Elang - Chapter 21

1K 95 17
                                    

Chapter 21| Hujan dan Kamu

Chapter 21| Hujan dan Kamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Punten mbak, mas." permisinya, membuat kedua insan tersebut sontak saling menjauhkan tubuhnya.

Malu? Sudah pasti mereka rasakan. Bayangkan saja, mereka tertangkap basah oleh pria jangkung tersebut, entah melihat atau tidak namun rasa malu sekaligus gugup tetap menyelimutinya.

"Warung ini mau saya tutup, apa mbak sama mas masih mau disini?" tanyanya sangat sopan.

"Oh, iya pak, sebentar lagi saya pulang." katanya tersenyum hangat sambil berusaha menutupi kegugupannya.

Sepeninggalan pria jangkung itu, kedua pasutri ini terdiam tak bergeming.  Sementara itu, Elang terdiam dengan wajah yang sulit diartikan. Tatapan teduhnya kini  berubah menjadi wajah masam dan dingin.

Lelaki itu segera berdiri, melabuhkan kakinya entah kemana, "Ayo pulang." ajaknya.

"Nggak! Gue gamau sakit karena kena air hujan!" tolak gadis itu membuat Elang berdecak pelan.

"Kalau pun kita sakit, pasti sakitnya bareng-bareng." ucapnya sangat enteng.

"Enak aja lo."

Tanpa menunggu persetujuan dari Vania, lelaki itu kembali melabuhkan kakinya sedikit demi sedikit membelah hujan, lalu ia daratkan tubuhnya si samping jalan raya. Persetan jika tubuhnya akan dengan mudah terguyur air hujan.

"Lihat gue! Rasanya tenang banget." ucapnya keras, dengan kepala menengadah kearah langit kelabu dengan tangan yang ia rentangkan keatas dan dengan mata terpejam.

Melihat pemandangan tersebut, dirinya justru menghunus tatapan seram kearah lelaki itu, "Lo apa-apaan si." pekiknya langsung mengambil berdiri.

"Hujan bukan buat mainan, nanti kalo lo sakit gue yang repot, bego." pekiknya sangat keras membuat akses lelaki itu untuk mendengar segala ucapan Vania menjadi mudah.

"Gue nggak peduli." jawabnya tak kalah keras.

"Kesini nggak!"

"Nggak!" tolaknya kembali.

"Ayolah, nurut sama gue kali ini aja." ucapnya memelas tetapi masih dengan suara yang nyaring.

"Gue nggak denger!" ucapnya pura-pura menulikan telinga, padahal dengan jelas ia dapat mendengar celotehan gadis itu walaupun terdengar sangat kecil oleh telinganya.

Gadis itu berdecak kesal, sedikit menekukkan wajahnya. Wajahnya pun berubah jadi masam karena lelaki itu tak mau menurut padanya. Terdengar kekanak-kanakan, tetapi memang itu adanya.

Setelah indra pendengarannya tak lagi menangkap celotehan yang berasal dari bibir ranum Vania. Dirinya melangkah mendekati motor sportnya. Netranya masih memandang gadis itu, lalu dengan secepat kilat ia menaiki motornya.

E L A N G Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang