Tamparan bukan lagi hal yang aneh bagi wajah putih sayu yang satu itu. Pipi merah muda itu sudah sangat terbiasa mendapatkan sentuhan kasar. Sama halnya kali ini. Alora kembali mendapat tamparan di pipinya lantaran menolak untuk dipindahkan ke sekolah Elora.
"Kamu udah numpang setidaknya tau diri! Jangan disuruh gini doang malah ngelawan!"
Anggun menarik rambut Alora keras membuat Alora mengaduh lirih karena rasa perih di kepalanya.
Darah merah kental mengenai tangan Anggun ketika ia menghantukkan kepala Alora ke dinding. Salah jika kalian berfikir bahwa kepala Alora cidera. Hanya saja hidung mancung Alora kembali mengeluarkan darah. Akhir akhir ini Alora sangat sering mimisan sehingga membuat ia harus meminum obat obatan secara diam diam dari Anggun.
"Kotor banget sih kamu!" bentak Anggun membersihkan darah Alora di tangannya dengan tisu.
Alora meraba hidungnya. "Maaf, ma."
"Cepat bereskan! Samperin Elora di mobil! Inget, jangan sampai Elora lecet sedikit pun!"
Alora segera membersihkan hidungnya dengan air hangat dan mengambil tasnya untuk menghampiri Elora.
Sesampainya di dalam mobil, Alora membereskan dinasnya. Ia bingung harus bagaimana sekarang. Bagaimana nasibnya nanti di sekolah baru itu.
"Jalan, pak!"
Alora menoleh pada Elora yang duduk di samping nya. Gadis yang memiliki rambut hitam abu abu itu tengah asik memainkan ponselnya. Saat Alora tengah menatapi adiknya itu, getaran pada ponsel miliknya membuat Alora merogoh tas sekolahnya. Ada pesan dari Sean.
| Jam 5 gue gak bisa. Pulang sekolah aja gimana?
| Bisa?
Mungkin |
Setelah menjawab pesan dari Sean, Alora kembali memasukkan ponsel miliknya ke dalam tak sekolahnya.
Alora menghela nafasnya. Rasanya waktu sangat lambat berputar. Hidup yang Alora lalui sangat melelahkan. Ingin istirahat saja rasanya. Alora menoleh ke luar. Menatap jalanan kota yang mulai padat dari dalam mobil. Alora tersenyum melihat sebuah pria bermotor yang tengah berhenti di samping mobilnya.
Lampu merah berhenti terasa begitu lama membuat Alora bebas menatap wajah seseorang di samping sana. Walaupun tertutupi oleh masker, tetap saja wajah dingin nan beringas itu terlihat. Alora menoleh ke depan dengan tiba tiba saat Reno menoleh ke arah mobil Alora dan Elora. Kening Alora mengerut sangat mengingat sesuatu. Bukankah kaca mobilnya tidak tembus pandang dari luar?
Alora kembali menoleh ke samping dimana Reno tengah membenarkan rambutnya dan membuat kaca mobil di samping Alora sebagai cermin. Alora jadi geli sendiri. Ia mengikuti nalurinya yang menyuruh Alora membuka kaca mobil. Perlahan kaca mobil Alora terbuka, sama halnya dengan mata Reno yang semakin melebar dengan posisi tubuh dan tangan yang sama.
Alora melambaikan tangannya sambil menahan tawa melihat wajah malu guru bahasa inggris nya itu. Sedangkan Reno malah salah tingkah sendiri. Ia sudah sangat malu sekarang, ditambah ia juga mengenali pemilik mobil yang ia telah gunakan kacanya sebagai cermin.
Pertukaran lampu merah menjadi hijau segera membuat Reno melajukan motor ninjanya dengan kecepatan tinggi meninggalkan kendaraan lain di belakangnya. Mungkin rasa malunya sudah sampai di ubun ubun.
Tanpa sadar Alora tertawa hingga hilangnya Reno dari penglihatannya. Elora ikut menatap arah pandang Alora dan tak mendapati hal yang lucu hingga membuat tertawa sama halnya yang tengah Alora lakukan. Elora menatap Alora tak percaya. Apa yang membuat kakaknya itu tertawa seperti ini? Apa depresi yang ia alami sudah membuatnya sedikit geser?
KAMU SEDANG MEMBACA
Alora [TERBIT ✔]
Novela JuvenilBelum revisi, revisi versi cetak. ❕FOLLOW DULU. Judul awal : Bukan Kuebiko "Ma, Alora pusing dan terus mimisan. Bisa bawa Alora ke rumah sakit sebentar?" "Pa, aku ulang tahun. Bisakah peluk aku sekali saja?" "Elora, kita kembar, bukan? Bisakah g...