01 : Dia Bukan Kakak Gue!

210 17 5
                                    

Banyak anak perempuan yang ingin mempunyai kakak laki-laki, tapi tidak dengan Adila. Ia berpikir, seharusnya dirinya-lah yang lahir terlebih dahulu ke dunia. Dengan begitu, ia akan bisa berlaku seenaknya, seperti menyuruh sang adik membelikan makanan ke warung depan, meminta sang adik untuk memijatnya ketika lelah, atau menjahili sang adik ketika ia bosan. Semua itu nyatanya hanya harapan belaka. Faktanya, ia adalah sang adik yang dimaksud dan ia-lah yang selama ini disuruh-suruh oleh sang kakak.

Bagi Malven, mempunyai adik semata wayang haruslah ia menjadi orang yang sangat menjaga. Tinggal jauh dari kedua orangtuanya mengharuskan Malven 24/7 siap sedia mengawasi si bungsu yang paling dicinta. Tidak ada satu orang pun yang boleh membuat adiknya menangis, kecuali dirinya. Tidak ada satu orang pun yang boleh menjahili adiknya, kecuali dirinya. Tidak ada satu orang pun yang boleh mengisi hati adiknya, kecuali dirinya. Semua itu dilakukan karena kasih sayangnya yang tidak terkira.

Katanya, pergerakan itu wajib, perubahan itu proses, dan menjadi lebih baik itu tujuan. Adila dan Malven hidup dengan banyak hal yang harus mereka lalui supaya tujuannya tercapai.

***

Seperti hari biasanya, Adila Fidelya Adelard atau yang biasa dipanggil Dila menunggu teman-temannya di depan gerbang sekolah. Adila termasuk anak yang pintar, namun sedikit angkuh. Jika ia tidak menyukai suatu hal, wajahnya tidak bisa berbohong. Makanya, terkadang kalimat yang ia ucapkan terlalu frontal.

Jarum panjang jam hampir menyentuh angka dua belas, namun orang yang ia tunggu tak kunjung datang juga. Wajah angkuhnya melirik sinis siapapun yang memasuki gerbang itu.
"Apaan lo liatin gue?" sinis Adila.
"Sok ngartis banget," ujar salahsatu murid.
"Eh lo bilang apa barusan? Gue? Sok ngartis?" tanya Adila sambil melipat kedua tangannya.
"Dila sayang!" panggil seseorang. Adila berbalik, matanya membulat ketika menyadari siapa yang memanggilnya. Dengan gerakan yang cepat, Adila berlari menuju kelasnya melupakan
"Dilaaa, tunggu!"

Sesampainya di kelas, Adila masih terengah-engah. Ia meremat dadanya yang bekerja lebih cepat. Pagi itu, kelas sudah hampir penuh. Hanya ada beberapa bangku kosong di belakang yang belum ditempati.
"Pagi-pagi udah olahraga aja lo," sindir Ranti, sahabat karibnya.
"Loh? Udah dateng? Kirain belum, gue nunggu di depan tadi."
"Gue nebeng ke kakak ipar gue, jadinya mesti pagi banget. Lo pasti dikejar satpam lo kan?"
"Nyebelin banget kak Malven, masa dia ngejar-ngejar gue coba?" rutuk Adila. Sedangkan Ranti tertawa kecil.
"Hey, kak Malven itu sayang banget sama lo. Jadi dia bakal selalu ada buat lo," ujar Ranti yang membuat Adila bergidik mendengarnya.
"Ya kalau sayang enggak usah over kali, gue kan risih. Mana gak ada cowok yang mau deketin gue lagi gara-gara tuh orang." Ranti tertawa keras mendengarnya.
"Ketawain aja terus," gerutu Adila.
"Kak Malven itu lucu ya, lo beruntung banget punya kakak yang sayang sama lo," ucap Ranti.
"Dia BUKAN kakak gue!" pekik Adila. Ranti tertawa terbahak-bahak melihat wajah dongkol Adila.

Tadi sesampainya di parkiran, Adila langsung lari begitu saja tanpa menunggu sang kakak. Kebiasaannya di sekolah adalah menghindari Malven. Sebisa mungkin ia tidak boleh berinteraksi dengan kakaknya itu. Maka tak heran, ketika awal masuk sekolah, banyak temannya yang berpikir bahwa Malven adalah kekasihnya karena datang bersama.

Sementara itu di kelas 12 IPS 1, Malven menyimpan tasnya dengan malas. Sudah semester akhir, semangatnya menghilang begitu saja. Jika bukan karena sang adik, mungkin Malven sudah berhenti. Ia sangat jenuh dengan mata pelajaran yang sangat banyak, namun tidak dapat dimengerti seluruhnya.
"Bro, adek lo sekolah?" tanya Kenzie, teman sebangkunya.
"Ngapain lo nanyain adek gue?"
"Gue kan pengen tahu. Lo pelit banget sih. Lagian kasihan adek lo dikekang mulu."
"Eh dengerin ya bro. Gue, Malven Adelard adalah cowok paling ganteng yang mempunyai adik bernama Adila Fidelya Adelard yang mana gak ada satu pun cowok yang boleh ngedeketin adek gue tersayang selain gue dan bokap gue," terang Malven dengan sangat panjang.

Kenzie membuang pandangannya bosan mendengar jawaban yang sama tiap kali ia bertanya mengenai Adila.
Memang, Malven sangat menyayangi adiknya. Malven selalu melarang Adila untuk dekat dengan teman lelakinya. Bahkan setiap orang yang dekat dengan Adila, selalu diinterogasi oleh Malven. Malven takut, adiknya itu lebih menyayangi orang lain dibandingkan dirinya.
"Lebay lo!" timpal Kenzie. Malven tertawa melihat ekspresi wajah Kenzie yang berubah drastis.
"Jadi lo naksir adek gue?" tanya Malven serius.
"Kalau iya?" Kenzie menatap Malven penuh harap.
"Gue gak izinin." Kenzie mendengus kesal.
"Hahaha muka lo asem banget. Oke karena lo sohib gue, gue bakal izinin lo deketin adek gue," ujar Malven.
"Serius?" Mata Kenzie berbinar.
"Dengan satu sayarat," timpal Malven.
"Apaan?" Malven mendekatkan dirinya ke arah Kenzie.
"Ih apaan sih lo mau kissing gue? Sorry, bro. Gue tahu lo itu punya kelainan, tapi jangan gitu juga kali." Kenzie menghindar dari Malven.
Malven menjitak kepala kenzie lalu berujar, "Geer banget lo. Katanya lo pengen deketin adek gue, mau gak nih gue kasih tahu syaratnya?" Kenzie mengangguk mantap.

Malven membisikkan sesuatu kepada Kenzie. Kenzie tampak menimbang-nimbang lalu mengangguk perlahan.

Bersambung.

S E M E N J A N A ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang