Bel berbunyi, Adila berlari untuk segera membukakan pintu rumahnya. Abian menyapa dengan sopan, Adila mempersilakannya untuk masuk ke dalam.
“Adira lagi mandi dulu kak,” ujar Adila.
“Oh kebetulan, ini seragamnya, saya bawain. Takutnya dia malah pake baju kemarin.”
Adila mengambilnya dan beranjak untuk ke kamarnya dan menyimpan seragam Adira supaya bisa dipakai langsung.Malven menyapa Abian sambil memberinya teh hangat. Baru pertama kali bertemu Malven, Abian sangat beterimakasih karena telah menjaga adiknya. Malven merasa tidak masalah dan iapun turut prihatin dengan keadaan Adira saat ini.
Tak lama, Adila kembali ke ruang tamu sabil membawa selembar roti yang sudah ia beri selai cokelat.
“Kak, mau sarapan dulu?” tanya Adila.
“Enggak usah, Dil. Makasih. Saya gak pernah sarapan pagi, suka sakit perut.” Adila mengangguk lalu kembali melahap habis roti yang ada di tangannya.Kemudian Adira turun dengan seragam yang sudah ia kenakan dengan rapi.
“Makasih Dil, makasih bang. Duluan ya,” ujar Adira tanpa menyapa kakaknya terlebih dahulu, lalu pamit keluar.
“Di, abang anter ke sekolah.”Adira hanya menatap dingin kakaknya, lalu masuk ke dalam mobil sang kakak tanpa berkata apapun. Adila melihatnya dari balik jendela ruang tamu. Sepertinya Abian yang membawa ayahnya kembali membuat Adira tidak suka.
Malven menarik tangan Adila agar cepat bersiap-siap. Adiknya itu terlalu asyik memperhatikan Adira sedari tadi dari balik jendela.
"Buru!"
"Iya iya."Sementara itu, baik Adira maupun Abian sama-sama terdiam. Mereka tenggelam dalam pikirannya masing-masing.
“Seminggu ini, kamu fokus aja buat ujian sekolah. Jangan mikirin tentang ayah. Dia udah pergi lagi,” ujar Abian memecah keheningan.
“Hmm.”
“Abis ujian sekolah, satu minggu siapin buat ujian nasional. Abang yakin, kamu bisa.”
“Hmm.”
“Kalau perlu cerita, jangan sungkan.”
“Gimana mau cerita? Abang aja tiba-tiba bawa ayah. Ngapain? Cepu? Udahlah gak ada lagi yang bisa dipercaya. Emang Adi ditakdirin buat hidup sendiri.”Abian terdiam merasa terpojok dengan kalimat yang baru saja diucapkan sang adik. Ia melanjutkan kembali fokusnya pada jalanan sebelum Adira lebih memojokkannya.
***
Ujian sekolah yang dilaksanakan selama satu minggu berjalan cukup lancar. Baik Adila maupun Adira sama-sama tidak mengalami kesulitan mengerjakan soal-soal berkat latihan yang sering mereka lakukan jauh hari sebelum ujian berlangsung. Semua terasa mudah ketika sesuatu dilaksanakan karena terbiasa.
Berbeda dengan beberapa temannya yang sering memberi kode kepada teman lainnya untuk saling bekerja sama, Adila merasa tenang saat memberi bulatan pada lembar jawaban. Tidak menghiraukan sekelilingnya juga tidak merasa dagdigdug ketika pengawas melewati bangkunya sebab ia mengerjakan sesuai dengan kemampuannya.
Begitupun dengan Adira.
***
Sudah beberapa kali, Adira mengumpulkan rekannya yang kelak akan menjadi panitia acara perpisahan nanti. Biasanya satu bulan sekali, mereka bertemu untuk mendiskusikan rencana atau sekadar bertemu untuk mengakrabkan diri.
Sabtu ini merupakan bulan terakhir mereka berkumpul karena bulan depan kegiatan akan dilaksanakan. Awalnya, kegiatan tersebut akan dilaksanakan di bulan Juni, namun dengan beberapa pertimbangan terkait kegiatan dari masing-masing sekolah, akhirnya farewell party tersebut dilaksanakan pada bulan Mei.
Adila memasukkan barang pada tasnya karena pertemuan di hari itu telah selesai. Teman-teman dari sekolah Adira rupanya menyenangkan. Tidak seperti yang dibayangkan Adila karena banyak rumor yang beredar bahwa anak-anak sekolah tetangganya itu sangat nakal. Tanpa disangka juga, rekan dari sekolahnya tampak klop saat ada perkumpulan. Mereka tidak membeda-bedakan antar sekolah, tidak berkubu-kubu, dan itu membuat Adila sangat bersyukur.
“Guys, makasih ya buat hari ini. Semangat buat UN besok senin. Moga kita semua lulus dengan nilai memuaskan,” ujar Adira.
“Yok semangat!!!”
“Belajar guys, jangan lupa!”
“Kalau gak bisa, ngitung kancing aja!”
“Hahahaha.”Satu persatu, mereka meninggalkan cafe tersebut. Semenjak Adira menginap dua minggu yang lalu, Adila jarang bertemu dengannya. Rasa canggung masih menyelimuti keduanya sebab kejadian malam itu.
“Pulang bareng, Dil?” tanya Adira saat melihat Adila seorang yang masih berdiri di sana.
“Gue udah dijemput kak Malven hehe,” balas Adila –masih canggung.
“Ah, okay. Gue temenin sampe bang Malven dateng.”
“Hah? Duluan aja. Takut lama.”
“Katanya udah dijemput?”Adila blunder dengan ucapannya. ia hanya tersenyum kikuk sambil menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal.
“Gak usah canggung gitu, Dil. Kenapa?”
“Apanya?”
“Inget kejadian malem itu ya?”
“Apaan sih lo!”
“Mau yang beneran?”
“Berisik. Bye!”Untungnya, Malven datang tepat waktu. Adila dengan sigap menaiki motor Malven, takut ditodong dengan pertanyaan-pertanyaan aneh yang Adira keluarkan.
***
Tidak terasa, ujian nasional tiba. Adila sangat siap dan tidak sabar. Ia mengecek kartu peserta dan atribut yang dipakainya. Semuanya lengkap.
“Semangat berjuang ya adeknya kakak. Kakak yakin kamu pasti dapet nilai gede!” ujar Malven di depan gerbang sambil mengusap kepala adiknya.
“Traktir loh ya!”
“Iya, nanti hari terakhir.”Adila tersenyum sambil menegakkan bahunya. Ia melangkah memasuki kelas dengan harap semoga semuanya berjalan lancar. Malven melambaikan tangannya dan memberi semangat pada adik kesayangannya itu.
***
Benar saja Malven menepati janjinya. Di hari terakhir, Malven menjemput adiknya dan membawanya ke kedai bi Wati untuk mentraktir es krim. Awalnya Adila protes sebab ia pikir akan ditraktir makanan enak yang mengenyangkan, ternyata hanya es krim. Namun karena Malven tidak membatasi harganya, maka ini akan dimanfaatkan Adila untuk memesan es krim yang jarang ia beli karena harganya yang cukup mahal.
Malven melambaikan tangannya saat melihat presensi Adira memasuki kedai. Adira menghampiri dan bergabung untuk duduk bersama.
“Siang bang, Dila.”
“Weh bro, gimana UN-nya? Lancar?”
“Gampang.”
“Dih mentang-mentang kalian pinter, ngegampangin UN,” protes Malven saat mendapat jawaban yang sama ketika bertanya perihal ujian nasional kepada adiknya juga.
“Emang gampang kok kalau rajin latihan. Kak Malven aja jarang belajar, makanya mikir susah,” timpal Adila di sela-sela lahapan es krimnya. “Kak Malven lagi traktir, lho. Pesen aja, nanti dibayarin kak Malven,” sambungnya pada Adira.Malven hanya membulatkan matanya.
“Wah seriusan? Asik dong.” Adira beranjak memesan es krimnya. Malven hanya dapat mengangguk pasrah.***
Siang itu, Adila mendapat pesan dari Abian untuk menemuinya di salah satu café dekat sekolah. Adila tidak ada kegiatan di sekolah, hanya saja datang untuk bertemu kedua sahabatnya –Ranti dan Nesya. Adila pun pamit pulang terlebih dahulu.
Jika bukan ingin membantu Adira, mana mau Adila berjalan 300 meter dari sekolahnya. Terik matahari sungguh membakar kulitnya. Sepertinya ia harus memakai sunblock lebih banyak.
Di depan pintu café, Adila menyemprotkan parfum untuk membuang bau apek akibat panas yang menggila siang itu.
Di sana ia melihat Abian dan Zefanya –psikiater yang menangani Adira.
“Siang kak. Maaf nunggu lama,” sapa Adila. Mereka pun mempersilakan Adila untuk duduk dan memesan makanan.Setelah makanan dipesan, Abian membuka obrolan sambil menunggu makanan disajikan.
“Gini, Dil. Langsung aja ya, tentang Adira, kamu pernah denger cerita dia tentang masa kecilnya?” tanya Abian.
“Pernah kak,” jawab Adila ragu-ragu.
“Tentang apa?”Adila sedikit bingung mengapa Abian bertanya pada dirinya. Padahal bisa saja bertanya langsung dengan adiknya, bukan?
“Dia sering dipukul, dimarahi bahkan dikatai (maaf) pembunuh sama ayahnya, kak.”
“Tuh kan!”
“Kenapa kak?”
“Waktu Adi nginep di rumah kamu, saya bawa ayah ke rumah. Zefa minta buat Adi ditemuin sama ayah karena pikir kayaknya ada hubungannya. Saya nanya ke ayah tentang masa kecilnya Adi, ayah bilang jarang banget ketemu. Cuma beberapa kali, itu pun dilarang sama nenek.”
“Lho? Kok?”
“Kayaknya ada yang salah dari memorinya dia, atau ada memori dia yang memang ketumpuk atau dilupain.” Zefanya akhirnya membuka suara.
“Makanya ayah pun bingung kenapa Adi benci banget sama beliau, padahal ketemu aja jarang banget.”Bersambung.
biar cepet ke klimaks, maaf dicepetin (lagi) alurnya, biasalah😭🙏
![](https://img.wattpad.com/cover/106287035-288-k25677.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
S E M E N J A N A ✔
Teen FictionAdila, si bungsu yang memiliki kakak sister complex yang selalu menjaganya bagaikan satpam 24/7. Adira, si manusia rese yang selalu membuat Adila jengkel. Keduanya menjadi teman baik sejak Adira bercerita banyak mengenai dirinya yang memiliki keprib...