Tangis adalah teman hidup manusia. Tangis lah yang menggambarkan betapa hancurnya sebuah perasaan yang keluh. Keremukan hati membuat orang yang merasa kuat saja dengan masalahnya bisa menangis kala tak tahan dengan sesuatu. Tangis memang terdengar sangat memilukan tapi disatu sisi tangis juga sangat membahagiakan. Ketika sebuah hati sesak dengan sebuah penderitaan, cobalah untuk menangis. Setidaknya perasaan mu akan lega.
Gadis itu sudah tertidur pulas di tempat tidurnya mungkin karena ia telah menangis semalaman. Luka yang ia berikan pada tanggannya sudah mengering dan darahnya sudah mengotori spray tempat tidurnya. Sebuah cairan kental yang keluar dari hidungnya membuat Alora terbangun dan menyentuh hidungnya.
"Mimisan lagi," ujar Alora.
Alora segera membersihkan darah yang mengenai baju dan hidungnya. Getaran pada ponsel yang tergeletak di atas nakas membuat Alora menoleh. Ia mengulurkan tangan guna mengambil Ponsel tersebut.
| Semalam kok nggak di bales?
| Kalau hari ini bisa nggak?
| Ini penting banget.
Alora penasaran dengan Sean lantaran cowok itu mendesak agar segera bertemu dengan Alora. Bukan perihal perasaan atau apa tapi Alora penasaran dengan apa yang ingin Sean katakan tentang Elora.
Jam berapa? Dimana? |
Tak perlu menunggu lama Sean sudah membalas pesan Alora.
| Jam 5 gimana? Di cafe dekat rumah lo."
Ok. |
Sumpah demi apapun Alora sangat penasaran dan langsung mengiyakan ajakan Sean, orang yang bahkan tidak Alora kenal.
Getaran dari ponsel Alora kembali terdengar. Alora pikir itu dari Sean ternyata dari nomer yang tidak Alora kenal. Alora ragu. Apa kah ia harus mengangkat panggilan itu atau tidak. Tepat sebelum panggilan berakhir Alora langsung menggulir ikon warna hijau.
"Halo?"
Sapa seseorang dari seberang sana. Alora seperti tak asing dengan suara serak satu ini.
"Halo Alora?"
Sekarang Alora yakin bahwa itu memang Reno.
"Iya halo pak," jawab Alora.
Terdengar Reno tengah mendecik kesal. "Gitu doang susah amat responnya."
"I-Iya maaf, pak," jawab Alora gugub.
Reno mendeham. "Hari ini hari apa?"
"Selasa?"
"Bukannya gue bilang dateng kemarin?"
"Maaf, pak. Saya nggak sempat, udah dulu ya, pak," ujar Alora menggaruk tengkuk nya yang tak gatal karena merasa bersalah. Bingung juga bagaimana guru satu itu menghubunginya di pagi pagi buta seperti ini.
"Tung-"
Belum lagi Reno menyelesaikan ucapannya, Alora sudah memutuskan teleponnya secara sepihak. Alora melirik angka yang tertera di ponselnya yang menunjukkan pukul setengah lima pagi. Ia harus segera bersiap siap kesekolahnya.
***
"Akhirnya selesai."
Gadis itu meletakkan masakan terakhir diantara masakan lainnya di meja makan. Alora merenggangkan tangannya merasa pegal karena sudah bergelut dengan masakan selama satu jam. Alora melirik jam tangan yang melingkar di tangan kanannya. Sudah lebih pukul enam Alora harus segera mandi dan bersiap siap agar tidak terlambat.
Alora pergi menuju kamarnya dan mempersiapkan diri untuk berangkat ke sekolah. Saat Alora tengah merapihkan baju dinasnya dan mengenakan tasnya, Anggun membuka pintu kamar Alora dengan kuat.
"Mau kemana kamu?" tanya Anggun dengan wajah kesal. Wajahnya tak pernah berubah saat menatap Alora. Seperti ada kebencian yang besar kepada Alora.
Alora tersenyum membenarkan tasnya. "Ke sekolah, ma."
"Nggak usah sekolah!"
"Loh kenapa, ma? Alora salah apa lagi?"
"Nggak usah sok dipersalahkan! Kamu hidup aja udah salah Jadi nggak usah ngada ngada! Mulai sekarang kamu sekolah di sekolahnya Elora. Jagain Elora kapanpun! Masalah persyaratan pindah biar saya yang urus," ujar Anggun.
"Ma, tapi aku udah betah sekolah di sana. Ya jangan pindah dong, ma." Bohong jika Alora betah di sekolah tersebut. Tak ada kata betah sama sekali mengingat bagaimana perlakuan teman teman satu sekolahnya yang selalu menganiaya dirinya. Hanya saja Alora malas jika harus berbaur dengan lingkungan baru yang bahkan bisa ditebak tak akan beda jauh dari sekolahnya yang sebelumnya. Hanya ada pembullyan dan penganiayaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alora [TERBIT ✔]
Ficção AdolescenteBelum revisi, revisi versi cetak. ❕FOLLOW DULU. Judul awal : Bukan Kuebiko "Ma, Alora pusing dan terus mimisan. Bisa bawa Alora ke rumah sakit sebentar?" "Pa, aku ulang tahun. Bisakah peluk aku sekali saja?" "Elora, kita kembar, bukan? Bisakah g...