Tiga Delapan | The Ending

333 28 0
                                    

Tiga hari telah berlalu sejak kejadian malam itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tiga hari telah berlalu sejak kejadian malam itu. Hubungan Hafiz dengan Zefa sudah jauh lebih baik. Namun kini, gadis itu nampak berguling-guling tidak nyaman di atas kasur empuknya.

"Kamu kenapa sih, Ze?" tanya Hafiz sembari mendekat. Pria yang sedari tadi sedang membaca buku itu pun sedikit terganggu.

"Ngga tahu, ih. Laper, pegel, pengen makan orang rasanya," jawab Zefa asal. Gadis itu sudah duduk dengan rambut yang acak-acakan tidak karuan.

"Datang tamu?"

"Ngga," jawab Zefa lesu. Gadis itu menyadarkan kepalanya dengan kaki menyilang. "Pengen pulang," sambungnya lirih.

"Mau pulang?"

"Iya!" jawab Zefa bersemangat. Bukan tidak suka di Arab, hanya saja terlalu membosankan untuk sekedar tidur, makan, mandi, dan terus seperti itu.

"Eu ... kita umrah dulu, ya?" pinta Hafiz pelan.

"Kapan?"

"Sekarang, ya?"

Zefa tampak mengadahkan pandangan ke atap kamar, hingga kemudian mengangguk lucu.

><

Umrah.

Setelah melakukan rukun-rukun umrah,  Hafiz dan Zefa terlihat sedang berdoa khusyu di Masjidil Haram. Pria dengan gamis panjannya itu terlihat menagkupkan telapaknya, kepala mengadah ke atas dengan hati yang terus melantunkan ingin hingga angannya ke depan.

"Ya Allah, ya Rahman ya Rahim. Maha pemberi kehidupan. Sesungguhnya Engkau-lah sang maha membolak-balikkan hati para umat manusia lagi maha mengetahui semesta beserta isinya. Di rumahmu hamba meminta, bahagiakan Zefa selalu. Jika bukan dengan hamba, maka pertemukanlah hamba dengannya di kehidupan berikutnya agar sang pendosa ini mampu menebus segala dosanya dan menjadi penyembuh hatinya yang telah rapuh. Amiin." Pria itu berdoa banyak hal dalam hatinya. Matanya yang terpejam dengan telapak yang menangkup, sangat khusyuk seolah tak mau menyiakan  kesempatan berharga ini.

Sama halnya dengan Hafiz, Zefa juga berdoa. Gadis itu nampak menunduk, kadang kala sampai menutup matanya, bahkan tak jarang matanya memanas. Sebisa mungkin Zefa tahan agar tidak terjatuh.

Lama. Entah doa apa yang Zefa panjatkan pada sang pemberi kehidupan, yang jelas hanya Tuhanlah yang tahu. Setelah dirasa usai, Zefa melirik suaminya yang masih berdoa, menatapnya dari samping dengan tatapan yang aneh.

"Kak," panggilnya pelan. Namun berhasil membuat pria di sebelahnya menoleh dan tersenyum tipis.

"Iya," sahutnya lembut. Zefa bisa tahu walau hanya mendengar suaranya, nada bicara yang berbeda dari sebelumnya. Pria itu telah selesai berdoa dan langsung menatap sang istri.

Zefa telah berdiri, memandangi bangunan besar nan bersejarah di depannya dengan kepala yang sengaja ia sandarkan pada bahu kekar sang suami. Bibirnya terangkat membentuk senyum tipis manisnya. Pikirannya menerawang, banyak bicara pada dirinya. Zefa yang tanpa sadar membuka kenang-kenang masa lalunya, memutar satu persatu kejadian yang telah lalu.

Tersadar bahwa Tuhan sengaja mempertemukannya dengan pria baik bernama Fai Rayyan Alfarezi. Namun, Tuhan hanya menitipkan pria baik itu untuk kemudian memberinya sebuah pelajaran berharga. Pelajaran bahwa yang singgah tak selamanya ada. Bahwa yang baik tak selamanya akan bersama si cantik. Bahwa yang benar-benar sayang pun bisa saja hanya menjadi angan.

Lalu, sebuah alasan. Alasan di balik kejadian suram yang menimpanya ±3 tahun silam. Alasan bahwa Alfarezi sengaja dipertemukan pada Kayla, untuk kemudian menyakiti Zefa agar gadis rapuh itu bertemu dengan penyembuhnya, Hafiz.

Iya. Pria itu. Hafiz tak selamanya menjadi penghalang. Pria dengan alis tebal itu tak selamanya jadi pengganggu. Pria berlesung itu tak selamanya merusak, karena tanpa sadar pria baik itu telah menyembuhkan si rapuh. Memberinya seberkas sinar terang untuk kehidupan di masa depan.

Hafiz yang tanpa sadar telah merubah Zefa. Hafiz yang berhasil membuat gadis cengeng itu menjadi gadis tegar yang tidak takut untuk mengungkapkan. Hafiz yang membuat Zefa menjadi gadis baik yang sudah layak ia ajak ke surga bersama.

Zefa tersenyum semakin lebar. Terlalu larut dalam bahagianya. Terlalu senang akan jawaban dari Allah yang ia dapat. Alasan Ezi meninggalkannya 3 tahun silam. Alasan pria itu pergi tanpa kabar. Lalu, alasan kenapa Allah datangkan Hafiz sebagai penyempurna hidupnya.

Segala alasan demi alasan dalam hidupnya. Jawaban dari penantian sepinya. Jawaban dari menunggunya. Jawaban dari segala 'apa', 'kenapa', 'bagaimana' dan banyak tanya lainnya. Jawaban sekaligus alasan dari setiap hal yang terjadi dalam hidupnya.

"Terima kasih, Allah," lirih Zefa. Pandangannya mengadah ke bangunan tinggi di depannya. Tersenyum dengan kepala yang masih bersandar di bahu Hafiz.

"Terima kasih, Kak Sha," sambungnya yang mengangkat sedikit kepalanya menatap Hafiz. Pria itu terlihat tersenyum tipis dengan pandangan menerawang.

Sudah Zefa putuskan bahwa inilah akhirnya. Akhirnya dari segala penantiannya kepada Alfarezi. Alasan kenapa pria itu meninggalkannya. Gadis itu telah berjanji pada dirinya untuk mencintai, menyayangi, dan mensyukuri. Menerima Hafiz sebagai suami sehidup semati, se-dunia se-akhiratnya.

"Thanks for everything reason of my life, God."

™The End ™


A Reason [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang