Bag 1 - Namanya, Hinata

1.7K 211 1
                                    

"Cukup kamu. Jangan pernah menjelma candra agar ku merayu."

______________________________________

Karakter milik Masashi Kishimoto
Tinggalkan vote dan komentar
Agar Mumu makin semangat
.
.
.
Selamat membaca

By : Aqueensha29

-----------------------------------------------------------

Layaknya ombak, hidupnya pun lasak. Pasang surut sudah ia lalui sejak menjelma sebagai anak. Namanya tersemat arti riang dan bahagia. Memberikan cahaya pengharapan bagi orang tua yang secuil saja tak memiliki adi kuasa.

Namanya, Hinata Hyuuga.

Tanpa marga mewah yang membuntuti di belakang nama, hanya perempuan sederhana yang tinggal di desa. Binar-binar temaram menyinari jalan setapak meski jam sembilan malam belum tiba. Atau suara serangga bernyanyi merdu di gendang telinga menambah suram suasana. Katakan saja ia hiperbola, tapi memang begitulah hawa di sana. Jauh dari hiruk pikuk kuda beroda, asri ditawarkan untuk para pelancong yang ingin pikiran suntuk mereda. Hinata tak mencela, justru ia bangga.

Namanya, Hinata Hyuuga.

Si gadis jelita yang kini menyandang strata dua. Percayalah, gadis desa tak melulu soal busana kedodoran dan kepangan dua, buktinya ia sudah naik tahta. Walaupun tak berasal dari kalangan berada dan tak mempunyai petak-petak sawah. Hinata bisa kuliah.

Namanya, Hinata Hyuuga.

Umurnya tepat seperempat abad ditambah tiga. Tuhan itu adil bukan. Ada kekurangan yang disematkan dari kelebihan yang dia sandang--- mungkin lebih banyak. Dia janda, yang ditinggal lagi sayang-sayangnya. Eh bukan, maksudnya janda berpendidikan tanpa anak serta harta gono-gini yang ia terima. Namun sekarang sudah hidup bahagia bersama adik perempuan walau sebatang kara. Ayahnya telah tiada dan sang bunda lari dengan daun muda. Cukup sampai di sini ya, kapan-kapan Hinata ceritakan lagi kisahnya.

Di balik kaca jendela, ada warna jingga beraroma romansa. Sering dipuja para pujangga, tapi sampai sekarang Hinata tak mengerti letak indahnya. Datangnya saja sementara namun diagungkan sejuta pasangan di dunia kadang dijadikan latar kisah cinta.
Halah cinta! Hinata sudah tak percaya.

Aktifitasnya masih sama sedang memilah barang berharga yang ingin dibawa pindah. Beberapa dokumen dan buku-buku hasil fotocopy-an telah ia kirimkan lebih dulu pada kurir bersama sang adik, Hanabi, yang sejak dua hari lalu sampai ke kota. Baju dan perlengkapan pribadi masih ia sortir ke dalam tas sebelum mengosongkan rumah yang menaunginya sedari belia. Demi menghemat biaya pengeluaran, Hinata berniat memboyong sendiri barang-barang yang tersisa. Sedang rumah tua ini akan ia sewakan, alih-alih daripada jarang dibersihkan 'kan lumayan uangnya bisa Hinata gunakan untuk membiayai sekolah Hanabi yang sudah masuk ke jenjang pertama.

"Aku pasti kesepian kalau kamu pergi," desisnya merana namun tetap membantu mengemas baju ke dalam tas.

Dia, Tamaki. Teman sepermainan yang sudah hidup bahagia membuka lembaran pernikahan. Tak seperti dirinya yang gagal, si gadis bermahkota coklat tetap ceria menjalani biduk rumah tangga meski karunia Tuhan soal buah cinta belum jua tiba.

"Tidak ada tempatku mencurahkan keluh kesah jika sedang bertengkar dengan Kiba," pelasnya sekali lagi seraya menghembuskan napas gelisah.

"Duh Tamaki," desah Hinata. "Untuk apa Martin Cooper repot-repot buat handphone kalau tidak ada gunanya. Kalau rindu telpon saja." Ketusnya jengkel, menghentikan sejenak acara melipat-lipat pakaian. "Kau sih enak habis keluh kesah tinggal ehem-ehem lagi sama Kiba."

Straight Way to Hell (Season 1) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang