Bab 12 - Berbonceng ke neraka, mau?

808 158 30
                                    

"Rindu ini tidak bernama. Hanya saja ia tahu kemana tujuannya."

______________________________________

Karakter milik Masashi Kishimoto
Tinggalkan vote dan komentar
Agar Mumu makin semangat
.
.
.
Selamat membaca

By : Aqueensha29

...........................................................

Baru kali pertama. Tubuh jangkung yang biasa melintasi pagar rumah tepat jam malam Cinderella meninggalkan pesta. Kini sudah berada di pinggir ranjang dengan sorot tak lepas dari permaisuri merah muda. Netra biru itu setia memaku di sana. Kepada sosok istri serupa bidadari yang tengah berkaca. Berharap dengan memandangnya lama akan memuncakkan gelora merah muda. Tapi rupanya semesta tak mendukung keputusannya. Jangankan berharap getar-getar itu hadir, elok Sakura bahkan bisa mengalihkan mata Naruto yang memilih memandang taburan pelita.

"Ini sebuah kemajuan." Dia menghentikan sapuan kapas pada wajah yang minim riasan. "Seorang Naruto pulang bahkan sebelum jam dua belas malam." Wanita berpiama serupa warna senja membalik badan. Sorot mata hijau tajam membidik ke arah suaminya. "Kau kehilangan sepatu kacamu lebih cepat?"

Netra biru itu bergerak setelah terpaku lama pada gemintang yang dia pandang lewat jendela. Senyum manis dia bubuhkan setelah jatuh pada wajah Sakura.
"Aku sedang mencoba peran jadi suami yang baik," jawabnya penuh kejujuran. "Seperti yang seseorang minta, aku sedang mengusahakan masa depan bersamamu. Karena itu mari lupakan rencana perceraian, Sakura."

Naruto langsung berucap ke topik utama. Karena selama mengenal Sakura, ia paham wanita itu benci narasi tak berguna. Seperti yang sang ibu kata, Naruto telah merenungkan dengan memilih memutar jalan. Ya, kembali pada Sakura. Kembali pada kehidupan rumahtangga yang semestinya lantas bertekad menghanguskan diri dari kegilaannya pada Hinata.

Bibir tanpa taburan pewarna menyungging remeh. "Kau sudah pernah mengatakannya dulu Naruto. Saat kau datang ke rumah dan memintaku jadi istrimu." Ingatannya dibawa berkelana. "Tiga tahun tidak ada yang berubah. Aku lelah dengan usahamu yang ingin menjadikan aku satu-satunya," itu kejujuran dibalik hatinya yang cidera.

Pria yang memakai piama gelap tetap mempertahankan lengkungannya. "Tapi aku serius Sakura. Aku ingin sembuh dengan belajar mencintai istriku sendiri." Naruto menggulirkan pandangan pada lantai dingin yang jadi pijakan.

"Jika aku bukan jodohmu bagaimana Naruto?" Sakura menghela napas dengan wajah tertekuk. "Aku selalu merasa pernikahan kita ini sia-sia ketika aku berpikir bahwa di atas langit sana ternyata bukan namaku yang bersanding denganmu."

Barulah mata biru itu akhirnya mendongak. Menjelajahi telaga hijau yang dirinya harap dapat menemukan cinta. Tetapi bukan bahagia, ada putus asa yang tertera dibalik paras ayu milik istrinya. Bahwa bukan hanya Hinata yang pernah disakitinya. Sadar jika ia telah menggores luka yang tak kasat mata dengan cara menggantungkan harapan yang pernah Naruto janjikan sebelum pernikahan. Ikrar bahwa Sakura akan jadi satu-satunya wanita yang bersarang di dada. Janji jika nanti Naruto akan sembuh dari penyakitnya. Itu tak pernah terwujudkan. Tapi sekarang ia berharap itu tak sekedar untaian kata, dia akan belajar mewujudkannya.

Naruto beranjak. Tumit beralas sandal rumahan menghampiri sang istri yang masih duduk di bangku meja rias kamar. "Biarkan aku berusaha lagi Sakura," katanya seraya meraih jari lentik sang istri yang memegang botol kaca. "Kau cukup diam biarkan aku yang berusaha mencintaimu."

"Lalu jika usahamu tetap tak membuahkan hasil aku harus bagaimana?" suara Sakura mengalun pelan. "Aku tidak ingin terjebak terlalu lama pada cinta yang salah Naruto." Genggaman tangan sang suami ia lepaskan. "Umur kita tidak lagi muda. Kalau kau yang menemukan bahagia lebih dulu aku tidak rela."

Straight Way to Hell (Season 1) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang