak melihat adanya Anggun. Pintu kamarnya pun masih tertutup dengan rapat. Lalu dari mana datangnya Anggun?
Alora hanya bisa tertunduk diam.
Anggun langsung menarik rambut Alora dan menyeretnya ke ruang tamu.
"Ma ... sakit, udah ma ...." lirih Alora beberapa kali tapi tetap tak di hiraukan oleh Anggun. Alora terjatuh menghantam meja karena dorongan Anggun.
"Beresin semuanya!" Perintah Anggun lalu pergi ke luar rumah. Sore ini ia ada arisan di rumah temannya.
Alora membersihkan rumah sambil terisak. Hatinya semakin sesak karena kenyataan yang menyayat hatinya. Ditambah barang barang yang ia bersihkan adalah perabotan acara ulang tahun Elora, Alora semakin menangis sesenggukan.
"Udah pulang?" Alora mendongak mendengar suara papanya yang baru saja keluar dari kamarnya. Alora kembali menunduk.
"Cepat! Banyak lagi yang harus kamu bereskan. Bentar lagi saya dan Elora ingin pergi jalan jalan. Tapi jangan berpikir bahwa kamu bisa main main!"
Alora mendongak. "Ngapain, pa?"
"Merayakan ulang tahun Elora," jawab Adam seadanya. Adam memang tak terlalu sering memarahi Alora. Hanya jika ia sudah terpancing emosi barulah ia marah atau bahkan menyiksa Alora. Tidak seperti Anggun, apapun yang Alora lakukan selalu salah dimata wanita paruh baya itu.
Tangan Alora gemetar begitu juga dengan bibirnya. Mulutnya ingin sekali mengatakan kalimat yang tersangkut di tenggorokannya kepada Adam tapi seperti tidak sanggup. Tangan Alora semakin gemetar ketika Adam hendak meninggalkannya.
"Pa," panggil Alora membuat Adam berbalik. Tapi saat Adam berbalik Alora malah menunduk dan diam.
"Apa? Saya sibuk!"
"A-aku, i-tu, pa. Aku ulang tahun sama halnya dengan Elora. B-bisa peluk aku sekali saja?"
Alora menggigit bibir bawahnya takut. Seratus persen di benak Alora pasti adam akan menolaknya. Tapi entahlah, dengan sangat bodoh Alora masih mengharapkan hal itu.
"Jangan mimpi!"
Alora memejamkan matanya menikmati suara Adam yang baru saja memasuki telinganya dengan halus.
"Semua laki laki kamu peluk dan sekarang kamu pikir saya akan tertipu sama kamu?"
Alora tetap menunduk. Hati itu semakin hancur ketika Adam meludahi dirinya dan pergi begitu saja.
"AAAARRH!" teriak Alora sangat kuat. Tangisnya pecah bersamaan dengan beling yang ia goreskan tepat di atas urat nadinya.
"Heh! Gila!" Elora yang kaget dengan teriakan Alora, datang dan saat ia melihat Alora menggoreskan beling ditangan nya, Elora langsung membuang beling tersebut dan Alora pun jatuh dalam pangkuan Elora.
"Gila! Lo gila! Gue masih butuh seorang kakak sialan!"
Sumpah serapah sudah Elora ucapkan sejak tadi. Air matanya juga sudah mulai menetes. Mendengar teriakan serta bagaimana cara Alora melukai dirinya sendiri cukup membuat Elora gemetar hebat.
"E-Elora?" Panggil Alora di tengah tengah napasnya yang semakin naik turun.
"Diam!" Bentak Elora panik. Ia sudah berulang kali menghubungi Adam dan Anggun tapi tak ada jawaban dari mereka.
"Lo p-panik?" Tanya Alora berusaha untuk tersenyum.
"DIAM BANGSAT DIAM! LO ORANG TERBODOH YANG PERNAH GUE TEMUI!"
"Sweet s-seventeen, Elora!"
Suara Alora semakin pelan dan lirih. Elora pun sudah keringat dingin. Tak ada pilihan lain, ia harus meminta Sean untuk segera datang. Setelah menghubungi Sean dan diiyakan oleh pria tersebut, Elora membuang ponselnya begitu saja.
"Bentar, Sean bakalan dateng. Tetap bertahan!" Elora merobek baju yang ia kenakan untuk membungkus pergelangan tangan Alora agar tak lagi mengeluarkan darah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alora [TERBIT ✔]
Novela JuvenilBelum revisi, revisi versi cetak. ❕FOLLOW DULU. Judul awal : Bukan Kuebiko "Ma, Alora pusing dan terus mimisan. Bisa bawa Alora ke rumah sakit sebentar?" "Pa, aku ulang tahun. Bisakah peluk aku sekali saja?" "Elora, kita kembar, bukan? Bisakah g...