23 : Day 2

8 2 4
                                    

Pukul empat pagi, Adila terbangun. Badannya terasa remuk sebab tidur di atas sofa, sementara Malven tidur di atas karpet. Adila pergi ke kamar mandi untuk mencuci mukanya dan bersiap-siap untuk pulang ke rumah karena harus mempersiapkan hari kedua project besarnya.

Ketika Adila keluar dari kamar mandi, ia melihat sang kakak sudah bangun.
“Kok udah bangun, kak?”
“Nganterin kamu lah.”
“Adira gimana?”
“Dia masih tidur, lagian masih jam 4 pagi. Lama banget dia jadi Al. Biasanya gak semalaman gini kan?” Adila mengangguk setuju.
"Ke rumah dulu?"
"Iyalah kak. Kan baju Dila di rumah."

Malven mengambil jaket dan kunci motor setelah mencuci mukanya. Adiknya itu adalah prioritas utamanya. Dalam keadaan apapun, Malven haruslah tetap menjaga adiknya itu.

Kakak beradik itu menembus dinginnya pagi dengan laju motor yang tidak terlalu kencang.

***

Adila datang sekitar pukul setengah 6 pagi sebelum teman-temannya. Ia menyiapkan beberapa hal karena harus menggantikan Adira selaku ketua pelaksana.
"Nanti kalau laper, chat kakak aja biar dipesenin makan. Jangan sampe gak makan kayak kemarin," pesan Malven ketika Adila turun dari motor.
"Siap bos!"

Malven menyadari bahwa adiknya tumbuh dewasa. Ia bisa menempatkan diri. Walaupun bungsu, tapi Adila sangat bertanggung jawab bagi apapun yang menjadi tugasnya.

Pukul enam pagi, Ranti datang membawa satu bungkus nasi kuning untuk diberikan pada Adila. Malven meminta tolong pada Ranti untuk membelikan nasi kuning agar adiknya bisa sarapan. Malven juga berpesan bahwa nanti uangnya akan diganti.
"Sarapan dulu, Dil. Kalau enggak, nanti gue kena damprat kakak lo haha."
"Makasih ya, Ti. Lo udah sarapan?"
"Udah kok."

Adila menghabiskan sarapannya di ruang panitia. Pagi ini akan dilakukan fun games di mana seluruh kelas 12 akan mengikutinya. Kali ini giliran sekolah Adila yang menjadi tuan rumah.

Fun games tersebut merupakan permainan yang akan dilakukan secara kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 8-10 orang yang dipilih berdasarkan angka yang diambil saat registrasi. Ada 10 games yang harus dilewati untuk seluruh kelompok. Yang menjadi penilaiannya adalah kecepatan, kekompakan dan kerja sama tim. Ketua tim memegang satu kertas yang nantinya akan diberi cap jika tim tersebut melewati setiap pos. Tim yang pertama berhasil melewati seluruh pos, merekalah pemenangnya.

Seluruh peserta sudah memakai kaos berwarna putih dan celana olahraga. Registrasi ditutup pukul 8 pagi. Beberapa peserta yang sudah siap, sibuk mencari rekan timnya.

"Dil, Adira gak dateng?" tanya Agnes dari divisi acara.
"Enggak, Nes."
"Lo yang kasih sambutan sama ngasih tau rules-nya ya."

Adila mengangguk paham. Ia sudah menyiapkannya sejak semalam untuk berjaga-jaga jika Adira tidak bisa hadir.

Atensinya tertuju pada segerombolan orang di meja registrasi. Sepertinya ada sedikit kericuhan di sana. Buru-buru Adila datang untuk menengahi.
"Ada apa?" tanya Adila.
"Dil, ini ada yang gak mau disatuin sama yang lain. Maunya setim sama temen sekolahnya," ujar Nesya yang bertugas di bagian registrasi.
"Saya Adila kak, wakil dari ketua pelaksana kegiatan ini. Mohon maaf sebelumnya, menurut peraturan yang sudah ditentukan, setiap tim dipilih berdasarkan angka yang didapat saat registrasi. Ini bertujuan supaya bisa saling mengenal antar sekol—"
"Halah. Ngapain juga gue kenal sama anak sekolah lo? Bilangin tuh ke si Adi, kalau bikin acara tuh yang bener! Dia aja gak dateng? Sok-sokan bikin acara gede, promosi dari kapan, hari H dianya malah kabur. Kabur mulu perasaan." Orang itu tertawa remeh diikuti dua teman di sampinya.
"Kak, maaf banget, kalau sekiranya gak berminat, bisa kok gak perlu ikut acara ini. Lagian kakak gak mau kan, sekolahnya dicap rusuh cuma karena gak mau membaur sama yang lain?"
"Wah, songong banget.”
“Saya panitia di sini, dan saya bisa laporin kakak lho. Kalau kurang berkenan, silakan pergi aja kak, daripada nanti satpam yang nyuruh pergi.”
“Cabut cabut!"

S E M E N J A N A ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang