Bag 3 - Squidward atau Patrick?

1K 187 14
                                    

"Mungkin waktu yang memisahkan. Tapi tanpa dia, kita tak diizinkan saling mengenal nama dan kesan."

______________________________________

Karakter milik Masashi Kishimoto
Tinggalkan vote dan komentar
.
.
.
Selamat membaca

By : Aqueensha29

-----------------------------------------------------------

Perihal menjadi dewasa, kiranya dulu begitu menyenangkan jiwa. Berkhayal tentang paras pangeran impian juga lenggak-lenggok sambil bernyanyi di rerumputan. Memimpikan juntai gaun memanjang serta riuh tepuk tangan ketika jemari lentik melemparkan bunga di udara.

Tapi ternyata semua tak serupa angan-angan. Keheranan tentang para dewasa yang memimpikan masa waktu terulang, kini ia mulai paham. Menjadi anak kecil lebih membahagiakan. Minim pembendaharaan kata tak jadi prahara jua tak pula mengikis hati si lawan bicara. Anak-anak selalu berseru lantang jika mendamba keinginan dan menolak ketika tak enak dirasa.

Dan dunia khayal paling indah milik Hinata adalah punya kapur ajaib serupa milik Rudy. Melukis istana di dunia kapur agar jadi tempatnya singgah. Tapi kalau tak memiliki harta 'kan percuma, jadi Hinata akan menggambar uang saja untuk membeli segalanya. Biar saja jika terjadi inflasi besar-besaran dan segala tetek bengeknya. Biar diselesaikan oleh perdana menteri dan pengikut-pengikutnya.

Dan Tuhan, Hinata ingin curhat.
Ia membenci khayalan ini sekarang!

Sepasang sepatu berhak yang ia yakini tak sampai lima senti sedang menghentak di tengah kesunyian.  Berdiri bersama jajarannya yang memutar mengelilingi meja besar, kini Hinata sedang menyambut kedatangan peran utama. Sebuah ruang rapat megah seolah jadi panggung sang pria. Si gadis bermahkota ungu gelap hanya mampu memaksa ludahnya melewati kerongkongan dengan amat kesulitan. Tatapan penuh puja mengarah pada si tampan yang sudah duduk di singgasananya, namun hanya dia yang memberi pandangan horor seolah baru saja mengikat perjanjian dengan Medusa.

Demi celana kedodoran milik Tamaki, takdir apa yang sedang ia lakoni.

Dia mantan suami.
Iya! Dia!
Naruto! Mantan suami Hinata!

Di depan sana, Tuhan sudah mengukir karya luar biasa. Dulu dia memang tampan tapi tidak seperti ini wujudnya. Dulu dia tinggi dan kurus, tapi sekarang raganya menjulang kokoh minta belaian. Dulu rambutnya sedikit memanjang, tapi sekarang tampil dengan rambut pendek dan sungguh menawan. Walau lelah tersumir ketara, sedikit saja tak mengurangi rasio ketampanan si pria.

Rileks Hinata.

Rileks.

Tarik napas.

Biarkan ia menetralkan amuk jantungnya yang membara. Kemudian akan berpikir kembali mengapa dan alasan apa yang membawa mantan suaminya ada di sana.

Namanya, Naruto Uzumaki. Kok berganti jadi Prof. Namikaze!

Cobaan Mu berat ya, Tuhan!

Belum lekang diingatan janjinya pada Hanabi akan membalas semua perlakuan Naruto dulu dengan prestasi. Tombol start belum dinyalakan Hinata sudah kalah bahkan sebelum berlari. Dia menjelma seorang bidadara tampan dan mapan, sedang Hinata baru merangkak satu tangga saja sudah bergaya.

Buah dari kesombongan. Monolognya dalam hati.

"Saya akan mengkaji ulang untuk menambah dan mengurangi mata kuliah mahasiswa baru."

Fokus Hinata, kau sedang kerja! Makinya pada diri sendiri.

"Saya butuh kerjasama para pendidik di fakultas." Mata birunya sedang mencuri jeda menelisik satu persatu para pengajar di sana. Sedang Hinata meringkuk menutupi tubuh mungilnya dengan map kertas juga sedikit mendekat ke arah pria bersurai hitam di sampingnya yang menatap dengan kerutan di wajah.

Straight Way to Hell (Season 1) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang