Beberapa bulan sebelum menuliskan cerita ini, saya kehilangan seseorang yang berarti untuk hidup saya. Ayah. Beliau pergi tanpa aba-aba. Begitu mendadak, meninggalkan kesan yang cukup mendalam bagi saya.
Ayah saya orang yang kaku. Bahkan terhadap saya dan anak-anaknya yang lain beliau tidak pernah sekalipun mengatakan kata ‘sayang‘ atau kata-kata manis yang lain layaknya ayah pada umumnya.
Maka saat itu, saya berpikir... Kenapa sejak dulu bukan saya yang lebih dulu mengucapkannya? Kenapa saya menyia-nyiakan kesempatan untuk itu?
Lalu dari perasaan itu muncul ide untuk menghadirkan tokoh Elang dan Ganis. Sepasang manusia yang tidak pernah mengucapkan perasaan mereka dan berakhir dengan perpisahan yang tragis. Kematian.
Tidak ada perpisahan yang lebih menyakitkan selain daripada dipisahkan oleh maut, iya kan?
Putus cinta atau di selingkuhi, mungkin memang terasa sakit. Tapi bukankah kita masih bisa melihat wajahnya?
Tapi di pisahkan kematian, tidak bisa melihatnya lagi. Apa yang lebih menyakitkan dari itu semua?
Saya berharap semoga siapapun yang membaca cerita ini bisa memahami apa yang saya ingin sampaikan.
Bahwa mengatakan sayang, mengungkapkan perasaan, tidak harus di momentum tertentu saja. Kepada siapapun yang kita sayangi, katakanlah. Sebab ketika momentum itu terlewati dan kita tidak mengatakan apapun, kita akan menyesalinya.
Last but not least,
Tetap bahagia di manapun kalian berada. Tetaplah mencintai diri sendiri karena tanpa itu kalian tidak akan bisa mencintai orang lain dengan benar.
Terima kasih telah membaca serta menyayangi Elang dan Ganis dengan tulus hati.
Sampai jumpa di cerita berikutnya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, You ✓
FanfictionKepada Rengganis, terima kasih karena sudah hadir di kehidupanku.... ******** Andai Rengganis tidak bertemu dengan Elang di ruang seni musik pagi itu, tentu hidup Rengganis masih baik-baik saja saat ini. Elang yang muncul dan pergi seenaknya setelah...