24 : Confess

7 2 0
                                    

Entah sudah berapa orang yang memberikan komplen kepadanya sejak pagi tadi, Adila hanya berharap semoga ini cepat selesai sebab telinganya sudah lelah mendengar masalah-masalah yang terjadi di hari itu. Ia baru pertama kali mendapat tugas untuk menjadi ketua pelaksana, maka banyak hal yang ia pelajari dari kesalahan yang terjadi.

Pukul 6 sore, acara diistirahatkan dan akan dimulai lagi pukul 8 malam. Adila melahap habis nasi box yang ia dapat. Bukan hanya energinya yang benar-benar terkuras habis, melainkan mentalnya pun sama. Ingin sekali ia menangis, tetapi sekali lagi, ia menguatkan diri untuk tidak terlihat lelah.

Adila menyandarkan tubuhnya pada kursi. Sebentar saja, Ia ingin memejamkan mata. Ia tutup wajahnya menggunakan topi baseball milik Adira yang sedari tadi ia pakai. Beberapa saat kemudian, 3 orang panitia masuk ke dalam ruangan itu, tidak menyadari kehadiran Adila di sana.
"Adira kenapa ya? Kok dia gak dateng sih? Padahal kan dia ketuplaknya. Kasian banget Adila dari tadi kena sasaran marahnya anak-anak terus.
"Masih kesurupan kali?"
"Masa sih? Yang bener kalo ngomong?"

Jelas, Adila sangat terganggu dengan topik yang rekannya itu sedang bahas. Ia menarik topi yang menutupi wajahnya lalu berdiri. Ketiganya terkejut saat menyadari ada Adila di sana.
"Kalau lo gak tau apa-apa tentang Adira, diem aja. Jangan aneh-aneh kalo ngomong," ujar Adila lalu bergegas. "Oh satu lagi, jangan kasihanin gue. Itu konsekuensi yang gue ambil kok," sambungnya.

Mungkin Adila tidak diizinkan untuk beristirahat. Ia memutuskan untuk mencari angin segar sambil mengecek apa saja yang belum disiapkan.

***

Malam itu acara dibuka dengan sangat meriah oleh Agnes dan Fandy dari divisi acara. Dua orang itu memang sudah ber-partner cukup lama sehingga chemistry keduanya sudah tidak perlu diragukan lagi.

Halaman sekolah itu sudah dipenuhi oleh siswa yang hadir untuk menyaksikan musisi favorit mereka. Ada 3 bintang tamu utama, dua di antanya adalah penyanyi solo dengan lagu yang sedang viral, serta satu band yang namanya sudah dikenal di seluruh penjuru negeri.

Hal yang membuat Adila terkejut adalah saat Agnes memanggil namanya dan memintanya untuk maju ke depan, mewakili sekolahnya untuk mengucapkan sepatah dua patah kata pada rekan seperjuangannya. Tanpa persiapan sama sekali, Adila berjalan ragu ke atas panggung memikirkan apa yang harus ia katakan.
"Kenapa gak bilang dulu sih, biar ada persiapan," protesnya pelan pada Agnes dan Fandy. Sedangkan keduanya hanya tertawa kecil.

Adila kini menjadi pusat perhatian. Ia memegang microphone-nya sambil menelan ludah. Rasa gugup sepertinya sudah tidak bisa ia bendung.
"Selamat malam," ujar Adila hati-hati. "Eum, kalau diminta buat ngasih sepatah dua patah kata, gue cuma mau bilang, makasih banyak guys! Makasih buat kenangan selama SMA yang bikin gue belajar buat dewasa. Khususnya buat sahabat gue, Ranti dan Nesya yang selalu ngertiin gue."

Mata Adila mencari dua sosok sahabatnya. Tak perlu lama keduanya melambaikan tangan di belakang sana.

"Makasih juga buat panitia acara ini, kalian luar biasa!"

Terdengar tepuk tangan meriah dari para panitia yang diikuti oleh seluruh siswa di sana.

"Dan makasih banyak buat orang dibalik ide acara ini, yang bisa realisasiin kalau ternyata dua sekolah yang katanya gak akur bisa bikin project segila ini. Walaupun mungkin orangnya gak ada di sini, tapi gue mau bilang, makasih udah bertahan sampe hari ini." Adila menutupnya dengan senyuman.

Banyak yang tidak mengerti dengan maksud kalimat terakhir Adila, namun mereka tidak mempermasalahkannya.

Agnes dan Fandy kembali ke atas panggung memanggil Adira sebagai perwakilan dari sekolahnya. Adila menyilangkan kedua tanganya memberi kode bahwa Adira tidak ada, namun kedua MC itu tidak melihatnya. Adila menggelengkan kepalanya saat nama Adira lagi-lagi dipanggil.

Padahal Adila sudah bilang bahwa Adira tidak bisa hadir, tapi mengapa baik Agnes maupun Fandy tidak satupun yang mengingatnya. Saat Adila berniat untuk kembali ke ruangan, suara familiar menghentikan langkahnya. Ia berbalik menatap sosok yang kini berada di atas panggung.
"Adira?"
"Malam guys! Mungkin banyak dari kalian yang bingung kenapa gue baru muncul sekarang, padahal acara dimulai dari pagi tadi. Mungkin banyak dari kalian yang bingung sambil gosipin gue tentang kejadian kemarin di ruang panitia. Ah, ternyata udah nyebar banyak ya haha."

Adila mengernyitkan dahinya, mengapa Adira ada di atas sana dengan santainya membahas kejadian kemarin. Bukannya itu terlalu beresiko?
"Sebelumnya, gue mau ngucapin banyak terima kasih buat seluruh panitia yang rela ngorbanin waktunya supaya acara ini sukses. Terima kasih juga buat kalian semua atas partisipasinya mengikuti rangkaian acara selama 2 hari ini."

Adira menyapu pandangannya agar dapat menatap orang-orang yang kini ada di hadapannya.
"Gue mau bikin pengakuan, tentang gue yang ngilang dari kemarin sore, dan tentang gue yang sering ngilang dalam beberapa hari di setiap bulannya. Untuk itu, gue mau ngenalin diri gue dengan sejujur-jujurnya. Gue Adira, gue punya kelainan DID atau disosiative identity disorder yang mana gue punya kepribadian ganda. Gue mau bilang makasih banyak buat support system gue selama ini, yang mau bantu gue, jagain gue, tempat ngeluhnya gue. Bahkan hari ini, dia wakilin gue buat bertanggung jawab penuh sama acara ini."

Adira mengalihkan pandangannya pada Adila yang masih berdiri di samping bawah panggung. Jantung Adila berdegup lebih kencang saat ia menyadari hampir semua orang menatapnya.
"Gue mau bawain satu lagu spesial khusus buat lo, Adila."

Banyak orang yang bersorak merasa tersentuh dengan kejujuran Adira di atas sana dan bagaimana cara dia mengungkapkan kata terima kasih untuk orang yang selama ini menjadi support system-nya.

Adira mengambil gitar lalu memetiknya, menyanyikan lagu Thinking Out Loud milik Ed Sheeran. Sungguh Adila terhanyut dengan lagu yang dibawakan oleh lelaki itu.

Bersambung.

S E M E N J A N A ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang