Kepada waktu yang telah ditentukan, rasa yang ada akan singgah, dan yang selesai akan hilang.
™H p p y r d n ™
Hafiz melirik Zefa sebentar, "bentar, saya ... k-kemarin ngga mimpi."
Degg.
Zefa yang sedang menatap air mancur langsung mendongak menatap sang suami, dengan jantung yang mendadak berpacu.
"M-mimpi apa?" tanyanya pelan, sesekali mengerjap ke arah Hafiz.
"Kamu ... k-kamu emang bener minta–cerai," jawab Hafiz dengan memelan di bagian akhir.
"K-kamu–" Pria itu masih tampak terkejut akan sesuatu yang baru ia sadari, mengerjap dengan kaki yang seolah akan ambruk, ling-lung.
"Zefa–" Zefa, gadis itu pun terlihat bingung akan menjelaskan bagaimana.
"Tentang Kak Ezi?!" tuntut Hafiz pada Zefa. Kini pria itu sepenuhnya sadar akan kejadian tempo hari. Hingga akhirnya gadis itu pasrah mengangguk dan cepat-cepat meraih telapak sang suami.
"T-tapi Zefa udah tarik ucapan Zefa. Zefa ... udah lupain itu, Kak." Tangannya terus menggenggam telapak kekar Hafiz dengan pandangan meyakinkan suaminya. Namun, gadis itu terkejut kala Hafiz langsung memeluknya sangat erat. Mendekapnya, meletakkan dagunya pada bahu sang istri dengan gumaman lirih, terus meminta maaf atas dirinya yang tidak mengetahui fakta itu.
Zefa hanya pasrah, bahkan gadis itu telah menangis. Entah apa yang membuatnya menangis. Zefa hanya tergerak untuk mengeluarkan air matanya. Suara air yang sangat keras berpadu dengan isakan pilu Zefa juga rintihan Hafiz.
Dua manusia itu hanya saling peluk, mengabaikan pasang mata yang sedari tadi menatap ke arah mereka. Menumpahkan segala rasa yang ada dalam hati mereka. Hafiz dengan rasa bersalahnya juga Zefa dengan rasa penyesalan dan kesadarannya.
Hafiz yang kini memikirkan bagaimana istrinya yang tanpa sadar ia sakiti, Zefa yang memikirkan tentang rasanya kepada sang suami. Saling memikirkan hal yang sebenarnya saling bersangkutan.
Hingga Hafiz melepas pelukan, menggenggam telapak kecil istrinya dengan tatapan sangat teduh. "Saya ... sayang kamu, jangan buat saya menyesal telah menaruh rasa ini, ya, Ze."
Zefa mengangguk pelan, hingga Hafiz dengan pelan mengusap air mata yang hampir mengering di pipi sang istri.
"Zefa ... ngga akan tinggalin Kak Sha. Lagi pun Zefa sama Kak Ezi cuma dipertemukan, bukan disatukan. Takdir ngga berpihak sama kita, Kak," ungkap Zefa yang teringat akan perkataan kakaknya dulu.
"Terima kasih," ujar Hafiz tiba-tiba. Zefa tentulah bingung akan maksud pria itu.
"Buat?" tanyanya dengan tangan yang tanpa sadar masih Hafiz genggam.
"Semuanya," jawabnya jujur. Mendengar itu mata Zefa menyipit, tersenyum di balik niqab berwarna gelapnya. Gadis itu langsung merentangkan tangannya, meminta sang suami kembali memeluknya.
Namun, sejatinya Hafiz adalah pria tak tertebak yang Zefa sendiri sulit mengerti. Seperti tempo hari, kini pria itu membuatnya tercengang akan jawaban yang keluar dari mulut sang suami.
"Ngga boleh. Zina," ujarnya serius.
"Kita kan udah sah," ucapnya tak terima. Hafiz yang melihat Zefa merenggut dengan lengan bersedekap langsung terkekeh.
"Eh iya, lupa. Ngga boleh, dosa." Kini Zefa semakin bingung akan jawaban Hafiz.
"Kok dosa?!"
"Soalnya bikin orang lain iri," ungkapnya. Pria itu bahkan terkekeh puas akan jawabannya.
"IH APAAN SIH!"
><
Setelah puas melihat air mancur, Hafiz mengajak Zefa berjalan-jalan di kota Jeddah. Sepanjang jalan, Zefa dengan senang hati kala Hafiz terus menggandengnya seolah mereka sedang akan menyebrang. Zefa yang kembali banyak bicara membuat Hafiz tersenyum senang.
"Zefa jadi inget kata Kak Riki dulu," ungkap Zefa jujur. Gadis itu melangkah panjang dengan kakinya yang pendek.
"Kata apa?"
"Kata Kak Riki 'akan ada waktunya, di mana kamu bakalan dapet orang baik yang mengistimewakan kamu' gitu," jelasnya menirukan kata sang kakak. Gadis itu mengadah ke langit malam yang indah, membayangkan wajah datar sang kakak.
"And that person is ... me?" tanya Hafiz menebak. Pria itu nampak lucu menggunakan Bahasa Inggris.
"Na'am," jawab Zefa yakin. Kini giliran Zefa, dengan Bahasa Arab. Hafiz tentulah kaget, pria itu bahkan sempat terkekeh mendengar sang istri bicara Bahasa Arab.
"Eh?! Ahaha .... "
"Ish kenapa?" gerutunya pelan.
"Lucu, dari mana belajar begitu?" tanya Hafiz penasaran, pria itu dengan santainya merangkul sang istri di tempat umum.
"Ngga sengaja liat di kamus, hehe." Zefa sudah terkekeh geli dengan dirinya sendiri.
"Humairah," panggil Hafiz. Namun Zefa terlihat asing dengan kata itu.
"Siapa dia?!"
"Kamu, lah." Hafiz terlihat sang santai mengucap itu, sedang Zefa yang bingung dan belum paham maksudnya langsung bicara.
"Nama Zefa kan Ze--" Gadis itu langsung berhenti bicara kala dapat mengerti maksud Hafiz. Bibirnya mengulum menahan senyum, dengan wajah berpaling lucu. "Apaan sih, Kak."
Lalu, hal tak terduga terjadi. Pria itu langsung menempelkan bibirnya cepat dan tepat di pipi sang istri yang tertutup niqab membuat Zefa mengerjap berulang.
"Eh?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Reason [END]
Teen FictionHappy membaca-!! 😺 Hai wahai teman-teman yang budiman, kalian teh kalo baca sekalian vote atuh, ah. Biar keren gitu, loohhh. Ya? 😻 •••Cuss••• Bercerita tentang seorang gadis bernama Zefana Adira. Gadis nakal yang besar akan gengsi. Karena hal itu...