S a t u

1.4K 92 174
                                    

Bukan cinta melainkan ambisi. Ambisi keegoisan untuk terus memiliki tanpa sadar akan konsekuensi.~

_______-_______-_______

Sang Surya telah memenuhi tugasnya untuk menyinari dunia. Membawa kegembiraan bagi penghuninya, juga manfaat di dalamnya. Gadis dengan rambut sebahu kian berjalan dengan riang sesekali mengayunkan langkahnya. Terdengar pula mulutnya yang berirama menyanyikan lagu kesukaannya.

"Kebiasaan deh Asyfa, kalo uda rajin suka ngga liat waktu. Ini mah masih jam setengah tujuh, Fa. Lo uda duduk anteng, dari jam berapa?" celutuknya  yang kemudian membuka gawai. Dia Zefa. Zefana Adira. Jangan tanya seperti apa sosoknya, ikuti saja alurnya maka kalian akan tahu siapa gadis itu.

"Ngaco. Orang baru sampe," kilah sahabatnya, Asfyara Dina. Sahabat baik yang tidak pernah mau sahabatnya terjerumus ke hal yang tidak baik. Guru yang selalu dengan sabar menasehati hal-hal yang selalu Zefa langgar. Orang yang tidak pernah bosan memarahi juga sesekali memberi Zefa pelajaran.

"Gue diajak jalan sama Juna," ungkap Zefa yang masih menatap layar ponselnya.

Asyfa menoleh sebentar, "hn, iya deh yang udah ngga jomblo ...." goda Asyfa yang kemudian membuka tas mengambil buku catatan.

"Emang udah bel?" tanya Zefa yang melihat ke arah jendela. Dan Asyfa hanya mengangguk singkat.

><

Sepulang sekolah, Zefa sudah berdiri di depan gerbang rumahnya, tersenyum kepada sang terkasih, senang karena telah diantar pulang.

"Makasih ya, Jun," kata Zefa tersenyum sembari melambaikan tangannya, "dahh."

"Besok jangan lupa, aku ke sini jam 9," ujar Juna mengingatkan. Zefa hanya mengangguk paham sembari melambaikan tangan menatap punggung Juna yang semakin menjauh dari pandangannya.

Namun di saat yang bersamaan, suara klakson terdengar motor sangat keras membuat Zefa berjengit kaget dan menoleh, motor besar hitam milik kakaknya berhenti tepat di sampingnya.

"Siapa tadi?" tanyanya yang sempat melihat seorang pria walau belum sempat melihat wajahnya.

"Juna," jawab Zefa menatap kakaknya yang masih tertutup helm full face.

"Pacar kamu?"

Zefa hanya mengangguk.

"Kamu kan tau, Papi ngelarang?" tanya Riki menuntut penjelasan.

Riki, Riki Agung Pambudi. Kakak laki-laki Zefa yang terpaut umur 3 tahun.
Memiliki kakak yang jarang bicara membuatnya kadang mengeluh, tetapi tak jarang juga gadis itu bersyukur memiliki sosok kakak yang dapat mengerti dirinya, sepenuhnya.

"Biarin," pungkas Zefa yang kemudian melangkah memasuki gerbang, sedangkan kakanya yang sejak tadi di atas motor perlahan menjalankan motornya memasuki pekarangan luas rumahnya.

><

Suasana malam yang sama seperti biasa, Zefa dan keluarga sedang berkumpul di ruang tengah, mengobrol ringan dengan televisi menyala di depannya.

"Ki, kuliahnya lancar?" tanya sang papi menoleh sebentar ke arah putranya, setelah akhirnya kembali fokus membaca.

Riki yang sedang menatap layar televisi lantas menoleh sesaat, "sejauh ini lancar sih, Pi. Gatau kedepannya," jawab Riki tanpa ekspresi, wajahnya kian datar membuat Zefa yang melirik diam-diam bingung akan apa yang sedang Riki pikirkan.

"Papi tadi lupa jemput kamu, kamu pulang sama siapa?" tanya sang papi beralih menatap anak gadisnya.

"Dianter temen," jawab Zefa sekenanya.

A Reason [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang