L i m a b e l a s

260 30 5
                                    

Faktanya, segala rasa rindu akan selalu hadir kala seseorang telah pergi jauh. Meninggalkan bertumpuk penyesalan yang selalu telat datang.
______
Hidup sudah terencana. Yang datang akan tetap datang dan yang pergi pasti pergi.
---Riki Agung Pambudi---

°________________________°

"Ini apa lagi?" tanya gadis beralis tipis itu sembari menatap bingung sebuah buku di depannya.

"Akidah akhlak," jawab sang pria singkat. Zefa semakin bingung kala pria di dekatnya ini memberi buku bersampul hijau itu.

"Buat apa?"

"Ya dipelajari lah, Ze." Pria itu—yang tak lain Hafiz—menghela pelan. Menatap kesal istrinya yang entah polos atau pura-pura tidak tahu.

"Bukannya Bap-eu ... Kak Hafiz cuma ngajar Bahasa Arab doang?" tanya Zefa mengangkat kedua alisnya bersamaan.

"Itu kalo di pesantren, kamu sekarang di rumah, jadi saya yang bakal ajarin tentang semua mata pelajaran." Bolpoin yang Hafiz pegang nampak diremat saking kesalnya pada Zefa. Gadis itu nampak manggut-manggut paham dengan mulut membentuk 'O'.

Mereka telah pulang ke rumah malam tadi, karena dirasa urusan Zefa juga telah selesai, gadis itu akhirnya mengajak Hafiz pulang.

"Emang pelajaran apalagi?" Zefa masih bertanya.

"Banyak."

"Ya apalagi?"

Hafiz menghembuskan napas pelan,"Bahasa Arab, Akidah Akhlak, Fikih, Hadits–" Belum sempat melanjutkan ucapannya, Zefa dengan cepat menyela.

"Stop!" Zefa menunjuk Hafiz dengan telunjuknya. "Kok agama semua?" tanyanya heran dengan alis bertaut.

"Kamu sengaja ya mengalihkan topik mulu, biar kita ngga jadi belajar?" tuntut Hafiz yang baru sadar akan trik Zefa.

Sedangkan Zefa mengulum bibir bingung sembari menggeleng, "ngga, kata siapa?" tanyanya bingung, pura-pura tidak mengerti.

"Terserah. Sekarang baca materi tentang adab bertetangga," titah Hafiz mendekatkan buku ke arah Zefa.

"Bertetangga ada adabnya juga ternyata," gumam Zefa pelan. Namun Hafiz masih dapat mendengarnya. Pria itu memperhatikan istrinya yang nampak fokus membaca. Pikirannya banyak berbicara, berargumen pada dirinya tentang banyak hal.

"Kalo kita masak terus tetangga kita mencium aromanya, kita harus ngasih?" tanya Zefa menatap Hafiz.

Pria itu mengangguk, "hm."

"Tapi kan kita ngga tau kalo tetangga kita mencium baunya?"

"Zefa."

"Iya?" Gadis itu nampak memainkan lembaran buku dengan melipat-lipatnya.

"Baca aja," Hafiz sudah nampak lelah dengan istrinya. Namun dia berusaha keras menahan emosinya. Sedangkan Zefa terlihat mengangguk pelan dan langsung melanjutkan membaca. Sekitar sepuluh menit Zefa membaca bab tentang adab bertetangga, selama itu pula pandangan Hafiz tak lepas dari gadis di depannya.

"Udah." Zefa mengalihkan pandangannya dari buku dan menatap Hafiz, Hafiz yang saat itu tengah menatapnya terkejut lantas mengerjap. Sesaat mereka sempat bertatapan, hingga Zefa dengan cepat mengalihkan pandangan.

Sempat hening seketika. Namun dehaman dari Hafiz membuat Zefa menoleh pelan. "Paham?" tanyanya.

Zefa mengangguk, "iya. Tapi Zefa mau nanya," ujarnya.

Hafiz menaikkan sebelah alis tebalnya, "apa?"

"Kita kan ngga tahu kalo tetangga–"

"Zefa," panggil Hafiz pelan. Pria itu membuka lembar demi lembar, mencari sesuatu, kemudian mendekatkan bukunya pada Zefa kala dia sudah menemukannya, "sekarang baca ini."

A Reason [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang