Elang - Chapter 9

1.4K 144 98
                                    

     Jangan terbesit untuk membenci diri         sendiri, karena itu tugas orang lain

                               ______

                               ______

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


                                   •

                                   •

Langit tidak menunjukkan tanda-tanda akan turun hujan malam ini. Tidak adanya suara hujan dan seng yang saling bertemu menimbulkan dentingan bising, namun suasananya tak berbeda dari pagi hari. Bulan ini memang sudah memasuki musim penghujan di daerah Ibu Kota.

Terkadang cuaca memang sulit ditebak. Di musim kemarau bisa jadi hujan turun, ataupun sebaliknya.

Tiba-tiba saja perut Vania merasa keroncongan, alhasil ia lebih memilih keluar kamar untuk menuju dapur. Sepertinya membuat mie rebus ditambah telur akan menambah sensasi hawa dingin pada malam ini.

“Elang.” pekik gadis itu dari arah dapur. Elang yang sedang berkutat dengan ponselnya pun terganggu oleh suara berisik yang berasal dari istrinya itu.

“Apasih.” jawab lelaki itu tak kalah kerasnya.

Pintu kamar terbuka menampilkan Vania dengan tangan yang masih memegang sendok sayur.

“Ck. Kenapa?” tanya Elang.

“Temenin gue masak mie dong, dibawah sepi.” ucap Vania yang masih berada di ambang pintu

“Cuma di dapur doang takut?”

“Engga takut, tapi sepi ga ada temen.” jawab Vania.

Kemudian gadis itu mengambil duduk di samping Elang yang berada di atas ranjang.

“Gue ga yakin.”

"Maksud lo?" tanya Vania tidak mengerti.

"Yakin ga ada makhluk halusnya?" ujarnya dengan suara horor.

Sontak Vania langsung berlari meringkuh di samping Elang. “Apaan sih lo, seneng banget bikin gue kesel.” ucap Vania sesekali menabok lengan Elang.

Elang yang menyadari gadis itu sedang ketakutan pun langsung mengacak rambut Vania gemas. "Yaudah ayo, gue temenin."

Elang bergegas melangkahkan dirinya menuju dapur, disusul oleh Vania yang berada di belakang lelaki itu.



Makanan sudah tersaji rapi. Kali ini Elang tidak makan bersama Vania, sudah kenyang katanya.

“Bangsat.” pekik Elang kepada arah lawan mainnya.

Elang masih sangat setia dengan gamenya sedari tadi, sembari menunggu gadisnya yang sedang memasak.

Vania yang mendengar pekikan keras Elang pun lantas berkomentar. “Lo bisa ngga sih ngomong yang bener dikit.”

E L A N G Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang