Annyeonghaseo!!
Selamat hari raya idul fitri bagi yang merayakan ^^
Selamat memperingati kenaikan kisah almasih ^^Yuhuuu ada yang nunggu kisah Alora?
Absen dulu yuk semua bilang Alora!
You Ready? Go! 🔥🔥
***
"Kemana lo?" tanya seorang wanita dengan seragam yang sama dengan yang dikenakan oleh Alora. Gisel bersama dengan antek-anteknya berdiri di ambang pintu menghadang Alora.
"Ke ruangan pak Reno," jawab Alora.
"Pulang!" Suruh Gisel.
Alora mendongak. "Tapi tadikan pak Reno minta gue ke ruangannya."
"Tahu peraturan sekolahkan? Pulang saat waktunya pulang!"
"Nggak mau! Gue nggak mau!" Tolak Alora melanjutkan langkahnya hendak melewati Gisel. Belum sempat Alora melewati keempat gadis itu, Alora kini sudah tersungkur di lantai dengan keras saat Gisel mendorong bahunya.
Gisel berjalan mendekati Alora dan berjongkok didepan gadis itu. "Berani bantah gue?"
Alora segera menggeleng.
"Berani nolak ucapan gue?" Tanya Gisel, Alora semakin menundukkan kepalanya.
"Berani sama gue?" Lagi, Alora hanya bisa menunduk gemetar. Melihat itu, Gisel semakin geram dan langsung menarik rambut Alora keras agar Alora mendongak.
"Kalau gue ngomong itu lihat! Tau sopan santun kan?"
Satu dorongan keras berhasil membuat Alora kembali tersungkur di lantai. Keningnya tepat mengenai ubin lantai dengan keras membuat cairan warna merah pekat itu mengalir begitu saja.
Gisel berdiri, mengambil ransel Alora melemparkan ransel tersebut tepat ke wajah Alora.
"Pulang! Sekarang!"
Alora benar benar kembali ke rumahnya dan tak mengindahkan perintah guru galak itu untuk menemuinya.
***
"Dari mana aja? Lama banget pulangnya! Ngejalang? Nyari duda kaya?"
Deretan kalimat itulah yang pertama kali menyapa pendengaran Alora saat sampai di rumah. Alora memejamkan mata, berusaha agar otaknya percaya bahwa kalimat yang baru saja ia dengar bukan keluar dari mulut sang ibu yang telah melahirkannya.
"Emang baru pulang, Ma," jawab Alora menatap ibunya yang tengah menyiapkan makanan.
"Baru pulang? Sekolah dimana baru pulang jam segini? Udah berani bohong kamu ya! Jangan panggil saya dengan sebutan mama! Paham? Kamu itu cuma anak buangan! Gadis sampah! Anak gak tau diri! Saya nyesal pernah melahirkan gadis cabul seperti kamu!"
Tak apa jika ibunya menghina fisik Alora, tak apa jika ibunya berkata kasar pada Alora, tak apa jika ibunya berkata Alora hanya anak buangan, gadis sampah atau anak tak tahu diri. Tapi bukankah sebuah kemunafikan besar jika wanita yang melahirkan bayi manis mengatakan bahwa ia menyesal melahirkan anak bernama Alora? Apakah Alora meminta agar ia dilahirkan? Bukankah itu sudah menjadi skenario dari yang kuasa?
Lagi lagi hati Alora remuk. Sebenarnya dimana letak kesalahan ini? Hati yang dulunya terbentuk dengan utuh, perlahan mulai menunjukkan keretakan dan siap pecah berkeping keping kapan saja.
Sekuat apapun Alora menolak bahwa ibunya sendiri yang membuat hatinya retak, tapi itu adalah fakta. Fakta yang terpampang dengan kebusukan yang nyata.
Sangat sering Alora mendengar ucapan ucapan yang terlontar dari mulut keji sang ibu, namun rasanya sama saja. Tak ada kata kebal atau terbiasa. Tetap saja terasa ada goresan baru, tetap saja terasa menyayat.
"Ma, Alora capek! Bisa biarkan Alora istirahat sebentar?" tanya Alora menyerah. Seketika mata ibunya melotot tajam.
"Apa? Istirahat? Terus siapa yang masak?!" Bentak ibu Alora, ia melemparkan sendok goreng yang ia pegang. "Sudah saya bilang, kamu anak yang gak tau diri! Cepat ganti pakaian dan siapkan makan siang!"
"Ma, Alora cuma mau istirahat sebentar apa nggak bisa? Apa bedanya Alora sama Elora? Kenapa Elora bisa istirahat sehabis pulang sekolah?"
Satu tamparan berhasil mendarat diwajah tirus Alora.
"Jangan banding bandingkan Elora sama kamu! Elora itu malaikat bagi kami! Sedangkan kamu cuma pelacur! Cuma anak malang yang numpang makan tidur!"
Alora menatap manik ibunya. Tersirat banyak kekecewaan dalam mata Alora. Entahlah, Alora sendiripun lupa bagaimana caranya bahagia. Hari harinya hanya diselimuti oleh caci makian dari keluarganya. Keluarga? Ada kata yang lebih pantas dari itu?
Setiap kali hal seperti ini terjadi, Alora hanya merasakan sakit, dadanya terasa amat nyeri, tubuhnya terasa amat dingin, kepalanya terasa amat berat. Mengapa Alora tak menangis? Mengapa Alora tak bisa membenci ibunya? Ayahnya dan saudaranya? Mengapa Alora tak bisa menghentikan kejahatan semacam ini?
Kuebiko, pantaskah Alora disebut sebagai gadis Kuebiko?
***
Gadis dengan manik cokelat itu tengah sibuk tertawa di depan laptopnya. Ia tengah asik bercanda ria dengan sang kekasih. Sesekali ia tersipu malu mendengar ucapan dari pria di seberang sana.
Alora? Ah tidak. Itu hanya kembaran Alora. Manik mata mereka memang sama, tapi yang tersirat dari tatapan keduanya berbeda. Manik Elora terpancar keindahan, ia mendapatkan semua yang ia inginkan. Sedangkan Alora? Manik Alora hanya berisikan luka. Luka yang semakin banyak bertambah tanpa menunggu luka lama untuk kering.
"ALORA! MINUMAN GUE MANA?!" teriak Elora yang baru saja menyuruh sang kakak mengambilkan minuman serta beberapa cemilan dari dapur.
"Alora siapa?" Tanya Sean, kekasih Elora dari layar laptop Elora.
Elora menoleh. "Anak pembantu di rumah Elora," jawab Elora tersenyum.
Sean tampak berpikir. "Alora Elora, nama kalian kembar?"
"Kebetulan."
Tak lama Alora datang membawa nampan yang berisi susu serta cemilan ditangannya. Alora meletakkan nampan tersebut disamping Elora.
"Lelet banget sih ngambil itu doang," omel Elora kesal.
"Tadi gue disuruh mama beli sesuatu ke warung," jawab Alora tanpa menyadari adanya Sean di dalam layar laptop Elora.
"Sopan dikit jadi pembantu!"
Alora mengerutkan kening mendengar ucapan Elora. Baru kali ini adiknya itu menyebut Alora pembantu.
"Udah sana-sana beresin rumah!" Usir Elora. Setelah kepergian Alora, Sean menatap Elora curiga.
Menyadari tatapan Sean, alis Elora terangkat. "Kenapa?"
"Lo kembar?" Tanya Sean ragu.
Elora segera menggeleng. "Kenapa?"
"Nggak. Mirip aja sama pembantu lo barusan."
***
Jangan lupa untuk tinggalkan vote dan komentar ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Alora [TERBIT ✔]
Teen FictionBelum revisi, revisi versi cetak. ❕FOLLOW DULU. Judul awal : Bukan Kuebiko "Ma, Alora pusing dan terus mimisan. Bisa bawa Alora ke rumah sakit sebentar?" "Pa, aku ulang tahun. Bisakah peluk aku sekali saja?" "Elora, kita kembar, bukan? Bisakah g...