Para tamu undangan sudah pergi dari beberapa menit yang lalu menyisakan Anggun, Adam dan Elora. Ketiganya duduk di ruang tamu. Ini adalah acara penutup yang biasa mereka lakukan.
"Kamu mau apa, sayang?" Tanya Adam.
Elora meletakkan tangannya di dagu tampak berpikir. "Aku mau apa ya? Semua yang aku mau udah disediain sama papa, kan aku jadi bingung mau minta apa lagi."
Adam dan Anggun tertawa mendengar perkataan Elora.
"Elora mau ini aja, Elora mau hidup bahagia selamanya sama mama sama papa," ujar Elora menghambur ke pelukan kedua orang tuanya. Anggun memeluk Elora begitu erat. Ia tak tahu bagaimana hidupnya nanti tanpa Elora. Mungkin saja ia ikutan mati. Air matanya juga sudah menetes begitu juga dengan Adam.
"Udah yuk Elora mandi dulu terus istirahat," ujar Anggun sambil menghapus air matanya. Elora mengangguk lalu pergi memasuki kamarnya.
"Pa, mama belum siap," ujar Anggun pada Adam. Adam pun tak tahu harus berkata apa. Jujur iapun tidak siap, bahkan sangat tidak siap.
"Udah, beres beres dulu," ucap Adam membantu Anggun berdiri. Anggun mengangguk. Ia mengambil sebuah kunci dari dalam tasnya lalu berjalan menuju kamar Alora.
Anggun memasukkan kunci berwarna perak itu ke dalam lubang yang ada pada pintu. Membuka kenop pintu dan tak mendapati keberadaan Alora disana.
"Alora!" Panggil Anggun memasuki kamar Alora. Ia membuka pintu kamar mandi, memeriksa lemari, juga memeriksa di bawah kasur namun ia masih tidak menemukan keberadaan Alora.
"Kemana sih itu anak? Giliran mau bersihin rumah aja malah ngilang," monolog Anggun. Ia sudah mengeluarkan sumpah serapah dari tadi. Ingin menghubungi Alora saja ia juga tak memiliki nomer ponsel Alora.
"Tunggu aja dia pulang, bisa mati!"
***
"Enak?" Tanya Dehan menatap Alora yang memakan ice cream-nya dengan lahap. Sesekali ice cream-nya mengenai hidungnya. Alora mengangguk angguk mengiyakan. Dehan mencubit pipi Alora gemas.
Getaran pada ponsel Dehan menarik perhatian cowok tersebut. Ia langsung merogoh sakunya. Ia menatap ponselnya lalu menatap Alora.
Merasa ada yang aneh, Alora menoleh. "Kenapa?"
"Gue angkat dulu ya," jawab Dehan dan diangguki oleh Alora. Dehan berdiri dan berjalan menjauh dari Alora.
"Kenapa?" Tanya Dehan saat ia menempelkan ponsel ke depan telinganya.
"Gimana aman?"
"Aman, mereka nggak ketemu tadi."
"Okey cakep. Tetap cari perhatian dia!"
Dehan hanya mendeham pasrah. Malas jika berdebat dengan orang aneh itu dan mengungkit ungkit perbuatan Dehan dulu.
Setelah memasukkan ponselnya ke saku celana, Dehan kembali duduk bersama Alora.
"Siapa?" Tanya Alora.
"Paman," jawab Dehan.
Alora melirik jam tangan yang melingkar di tangan kirinya. "Udah jam segini. Pulang aja yuk," ajak Alora.
Dehan pun ikut ikutan melirik jam tangannya. "Iya udah sore, paling acara di rumah lo udah kelar."
Alora mengangguk.
***
Alora berjinjit melihat kamarnya dari luar jendela. Pintunya masih tertutup dengan rapat. Atas bantuan dari Dehan, Alora berhasil memasuki kamarnya melewati jendela yang hampir menghimpit tubuh Alora.
"Gue pergi ya," ujar Dehan berpamitan setelah Alora benar benar masuk ke dalam kamarnya.
Alora mengangguk. "Iya, hati hati ya. Makasih juga buat hari ini," ujar Alora tersenyum.
"Iya, jaga diri baik baik ya. Jangan lukain tangan mungil lo itu," ucap Dehan menunjuk lengan Alora dengan dagunya.
"Lo tau?" Tanya Alora tak percaya.
"Apasih yang gue nggak tau tentang lo."
Alora tersenyum mendengar jawaban dari Dehan. Ternyata masih ada orang yang peduli pada dirinya. Begitulah pemikiran Alora.
"Jangan baper!"
Senyum Alora yang merekah seketika luntur mendengar penegasan Dehan yang terkesan mengejek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alora [TERBIT ✔]
Ficção AdolescenteBelum revisi, revisi versi cetak. ❕FOLLOW DULU. Judul awal : Bukan Kuebiko "Ma, Alora pusing dan terus mimisan. Bisa bawa Alora ke rumah sakit sebentar?" "Pa, aku ulang tahun. Bisakah peluk aku sekali saja?" "Elora, kita kembar, bukan? Bisakah g...