Dari Elang Untuk Rengganis

77 9 2
                                    

.
.
.
.
.
.
.

Untuk Ganis, gadis baik yang aku sayangi.

Hai Nis.... Ini aku, Elang.

Sejujurnya, aku nggak berharap kamu menerima apa lagi membaca tulisanku ini. Karena kalau tulisan ini sampai ke tanganmu, berarti aku sudah ada di tempat yang jauh dan tidak bisa lagi menemui kamu selamanya.

Nis, kamu masih ingat pertama kali kita ketemu di depan ruang kesiswaan?

Hari itu, untuk pertama kalinya aku sekolah lagi setelah beberapa tahun lamanya aku terkurung di dalam rumah karena penyakit yang menyebalkan ini. Sejujurnya aku nggak berharap apapun (like, you know.. kisah cinta di sekolah dan sebagainya) aku cuma ingin merasakan lagi atmosfer sekolah yang ramai untuk terakhir kalinya.

Tapi... Di saat aku nggak berharap apapun, Tuhan justru ngasih aku kejutan luar biasa hari itu. Kamu tau apa?

Masih segar dalam ingatanku waktu Pak Man -guru kesiswaan itu memanggil seorang anak perempuan yang kelihatan takut dihukum karena ketahuan baru kembali dari kantin padahal bel masuk sudah berbunyi.

Anak itu nggak terlalu tinggi, bahkan bisa di bilang mungil untuk ukuran siswi kelas 12. Rambut panjangnya tergerai dengan poni yang ikut bergerak-gerak saat dia berlari kecil, pipinya sedikit menggembung saat dia mengerucutkan bibirnya. Manis sekali.

Aku nggak tau kenapa, tapi sejak detik itu, pandanganku tidak pernah lepas darinya.

Iya Nis, kamu benar... kejutan itu adalah kamu.

Lucu ya? Padahal aku sudah segitu hope less nya sama hidup, tapi Tuhan malah kasih aku ketemu sama kamu.

I falling for you. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku jatuh hati dengan seseorang... Dan itu kamu, anak perempuan yang bahkan baru ku temui.

Kamu tau nggak, selain terkesima dengan wajah lucu kamu aku juga gugup banget waktu kita jalan beriringan di tangga menuju lantai dua. (Please jangan ketawa. Kamu boleh bilang aku norak, tapi aku memang benar-benar nggak pernah berinteraksi dengan perempuan asing selain mamaku sebelumnya. Jadi secara teknis, kamu adalah orang pertama yang bikin aku ngerasain hal kayak gitu.)

Awalnya aku mau ngajak kamu ngobrol baik-baik, tapi apa daya... ujung-ujungnya yang keluar dari mulutku itu nada suara ketus dan kata-kata nyelekit yang bikin mukamu kaget. Beneran deh, aku ngerasa bersalah banget setelahnya. Dan karena perasaan bersalah itu, aku memutuskan untuk nggak lagi-lagi nyapa kamu di hari-hari berikutnya.

Aku tau, pasti waktu itu kamu sebel banget kan sama aku?

Aku seneng banget waktu tau kalo kamu suka main basket sewaktu pelajaran olahraga, soalnya biar penyakitan begini aku juga suka main basket lho... Jadi aku sedikit berharap kalau aku bisa ngobrol sama kamu soal basket.

Lalu keinginan aku betulan terkabul, Tuhan benar- benar kasih aku kesempatan buat main basket dan ngobrol sama kamu. Tapi sayangnya, bukan ngobrol baik-baik, kita malah berantem gara-gara rebutan lapangan. Dan dari raut wajah kamu waktu itu, aku tau... Kamu pasti semakin sebel sama aku.

Maaf kalau bikin kamu jadi berpikir begitu, tapi tau nggak Nis? Aku nggak pernah bisa berpikir jernih dan bicara dengan baik kalau ada di dekat kamu, nggak tau apa sebabnya. Aneh kan?

Dear, You ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang