Saat Malven kembali ke rumah Adira, sosok pria setengah abad berdiri di depan pintu. Malven menyapa dengan sopan. Rupanya itu adalah ayah Adira. Malven pun membukakan pintu karena ia sengaja mengunci agar Adira tidak kabur. Ayah Adira sudah tahu Malven dari cerita si anak sulungnya. Semalam saat Abian berangkat ke Jepang, ia menyampaikan pesan bahwa adiknya itu dijaga oleh Malven dan Adila.
Malven tahu, bahwa ayah Adira merupakan sumber lukanya selama ini. Malven tidak ingin ikut campur pada permasalahan keluarga Adira, maka ia dengan sopan bertanya ada keperluan apa dan mengapa.
Satu hal yang pasti, kita tidak bisa mendengar satu cerita hanya dari satu sisi. Begitulah Malven yang sadar saat Ayah Adira menjelaskan bahwa selama ini Adira salah menilai dirinya.
Kemudian, pintu kamar Adira terbuka. Saat melihat wajah sang ayah, Adira ketakutan sambil membanting kembali pintu. Malven berlari, dan mendapati Adira tidak mengunci. Dilihatnya Adira menjambak rambutnya sendiri sambil merintih kesakitan di kepalanya.
“Kak…” lirihnya pelan.
“Al? lo masih Al?” tanya Malven saat mendengar Adira memanggilnya dengan sebutan ‘kak’. Biasanya jika itu Adira, ia akan memanggilnya dengan sebutan ‘bang/abang’.
“Bang…”
“Hah? Lo? Anjir gue bingung ini siapa?” Malven panik saat melihat Adira yang kesakitan. Ia tidak tahu siapa yang ada di hadapannya kini.Sebenarnya Adira sadar bahwa dirinya sudah kembali. Namun, sebagian kecil kepribadian Al masih ada di tubuhnya. Oleh sebab itu, ia mengerang kesakitan.
“G..gue A..di,” katanya sebelum tak sadarkan diri.
“Di.. Bangun Di.”Malven menghubungi Zefanya agar bisa datang dan menangani Adira. Sekitar dua puluh menit, Zefanya datang lalu memeriksa. Sementara itu, sang ayah hanya diam dan dalam hatinya ia berdoa supaya Adira segera diberi kesembuhan.
“Sekitar dua hari yang lalu, waktu saya ke Padang, Abian bilang kalau Adira ingin ketemu saya karena salah mengira kalau orang yang nyakitin dia saat masih kecil itu bukan saya. Memang, saya hanya beberapa kali ketemu Adira, bisa diitung pake jari. Saya memang dilarang ketemu Adira sama neneknya,” ujar Ayah Adira.Zefanya mengalihkan pandangannya.
“Saya juga merasa kalau ada yang salah sama memorinya dia selama ini. Abi pernah bilang kalau Om jarang ketemu Adi, tapi Adi cerita ke Dila kalau Om yang sering nyiksa dia. Memang ada yang ganjil. Dan menurut saya, sepertinya memori Adira ini dimanipulasi saat dia masih kecil. Ibaratnya, ketika sesuatu yang salah, tapi kita dipaksa untuk membenarkan, pasti sesuatu itu jadi benar menurut kita, padahal sebenarnya memang salah.”***
Dalam tangisnya, anak kecil itu mengusap-usap lengan kanannya yang membiru akibat pukulan yang dilayangkan seseorang terhadapnya tadi siang. Sang nenek memeluk cucunya yang masih kecil itu sambil menenangkan agar tidak menangis lagi.
“Sakit nek,” adunya sambil menangis.
“Adi jagoan. Adi gak boleh nangis. Ayah kamu keterlaluan.”
“Tapi, itu bukan ayah, nek. Ayah belum pulang.”
“Denger, yang barusan mukul itu ayah kamu. Tapi kamu gak boleh benci sama ayah kamu ya?”
“Ayah gak jahat nek. Kakek yang mukul aku.”
“Adi, ayah kamu yang mukul, bukan kakek!”
Anak kecil itu terdiam saat sang nenek menggertaknya.Adira terbangun dengan napas yang tercekat. Matanya langsung tertuju pada sang ayah. Ia beranjak untuk segera memeluknya.
“Maafin Adi, yah, Adi salah.”
Sang Ayah menggelengkan kepala sambil mengusap punggung anak bungsunya yang kini sudah besar.
“Maafin Ayah yang gak bisa nemenin kamu saat kamu butuh orang buat jadi sandaran.”***
Saat Adira benar-benar tersadar, barulah ia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Saat ia kecil, ia diasuh oleh sang nenek karena ibunya meninggal saat melahirkannya ke dunia. Sayangnya, kakeknya sangat membenci kehadiran Adira yang membuat anak satu-satunya itu meninggal dunia. Adira kerap kali mendapatkan perlakuan kasar dari sang kakek. Di samping itu, neneknya tidak bisa membantu, ia hanya bisa menenangkan Adira karena sadar bahwa dirinya pun rapuh. Karakter kakeknya itu yang sangat kasar sulit sekali melunak, sekalipun oleh istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
S E M E N J A N A ✔
Fiksi RemajaAdila, si bungsu yang memiliki kakak sister complex yang selalu menjaganya bagaikan satpam 24/7. Adira, si manusia rese yang selalu membuat Adila jengkel. Keduanya menjadi teman baik sejak Adira bercerita banyak mengenai dirinya yang memiliki keprib...