EMPAT

117 25 1
                                    

Happy weekend, everyone!!!


.......

Wangi segar tanah yang basah bekas hujan subuh tadi masih kuat tercium saat Ganis menjejakkan kaki di koridor sekolah. Masih jam enam lewat lima, belum ada satupun siswa yang datang selain Ganis. Gerbang sekolah bahkan baru saja di buka oleh pak penjaga saat dirinya tiba tadi.

Sebenarnya, kalau bukan karena kakak semata wayangnya Ganis pasti masih berada di rumah, memakan roti isi selai kacangnya sambil memakai sepatu. Iya, Dewa tiba-tiba mendapat informasi kalau dia harus menghadiri kelas pagi ini. Padahal Ganis sudah bilang kalau dia bisa naik angkot atau meminta tumpangan Jovita yang kebetulan rumahnya berada di kompleks perumahan sebelah, tapi tetap saja, kakaknya itu justru bersikeras mengantarnya lebih dulu.

Pintu kelas 'sih mungkin sudah di buka, tapi mengingat ini masih benar-benar pagi, Ganis jadi sangsi kalau sudah ada orang di kelasnya. Oke, kalaupun ada, pasti itu bukan manusia. Ya... makhluk itu lah pokoknya. Ganis tidak mau membayangkannya lebih jauh, nanti cerita ini berubah genre menjadi horor lagi.

Lagipula, siapa yang mau berada di kelas sendirian saat langit bahkan masih setengah gelap akibat mendung?

Jadi, Ganis memutuskan untuk melangkahkan kakinya ke kantin. Setidaknya para penjual makanan di sana sudah mulai bersiap, jadi Ganis tidak harus sendirian menunggu.

Sepuluh menit kemudian, siswa lain mulai berdatangan. Ada yang langsung berjalan menuju kelas, ada juga yang berbelok ke kantin untuk sarapan atau sekedar membeli teh hangat. Melihat keadaan kantin yang mulai ramai, Ganis memutuskan untuk beranjak dari sana. Lumayan, selama di kantin tadi dia berhasil menyelesaikan beberapa nomor latihan soal di bukunya.

Langkahnya sedikit melambat saat mendengar suara motor besar yang menderu gahar di lahan parkir sebelah kantin. Tanpa melihat pun Ganis tau, suara itu berasal dari motor jantan milik salah seorang teman sekelasnya, Elang. Ganis bahkan mendengar beberapa siswi menyapa cowok itu.

"Ganis!"

Mendengar namanya di panggil, Ganis langsung menoleh. Dahinya sedikit berkerut saat melihat dari jarak dua meter Elang setengah berlari menghampirinya.

Mau ngapain dia?

"Boleh... ke kelas bareng gak?"

Sebelah alisnya terangkat, tunggu... apa Ganis tidak salah dengar?

"Eum... Nis?"

"Ah, sorry. Iya boleh. Yuk."

Sepanjang perjalanan menuju kelas, Ganis menyadarkan dirinya untuk tidak gede rasa apalagi terbawa perasaan. Elang menghampirinya karena demi menghindar dari para fans-nya, bukan karena hal lain. Lagipula, apa yang istimewa dengannya dan Elang? Mereka bahkan baru saja saling bicara sejak insiden basket beberapa hari yang lalu.

"Lo ke lapangan nanti sore?"

Ganis menoleh, "Gak tau. Gue ada acara soalnya."

"Acara apaan?"

"Hah?"

"Nggak, gak apa-apa." Setelah bilang begitu, Elang masuk ke dalam kelas. Meninggalkan Ganis yang berdiri mematung di depan pintu.

"Ciee, yang diem-diem udah temenan sama Elang." Ganis mengernyit kaget. Jovita tau-tau sudah berdiri di belakangnya lengkap dengan senyum jahil yang terulas di wajah gadis itu.

"Apaan sih."

"Perasaan gue kemarin-kemarin lo masih kemusuhan sama dia, kok tau-tau sekarang akur?"

"Kemusushan apa sih, emang gue bocah."

"Eiyy... Ngaku aja lah sama gue tuh."

Ganis mengibaskan tangan, mengabaikan Jovita yang masih saja mencolek-colek lengannya "Dah ah, gue mau masuk. Tugas bahasa inggris gue belom kelar."

Dear, You ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang