S e p u l u h

323 30 6
                                    

Takdir itu unik. Kita yang dipertemukan belum tentu dipersatukan. Mereka yang dititipkan rasa belum tentu selalu bersama.~

______-_______-_______

Setelah melangsungkan akad tadi pagi dengan dihadiri tamu undangan, kerabat juga beberapa perwakilan dari pesantren, kini tibalah saatnya. Malam ini acara resepsinya digelar. Masih sama di gedung tadi dengan tamu undangan yang juga masih sama. Zefa sedang didandani, dia kini terlihat jauh lebih cantik dari pagi tadi.

"Lo cantik parah si, Ze!" puji gadis dengan gamis navy yang berdiri di sebelah Zefa, Mawar. Malam ini memang temanya navy, jadi semua tamu undangan diwajibkan memakai pakaian berwarna navy. Dan ya, Mawar juga Lana datang malam ini. Pagi tadi memang tidak datang karena harus tetap menuntut ilmu.

"Makasih ... Bar," kata Zefa yang terkekeh.

Lana memegang dagu Zefa menyuruh gadis itu menatapnya, tersenyum setelanya. "Aduh, sepupu gue bisa cantik juga ternyata,"  celutuk Lana yang kemudian tertawa.

"Gue emang cantik kali," kata Zefa dengan pd-nya.

"Iya, istrinya Pak Hafiz gitu," goda Mawar.

"Apaan si," Zefa nampak tidak suka di seperti itukan, rasanya sedikit kesal ketika dia sadar bahwa dirinya telah menjadi istri dari seorang Hafiz.

"Congrats, yaa," ujar Lana memeluk Zefa, setelanya Mawar ikut memeluk Zefa dari belakang. Mereka berpelukan bersama, menikmati saat-saat kebersamaan karena mereka tahu setelahnya mungkin mereka tidak lagi bersama.

"Udah yu, udah jam 8," ucap Lana melepas pelukannya. Mawar dan Lana kemudian menuntun Zefa yang terlihat kesusahan berjalan dikarenakan gaunnya yang menjuntai ke lantai. Dan mereka bertiga terkejut kala melihat Hafiz sudah berdiri di ambang pintu seolah menunggu Zefa dari tadi.

"Dari tadi?" tanya Zefa.

"Ngga," jawab Hafiz singkat.

Pria dengan balutan jaz abu-abu itu kemudian mengulurkan tangannya dan diterima oleh Zefa. Mereka berjalan pelan menuju singgasana mereka, diikuti Mawar dan Lana di belakang yang juga membantu membawa gaun Zefa yang menyapu lantai.

Zefa dan Hafiz duduk di kursi bak ratu dan raja, sembari tersenyum melirik kedua orang tua mereka yang juga sudah ada di sana.

Resepsinya di gelar dengan adat Sunda, berdasarkan kesepakatan kedua keluarga. Alasannya, karena nenek Hafiz berasal dari sana. Satu persatu tamu undangan maju memberi ucapan selamat, ada juga yang terlihat memberi hadiah.

Terlihat Mawar dan Lana maju bersamaan. "Selamat ya, Kak Ze...," ujar Lana memberi selamat sembari memeluk kakak sepupunya.

"Jangan panggil kak!" cetus Zefa tidak suka dan Lana hanya terkekeh.

"Selamat ya Ze, sakinah mawadah warahmah deh, cepet kasih kita dede, biar gue dipanggil Aunty," ujar Mawar terkekeh.

"Tua dong lo!" cibir Lana pada Mawar.
Mereka lalu kambali, dengan Lana yang terlihat tersenyum ke arah aunty-nya, orang tua Zefa. Orang tua Lana juga datang malam ini, bersama adik Lana yang umurnya baru 5 tahun.

Setelah kepergian Mawar dan Lana beberapa orang yang tampak mengantri dari tadi mulai naik dan memberi Zefa juga Hafiz ucapan selamat. Banyak juga dari pesantren yang datang. Kemudian, gadis dengan dres navy bermotif bunga naik ke atas dengan pria di sebelahnya.

Saat menyadari siapa, mata Zefa lantas terbuka lebar. Dia terkejut mendapati dua orang itu sudah berdiri di depannya.
Dia langsung menyambar tubuh gadis tadi, memeluknya erat.

"Asyfaa," ujarnya tersenyum bahagia melihat sahabatnya. Asyfa datang dengan pacarnya sekaligus teman Zefa, Revan.

"Kok ngga bilang bakal dateng?" tanya Zefa menatap kesal Asyfa.

A Reason [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang